Muhadjir Effendy: Ulama dan Pendidik yang Tiada Duanya
MONDAYREVIEW.COM, JAKARTA - Reshuffle kabinet adalah sebuah keniscayaan. Hal itu dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar para pembantunya lebih gesit dan ulet dalam bekerja.

MONDAYREVIEW.COM, JAKARTA - Reshuffle kabinet adalah sebuah keniscayaan. Hal itu dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar para pembantunya lebih gesit dan ulet dalam bekerja.
Seperti diketahui, Jokowi telah mengumumkan perombakan kabinetnya. 12 menteri dan satu kepala lembaga negara tergeser. Ada juga yang tergusur.
Di Istana Negara, Jakarta, menteri-menteri baru berdiri sejajar. Semuanya mengenakan baju berwarna putih, yang melambangkan kesucian.
Tulisan kali ini akan mengulas sosok "pendatang baru" di jajaran Istana, salah satunya Muhadjir Effendy. Ia didapuk Jokowi untuk menggantikan Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Muhadjir dan Visi Pendidikan KH Ahmad Dahlan
Siapa yang tak mengenal sosok KH Ahmad Dahlan? Lelaki ini adalah pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah. Pada 1912 silam, Dahlan-sapaan akrabnya, mendirikan organisasi ini demi membebaskan umat Islam dari belenggu kebodohan yang disebabkan oleh praktik-praktik kolonialisme Belanda.
Dahlan percaya, kebodohan umat dapat dikikis melalui pendidikan, khususnya pendidikan berbasis agama. Saat itu, Dahlan melalui Muhammadiyah menjadi pionir pembaharuan pendidikan di Indonesia. Tak melulu soal kitab, di sekolah-sekolah Muhammadiyah para murid mendapatkan paket lengkap. Yakni pendidikan yang memadukan nilai agama dengan nilai sains. Integrasi ini dipercaya dapat menumbuh kembangkan pengetahuan siswa akan sains yang bersumber dari agama.
Dahulu, kurikulum yang digagas Dahlan disebut kafir. Namun, ia tetap melaju dengan keyakinannya yang kuat bahwa ini semua ditujukan untuk mencerdaskan umat. Adaptasi dengan perkembangan zaman harus dipupuk sejak awal agar umat Islam, khususnya bangsa Indonesia, tidak menjadi bangsa yang tegilas oleh zaman.
Karakteristik pendidikan yang dibawa Dahlan ini menunjukkan ilmu amaliah dan amal ilmiah. Siapapun yang belajar di Muhammadiyah akan mendapatkan pengajaran yang berlandaskan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan diajarkan oleh tenaga pendidik yang ikhlas-profesional (amaliah).
Kini, ribuan amal usaha Muhammadiyah yang terdiri dari lembaga pendidikan (TK, pesantren, SD, SMP, SMA, hingga universitas) telah membentang di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulai Rote. Pun dengan lembaga-lembaga lainnya seperti rumah sakit, masjid, panti asuhan, dan sebagainya.
Saat ini, KH Dahlan memang telah tiada. Namun, semangat pembaharuannya telah mengembara ke jiwa para penerusnya, salah satunya Muhadjir Effendy.
Muhadjir diketahui sebagai pengagum Dahlan. Ia meniru keikhlasan Dahlan dalam berjuang memajukan pendidikan di Indonesia. Hal ini tentu bisa dilihat dari rekam jejak Muhadjir yang konsisten mengabdikan diri untuk pendidikan.
Ia tercatat sebagai dosen di Universitas Negeri Malang (dahulu IKIP Malang), kemudian mengemban amanah menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) selama tiga periode. Di UMM, Muhadjir fokus membesarkan kampus tersebut hingga mendapatkan akreditasi A dan menjadi salah satu perguruan tinggi swasta berkelas internasional.
Di samping sebagai pendidik, ia juga seorang ulama yang reformis dengan segudang ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Ya, Muhadjir merupakan Ketua PP Muhammadiyah dibidang pendidikan dan litbang.
Sebagai seorang pendidik, tentunya Muhadjir memiliki visi. Hal ini dapat terlihat manakala dirinya membesarkan kampus UMM.
