Muhammadiyah dan Peran Kebangsaan

Muhammadiyah dan Peran Kebangsaan
Haedar Nashir

MONITORDAY.COM - Muhammadiyah didirikan oleh para santri berkemajuan. Dalam definisi santri pada masanya. KH Ahmad Dahlan pernah menjadi santrinya Kiai Sholeh Darat, juga ‘nyantri’ pada ulama besar lainnya. Generasi awal Muhammadiyah adalah para santri yang berpandangan maju. Santri yang mampu mengelaborasi pesan-pesan wahyu ilahiyah menjadi kerja nyata menjawab tantangan zaman.

Para kader Muhammadiyah sejak masa pra kemerdekaan hingga kini senantiasa bergandengtangan dengan kaum nasionalis dalam menegakkan NKRI. Gerakan Dakwahnya senafas dengan perjuangan menuju masyarakat yang adil dan makmur.

“Kyai Mas Mansur menjadi tokoh Empat Serangkai bersama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantoro dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Ki Bagus Hadikusumo didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi dasar sekaligus di dalamnya penetapan Pancasila sebagai dasar negara”, kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.

Muhammadiyah mendorong bangsa ini untuk merdeka dari penindasan bangsa lain sekaligus merdeka dari kebodohan, dari ketertinggalan dalam pendidikan. Juga dari derajad kesehatan yang rendah. Peran kaum perempuan Muhammadiyah sudah sejak awal tak tertinggal di belakang kaum prianya. Peran itu semakin menguat hingga hari ini. Hingga menjadi model dalam pengarusutamaan gender. Dalam isu ini Haedar menambahkan bahwa Kyai Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah Dahlan bergerak dalam mencerdaskan dan memajukan bangsa hingga diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Srikandi Aisyiyah, Hayyinah dan Munjiyah menjadi pelopor dan pemrakarsa bersama pergerakan perempuan lainnya untuk lahirna Konges Perempuan Pertama tahun 1928.

Muhammadiyah memaknai keberagaman tidak hanya sebatas pernyataan namun dituangkannya dalam wujud nyata. Haedar mencontohkan dengan fakta bahwa di Indonesia bagian Timur seperti di Papua dan Nusa Tenggara Timur di mana umat Islam minoritas, Muhammadiyah melakukan usaha-usaha di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Di Papua Muhammadiyah mendirikan Perguruan Tinggi dan Sekolah-Sekolah, pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial bagi penduduk setempat yang mayoritas Kristen dan Katholik, sebagai sarana atau jalan mengembangkan integrasi sosial. Guru atau dosen yang beragama Kristen dan Katholik ada yang mengajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah tersebut, termasuk mengajarkan kedua agama tersebut.

“Muhammadiyah juga mengembangkan program pemberdayaan masyarakat untuk etnik Kokoda di Papua Barat, tanpa terhalang oleh perbedaan agama dan etnik. Gerakan ini bagi Muhammadiyah merupakan wujud pluralisme Islam yang membumi, bukan retorika dan jargon di atas kertas.”, lanjut Haedar. Program-program Muhammadiyah untuk kemanusiaan seperti penanggulangan bencana dan pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah terjauh dan terpencil secara inklusif telah diakui publik secara luas. Muhammadiyah termasuk di dalamnya Aisyiyah sangat aktif dalam melakssnakan program penanggulangan bencana seperti di Aceh, Jogjakarta, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Barat, dan saat ini di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat yang tengah berduka. Program kemanusiaan tersebut diselenggarakan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah (Lazismu), Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU), Majelis Pembina Kesejahteraam Sosial (MPKS), dan seluruh bagian dari jaringan organisasinya di Indonesia. Gerak penanggulangan hingga usaha-usaha berkelanjutan pasca bencana yang dikelola Muhammadiyah merupakan yang terdepan dan tersigap dalam setiap menghadapi bencana banjir, gempa bumi, dan tsunami meskipun minim publikasi dalam spirit “sedikit bicara, banyak bekerja”. Termasuk kiprah para sukarelawan atau relawannya yang gigih dan penuh pengorbanan, belum terbilang dana puluhan atau jika diakumulasi ratusan milyar yang harus dikeluarkan.

Di bidang pendidikan, memasuki abad keduanya Muhammadiyah mengembangkan berbagai model bahkan paradigma pendidikan. Muhammadiyah juga mengembangkan cukup banyak pesantren. Termasuk untuk mewujudkan agenda integrasi dan interkoneksi ilmu.