Muhammadiyah Bantah Pemberitaan Wall Street Journal soal Uighur
Wall Street Journal menulis bahwa 15 orang dari PP Muhammadiyah, MUI, dan PBNU, plus tiga wartawan Indonesia, diajak berkunjung ke Xinjiang. Dituliskan, bahwa mereka ditunjuki situasi muslim Uighur yang sudah direkayasa sedemikian rupa oleh pemerintah Cina, agar nampak baik-baik saja.

MONITORDAY.COM - Pimpinan Pusat Muhammadiyah angkat bicara soal pemberitaan Wall Street Journal yang menyebut bahwa pihak Cina bergerak meyakinkan berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah agar tidak bersuara soal pelanggaran HAM lakukan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. Muhammadiyah menegaskan pemberitaan tersebut menyesatkan.
"Pemberitaan tersebut sangat tidak berdasar dan fitnah yang merusak nama baik Muhammadiyah," tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah, dalam siaran persnya, Senin (16/12).
Seperti diketahui, Wall Street Journal menulis bahwa 15 orang dari PP Muhammadiyah, MUI, dan PBNU, plus tiga wartawan Indonesia, diajak berkunjung ke Xinjiang. Dituliskan, bahwa mereka ditunjuki situasi muslim Uighur yang sudah direkayasa sedemikian rupa oleh pemerintah Cina, agar nampak baik-baik saja.
"Menyesalkan pemberitaan Wallstreet Journal yang menyebutkan adanya fasilitas dan Iobi-Iobi Pemerintah Tiongkok terhadap PP. Muhammadiyah, PBNU dan MUI sebagai upaya mempengaruhi sikap politik atas permasalahan HAM di Xinjiang," ucapnya.
PP Muhammadiyah pun mendesak agar Wall Street Journal meralat berita tersebut dan meminta maaf kepada warga Muhammadiyah. Muhammadiyah menegaskan, apabila hal tersebut tidak dipenuhi, Muhammadiyah akan mengambil Iangkah hukum.
Sementara terkait pelanggaran HAM di Xinjiang, Muhammadiyah mendesak kepada Pemerintah Tiongkok untuk Iebih terbuka dalam memberikan informasi dan akses masyarakat internasional mengenai kebijakan di Xinjiang dan Masyakarat Uighur.
"Pemerintah Tiongkok agar menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM, khususnya kepada masyarakat Uyghur atas dalih apapun," tutur Haedar.
Selain itu, Muhammadiyah menyarankan agar pemerintah Tiongkok hendaknya menyelesaikan masalah Uighur dengan damai melalui dialog dengan tokoh-tokoh Uighur dalam memberikan kebebasan kepada Muslim untuk melaksanakan ibadah dan memelihara identitas.
Muhammadiyah juga mendesak kepada Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mengeluarkan resolusi terkait pelanggaran HAM atas Masyarakat Uyghur, Rohingnya, Palestine, Suriah, Yaman, India, dan sebagainya. Selain itu, mendesak Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mengadakan Sidang khusus dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM yang dialami umat Islam, khususnya di Xinjiang.