Muhadjir sangat menekankan pola pendidikan berbasis proses. Di kampus tersebut, ia tak ingin calon mahasiswa yang masuk UMM merupakan orang cerdas saja. Ia selalu memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk berkuliah di UMM.
Muhadjir lebih suka calon mahasiswa yang masuk UMM “heterogen” dan keluar menjadi “homogen.” Dimana orang yang dahulunya "biasa saja" dapat menjadi "luar biasa" nantinya setelah keluar dari kampus tersebut.
Kalau orang yang masuk UMM hanyalah orang-orang pintar, dan keluar menjadi orang-orang yang pintar juga, lantas apa gunanya pendidikan di UMM? Artinya, Muhadjir lebih senang bila orang-orang yang masuk di UMM bisa berproses dan keluar keluar menjadi orang yang pintar serta berprestasi. Dengan begitu, fungsi pendidikan berjalan.
Di balik harumnya nama UMM sebagai perguruan tinggi kelas dunia, ternyata ada pengorbanan yang begitu besar dari sosok seorang Muhadjir beserta rekan-rekan sejawatnya. Ya, dahulu UMM merupakan kampus swasta yang kecil. Tak jarang Muhadjir dan beberapa rekan seperjuangannya mengeluarkan kocek pribadi dan menggadaikan barang-barang miliknya demi membangun kampus yang kini berkelas internasional.
Tenaga pendidik yang mengajar di sana pun awalnya hanya dibayar secukupnya, entah cukup atau tidak dalam membiayai keluarganya. Namun, lagi-lagi, semangat keikhlasan dapat kita petik dari kisah pendirian UMM tersebut.
Di kampus UMM, penghargaan atas perbedaan merupakan yang utama. Iklim kampus yang heterogen menjadi karakteristik dari kampus ini. Muhadjir begitu menaruh perhatian terhadap hal tersebut. Ia sangat menekankan toleransi yang begitu nyata, baik di kalangan mahasiswa maupun kepada tenaga pendidiknya.
Muhadjir juga dikenal sebagai suri tauladan yang disiplin. Ia selalu datang tepat waktu di kampus. Bahkan, Muhadjir sering berkeliling mengontrol aktivitas pendidikan yang sedang berlangsung. Apabila ada kelas yang kosong, Muhadjir tak segan-segan memanggil pihak yang bertanggung jawab untuk diberi teguran.
Muhadjir dalam menyelenggarakan aktivitas pengajaran di UMM selalu melibatkan peran orang tua mahasiswa. Ia rutin mengadakan pertemuan dengan para orang tua yang ingin menyampaikan aspirasinya terhadap proses belajar-mengajar di UMM.
Muhadjir juga aktif membina hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar kampus, seperti RT, RW, dan perangkat daerah lainnya, guna membantu dan mengawasi aktivitas sektoral di UMM. Terlebih, banyak kost-kostan mahasiswa di daerah tersebut, sehingga perlu dilakukan kerjasama dengan masyarakat untuk memastikan kegiatan belajar-mengajar berlangsung tertib dan santun.
Sosok Prinsipil
Sesuai khittahnya, Muhammadiyah bukanlah organisasi politik dan tidak memiliki afiliasi dengan partai politik manapun. Keberadaan Muhammadiyah sebagai elemen masyarakat madani dalam kehidupan bernegara sangat dibutuhkan untuk melakukan checks and balances jika kebijakan-kebijakan pemerintah menyimpang dari sewajarnya.
Sebagai tokoh Muhammadiyah yang kini menjabat sebagai menteri, Muhadjir selalu mengingatkan organisasi ini untuk tidak "masuk angin" atau menanggalkan sikap kritisnya karena ada ketuanya yang masuk dalam kabinet. Muhadjir berharap Muhammadiyah tidak seperti itu.
"Jangan masuk angin karena ketuanya jadi menteri. Muhammadiyah-lah yang dibutuhkan negara. Bukan negara yang dibutuhkan Muhammadiyah," kata Muhadjir, dalam pidatonya di Forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah, Sabtu lalu.
Sungguh keteladanan yang tiada dua nilainya. Kendati dirinya menjadi bagian dari pemerintahan, ia justru tak ingin Muhammadiyah kehilangan prinsip yang selama ini dipegangnya. *
FAHREZA RIZKY