Muhammadiyah Aid dan Sejarah Misi Kemanusiaan Indonesia di Bangladesh
Misi kemanusiaan Bangladesh adalah “best practices” program kemanusiaan di tingkat internasional.

MONDAYREVIEW, Bangladesh - Lewat akun pribadi penyantara sosial Facebook, 11 Januari 2018, dokter Aslinar dari Tim 9 Muhammadiyah Aid mengabarkan wabah Difteri di Camp Pengungsi Rohingya merenggut nyawa pengungsi, 27 orang dinyatakan meninggal dan 2700 orang terinfeksi. Demikian dokter spesialis anak ini mengabarkan setelah membaca surat kabar yang terbit di Bangladesh.
Di Tim 9 yang tergabung dalam IHA (Indonesian Humanitarian Alliance) terdiri dari 7 orang, 3 di antaranya berasal dari Muhammadiyah Aid, Dokter Aslinar, Sp.A dari PW Muhammadiyah & Aisyiyah Aceh, Kapuk sebagai perawat dari PKU Muhammadiyah Solo dan Pepi Perdiansyah dari Muhammadiyah Disaster Management Center. IHA Medical Centre adalah klinik kesehatan yang dimiliki Indonesia. Tenaga medisnya semua dari Indonesia dari berbagai lembaga lembaga kemanusiaan, antara lain: Muhammadiyah Aid yang didukung oleh Lazismu dan MDMC, Dompet Duafa, Rumah Zakat, Darut Tauhid, PKPU, Nadhdatul Ulama, Lazis Wahdah, dan Laznas LMI yang mendapat dukungan dari Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafiq A. Mughni, seperti dilaporkan Muhammadiyah Aid dari Cox’s Bazar, Bangladesh (29/1/2018), misi dalam aksi kemanusiaan ini sebagai sejarah bagi Indonesia untuk yang pertama kali. Aksi bersama masih sama dilakukan oleh lembaga kemanusiaan dari lembaga amil zakat dan kemanusiaan.
Ia juga menyampaikan bahwa program kemanusiaan di tingkat internasional ini bisa menjadi “best practices” di mana peran Muhammadiyah dalam memimpin layanan kesehatan dalam IHA. Sampai saat ini, lanjut Syafiq, Muhammadiyah telah mengirim sebanyak 28 tenaga kesehatan yang tergabung dalam IHA.
“Apalagi di pengungsian sedang terjadi wabah Difteria, maka aksi ini menjadi penting dalam misi bantuan kemanusiaan keluar negeri,” paparnya.
Bersamaan dengan itu, Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerjanya ke Bangladesh mengapresiasi pemerintah Bangladesh atas kerjasamanya selama ini dalam bantuan kemanusiaan.
Presiden Jokowi juga menyatakan kesiapan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk terus membantu para pengungsi Rakhine State yang berada di Bangladesh, demikian disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden yang diterima Mondayreview (28/1/2018).
Kehadiran Jokowi di pengungsian disambut Kepala Baznas Bambang Sudibyo, Direktur Tanggap Darurat BNPB, Junjungan Tambunan, dan Koordinator Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) Dr. Corona Rintawan dari Chief of Disaster Medical Committee Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Di sela-sela kunjungannya Jokowi memberikan bantuan secara simbolis berupa paket bantuan kepada pengungsi Rohingya. Paket tersebut berisi sarung, selimut, dan perlengkapan sekolah.
Koordinator IHA, Corona Rintawan mengatakan, sampai dengan diturunkannya Tim 9 ke Cox’s Bazar, para penerima manfaat untuk layanan kesehatan hingga 10 Januari 2018 sejumlah 15.950 jiwa. Di samping itu, program kesehatan berupa nutrisi bagi anak-anak jumlah penerima manfaatnya sebanyak 1.863 jiwa.
Dalam kesempatan yang sama, Corona melaporkan bahwa IHA dalam layanan medisnya melibatkan dokter dan perawat, serta ketersediaan obat-obatan untuk menunjang klinik darurat dan layan gerak kesehatan (mobile clinic).
Dalam rilis resminya yang diterima Mondayreview (15/1/2018), IHA juga melaporkan bahwa keberadaannya sejak 18 September 2017, untuk melakukan pengkajian, kebutuhan dan penyaluran kebutuhan kemanusiaan untuk tahap awal. Hingga saat ini didukung oleh 12 lembaga kemanusiaan.
Nilai komitmen yang disalurkan dalam bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Rohingya, di Cox’s Bazar mencapai Rp 15 milyar lebih dan akan terus bertambah. IHA juga telah mendapatkan lokasi pelayanan yang ada di Camp Jamtholy, dengan kapasitas pengungsi yang tertampung lebih dari 48.000 jiwa.
[na/mr]