Ekonomi Pancasila (1): Moralitas Ekonomi Indonesia

Ekonomi Pancasila (1): Moralitas Ekonomi Indonesia
Ilustrasi foto/Net

GURU Besar Ilmu Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie, pernah menulis bahwa konstitusi Indonesia adalah Konstitusi berketuhanan (godly constitution). Pernyataan ini bermakna bahwa konstitusi Indonesia dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, terutama sila Pertama berusaha mendekatkan urusan keagamaan dan ketuhanan ke dalam ruang kehidupan kenegaraan ataupun kehidupan publik.

Bahkan di dalam UUD 1945 banyak ditemukan kata “Tuhan”, “Allah”, “Keimanan”, atau “Ketakwaan”. Dengan kata lain, sila pertama Pancasila yang berisikan nilai-nilai ketuhanan (religiositas) merupakan sumber etika dan spiritualitas yang bersifat fundamental dalam kehidupan bernegara.

Berlandaskan pada nilai-nilai moralitas ketuhanan itu, terdapat suatu cita-cita untuk membawa etika dan misi profetik agama ke dalam kehidupan publik secara inklusif. Agama-agama dapat memberikan kontribusi besar bagi usaha untuk mewujudkan kebangkitan bangsa dan kemaslahatan bersama. Beberapa studi mutakhir telah menunjukkan peran penting nilai-nilai keagamaan dalam memengaruhi demokrasi.

Cendekiawan dan politisi kenamaan Amerika Serikat, John Gardner (1992) pernah mengatakan: “Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya akan sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar.”

Nilai-nilai ketuhanan diharapkan dapat menumbuhkan praktik kenegaraan sebagai proses pencapaian kebajikan bersama di bawah prinsip kekeluargaan dan gotong royong. Asas kekeluargaan yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan usaha bangsa Indonesia untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya.

Dengan semangat tersebut, seluruh bangsa merasa dirinya sebuah keluarga besar yang suka bekerja sama. Kesejahteraan materi individual bukanlah tujuan utama kegiatan ekonomi, tetapi sesuai perintah Tuhan, kesejahteraan haruslah didistribusikan secara merata di antara warganya dengan seadil-adilnya.

Nilai-nilai ketuhanan juga harus dibumikan dalam strategi kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Hal tersebut dilakukan dengan cara memberi jalan bagi berlangsungnya roda perekonomian yang digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan nilai-nilai etik dan moral (Mubyarto, 1985).

Ekonomi tak hanya digerakkan oleh rangsangan harga, sebagaimana terjadi pada negara-negara kapitalis. Tapi juga merupakan penggabungan antara sistem pasar (harga), kontrol sosial atau pengawasan dari warga negara sekaligus memiliki pedoman moral-etis yang lahir dari dorongan sifat keimanan setiap warga masyarakat kepada Tuhannya.

Karenanya, sistem ekonomi nasional yang adil dan setara harus dirancang untuk mencegah kesenjangan yang lebar antara golongan kaya (the Haves) dan miskin (the Have Nots). Juga buat memastikan agar kekayaan alam yang merupakan karunia Tuhan digunakan dengan bijaksana dan memberi manfaat bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

Sebagai wujud dari kesadaran akan persaudaraan sesama mahluk Tuhan, sekat-sekat sosial yang ditimbulkan dari keragaman kapasitas dan kapabilitas ekonomi, diikat menjadi kekuatan kolektif dan kohesif melalui kemitraan dan kolaborasi yang padu dalam lapangan ekonomi. Usaha besar membantu usaha kecil, yang kaya menolong yang miskin, dan sebagainya. Negara dalam posisi ini memberikan panduan agar inisiatif-inisiatif ini tumbuh dan berkembang dalam kehidupan berbangsa.

Sila pertama Pancasila juga mengemban suatu nilai moral bagi aparatur pemerintahan untuk mengembangkan tingkat kehidupan rakyat ke arah yang lebih baik. Secara operasional hal ini diwujudkan dengan adanya sikap amanah dari para penyelenggara negara dalam merumuskan kebijakan ekonomi.

Setiap penyelenggara negara harus merasa bahwa dirinya sebagai makhluk Tuhan yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan Yang Maha Esa atas setiap tindakan yang diambilnya dalam mengelola perekonomian nasional. Sikap amanah ini tak hanya berlaku pada konteks penggunaan kebijakan anggaran negara, tetapi kebijakan-kebijakan lain yang memiliki dampak langsung maupun tidak langsung bagi keberlanjutan alam dan kehidupan seluruh rakyat Indonesia.