Momen Kedekatan Jokowi dan Haedar Nashir

PRESIDEN Joko Widodo dan mendiang Sukarno hidup di era yang berbeda. Pun demikian dengan karakter keduanya, juga berbeda terutama ketika tampil di depan publik. Sukarno seperti kita tahu selalu berapi-api di hadapan publik, sementara Jokowi selalu tampil kalem.

Momen Kedekatan Jokowi dan Haedar Nashir
Presiden Joko Widodo bersama Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir
Seperti juga Bung Karno, Jokowi selalu menjaga kedekatannya dengan tokoh-tokoh Islam dan berbagai jenis ormas yang ada di Indonesia.

PRESIDEN Joko Widodo dan mendiang Sukarno hidup di era yang berbeda. Pun demikian dengan karakter keduanya, juga berbeda terutama ketika tampil di depan publik. Sukarno seperti kita tahu selalu berapi-api di hadapan publik, sementara Jokowi selalu tampil kalem.

Meski begitu, Sukarno dan Jokowi ternyata juga memiliki banyak kemiripan. Selain sama-sama dikenal sebagai presiden yang populer, Jokowi dan Bung Karno juga, sama-sama dekat dengan tokoh-tokoh Islam.

Rahmad Sahid dalam bukunya berjudul Ensiklopedia Keislaman Bung Karno berhasil merangkum hubungan Sukarno dan para tokoh Islam. Sebagai pemeluk agama Islam, Bung Karno tulis Rahmad cukup progressif dalam memahami ajaran agamannya.

Kedekatan Bung Karno dengan tokoh-tokoh Islam, kata Rahmad Sahid, memang sangat erat. Selain Agus Salim, Soekarno juga sering mendatangi KH Ahmad Dahlan. Beliau mengakui bahwa ketika pengertiannya tentang keislaman masih remang-remang, pemimpin Muhammadiyah itulah yang memberikan pengertian mengenai gerakan Islam yang dipimpinnya.

Seperti juga Bung Karno, Jokowi selalu menjaga kedekatannya dengan tokoh-tokoh Islam dan berbagai jenis ormas yang ada di Indonesia. KH. Ma’ruf Amien, tandemnya di Pilpres 2019, menuturkan jika kedekatannya dengan para tokoh Islam lahir lantaran sikap tawaddu atau rendah hati yang dimilikinya, sehingga Jokowi sangat santun dan menghormati para tokoh Islam.

Hasilnya bisa kita lihat, selain Gus Dur, yang dalam beberapa hari ini viral lantaran postingan foto dari seorang netizen, Jokowi juga dekat dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Momen kedekatan itu paling tidak tercatat pada saat Jokowi mendatangi PP Muhammadiyah (23/08/2018). Kunjungan itu dilakuka untuk silaturrahmi dan penyerahan hewan kurban. Selain menyerahkan hewan kurban, dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi melakukan pertemuan tertutup dengan Haedar Nashir. Mereka mendidiskusikan banyak hal, terutama yang berkaitan dengan ekonomi yang berkeadilan, yang berkaitan dengan kesehatan, utamanya dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan.

Selain itu, juga dibicarakan yang berkaitan dengan Bank Syariah, dan masalah redistribusi asset, termasuk juga kesehatan perempuan dan anak, yang merupakan hal sangat penting yang juga menjadi concern dan perhatian dari Muhammadiyah.

Kunjungan Jokowi ini merupakan kunjungan balasan setelah sebelumnya Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengunjungi Istana bersama 177 mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dalam kunjungan tersebut, Haedar Nashir mengusulkan enam poin Nawacita Jili II, mengenai solusi masa depan bangsa secara menyeluruh.

19 November 2018, Jokowi Hadir di acara Muhammadiyah di Lamongan. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyambut hangat kedatangan Presiden RI Joko Widodo di Universitas Muhammadiyah Lamongan, Senin (19/11). Kedatangan tersebut dalam rangka acara peresmian Masjid Ki Bagus Hadikusumo dan penyerahan Surat Keputusan (SK) perubahan status enam perguruan tinggi Muhammadiyah.

Hubungan Jokowi dan Haedar Nashir pasca itu semakin erat. Setiap kali diundang Muhammadiyah, Jokowi selalu menyempatkan untuk hadir. Padahal, seperti disinggung Haedar Nashir, sebelumnya Jokowi melakukan kunjungan ke Singapura, Papua Nugini, dan Papua. Kedatangan Jokowi ke Lamongan pun menjadi bukti komunikasi Haedar Nashir dengan Joko Widodo terus terjalin dengan baik.

Positifnya hubungan Jokowi dan Haedar Nashir ini tentu bukan tanpa sebab, keduanya memang memiliki banyak kesamaan. Salah satunya adalah entropi kesederhanaan hidup yang dimiliki keduanya.

Meski memimpin salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, Haedar Nashir dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan sederhana. Salah satu potret itu terlihat saat Haedar sedang menunggu kereta menuju Yogyakarta di Stasiun Kediri, Jawa Timur.

Dalam foto yang diposting @muhammadiyah, Haedar terlihat menunggu kereta di bangku tunggu mengenakan batik dan celana panjang hitam. Dia juga tampak membawa tas jinjing dan kardus bawaan. Diketahui, Haedar dalam perjalanan usai meresmikan Gedung SMA Muhammadiyah 1 Taman Sidoarjo dan Gedung Unit Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan, Kota Kediri.

Kesederhanaan juga nampak dari cara Jokowi menjalani aktivitas sehari-harinya. Walaupun sudah menjadi presiden, Jokowi tak segan untuk makan soto di kedai pinggir jalan saat pulang ke Solo. Di akhir maret 2018 misalnya, saat berkunjung ke Solo, Jokowi menyempatkan singgah di kedai soto langganannya.

Di beberapa acara kenegaraan, Jokowi juga tak segan memberi jamuan makanan kaki lima kepada menteri-menterinya dengan memanggil sejumlah pedagang gerobak ke lingkungan Istana.

Kesamaan lain, yang merekatkan Jokowi dan Haedar Nashir adalah pandangan keislamannya yang moderat. Keduanya sama-sama menggelorakan Islam yang rahmatan lil alamanin. Baik Haedar Nashir maupun Joko Widodo, seringkali mengingatkan pentingnya menyebarkan Islam yang dapat membawa keselamatan dan kebajikan. Termasuk yang berbeda pandangan, baik dalam agama, politik, suku, ras, dan antargolongan. Bagi keduanya, kehadiran Islam harus bisa menjadi ihsan (sempurna, terbaik) bagi umat manusia.

Dalam konteks kebangsaan, kata Jokowi, agama dan negara harus berjalan beriringan. Bukan saling bertentangan. Agama dan negara harus saling memperkokoh. Negara memberikan perlindungan dalam keyakinan, dan agama memberikan panduan ilahiah bagi masyarakat dalam berprilaku dan bermasyarakat.

Sementara kata Haedar Nashir, Indonesia adalah negara Pancasila yaitu negara yang dibangun berdasarkan perjanjian dan persaksian atau darul ahdi wasyahadah. Sebagai negara Pancasila, Indonesia menurut Haedar harus menjadi negara maju, modern dan unggul.