Meraih Surga Dengan Damai

Meraih Surga Dengan Damai
Ilustrasi Taman Surga

MONITORDAY.COM - Salah satu keberkahan bulan Ramadhan yang diberikan Alloh Swt kepada orang yang beriman dan melakasanakan ibadah syaum dengan sempurna dibukakan baginya pintu-pintu surga (al-Hadist).

Sependek pengetahuan penulis  surga merupakan tempat yang dirindukan oleh seluruh umat manusia. Bukankah kita mengenal istilah surga dunia?. Surga dunia dipersepsi oleh setiap manusia sebagai tempat yang indah, nyaman, aman dan tersedia berbagai keperluan yang diinginkan dan dibutuhkan manusia baik untuk memenuhi kebutuhan lahir maupun bathin.

Al-qur’an, manual book orang beriman dalam menjalani kehidupannya, meng-ilustrasikan kondisi fisik dan non fisik surga dalam beberapa ayat pada surat-surat tertentu dengan gambaran yang sangat indah dan memesona.

Secara fisik surga di-ilustrasikan sebagai tempat yang indah berupa taman yang rindang dengan berbagai pepohonan yang berbuah lebat, mengalir berbagai sumber mata air didalamnya, tersedia pakaian-pakaian sutra yang halus dan kasar, dilengkapi dengan singgasana-singgasana yang megah dan menawan serta nyaman untuk  rebahan,dipenuhi bidadari-bidadari yang bermata jeli sebagai pasangan hidup (QS.Ad-Dukhaan [44]:51-55). Dengan demikian surga merupakan tempat yang dirindukan manusia, aman, megah, dan lengkap karena tersedia berbagai kebutuhan manusia baik untuk memenuhi kebutuhan fa’ali maupun biologis..

Secara psikologis surga diilustrasikan sebagai tempat penuh kedamaian, ketenangan, kenyamanan, dan aman dari berbagai jenis kejahatan, didalamya tidak terdengar perkataan yang sia-sia (ucapan yang penuh dusta dan menimbulkan dosa) dari penghuninya kecuali ucapan-ucapan yang penuh kedamaian dan ketenangan (QS. Al-Waqiah [56  ]:25-26).

Pada hakekatnya surga disediakan atau didekatkan bagi orang yang bertaqwa yang mantap ketaqwaannya (QS.Qaaf [60]:31). Taqwa yang mantap ketaqwaannya   ditentukan oleh sejauhmana tingkat ketaatan dan kepatuhan terhadap ketentuan Alloh Swt dan Rasulnya dalam setiap gerak dan langkah kehidupannya. Apakah dalam setiap gerak langkah kehidupan baik dalam pengabdian terhadap Allah maupun berkhidmat terhadap sesama manusia berbasis pada prinsip lillah (karena Allah, untuk Allah, dan milik Allah) atau didasarkan pada ketundukkan terhadap hawa nafsu dan ajakan syaithan.

Disamping itu, Taqwa yang mantap ketaqwaannya ditentukan pula oleh ikhtiar diri sesuai dengan batas kemampuannya untuk menjauhi larangan-Nya. Semua ini, dilakukan tiada lain kecuali untuk meraih “rahmat” dan “rido”-Nya (Q.S. Ali 'Imran [3]:15).

Secara prinsip untuk meraih ketaqwaan yang mantap Alloh Swt memfasilitasi manusia yang beriman melalui amalan-amalan yang tercantum dalam arkan al islam salah satunya ibadah syaum di bulan ramadhan. Untuk menyempurnakan amalan-amalan tersebut Allah Swt membimbing dengan penuh hikmah dan relevan dengan kemampuan dan kebutuhan manusia. Hal ini tercantum dalam firman-Nya:”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan atau cara) untuk meraihnya (mendekatkan diri kepada-Nya), dan berjihadlah (bersungguh-sungguh) di jalan Allah, agar kamu beruntung”. (QS.Al-Maidah[5]:35). Pada ayat lain Allah Swt berfirman: “Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghabun [64]: 16).

Secara praktis Ikhtiar mencari cara dan melakukan amalan untuk meraih ketaqwaan yang mantap sesuai dengan kemampuan diri perlu dijalani dengan meneladani dan merujuk pada pelajaran (mauidzah) dari Rasulullah Saw.

Abdulah bin salam salah seorang tokoh di Madinah yang berasal dari kalangan Ahli kitab yang beriman atas kerasulan Muhammad Saw, menuturkan bagaimana Rasulullah mengajari umatnya dalam merefleksikan ketaqwaan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya agar dapat mengantarkan jalan ke surga dengan damai.

Berdasarkan riwayat dari Abdulah bin Salam, Rasululloh Saw bersabda:” Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, sambungkanlah tali silaturrahim,dan shalatlah dimalam hari ketika manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk ke surga dengan damai” (HR.at-Tarmidzi).

Hadist tersebut menuturkan, bahwa terdapat empat cara untuk memasuki surga dengan damai.

Pertama, Menyebarkan salam.

Menyebarkan salam dapat di wujudkan dalam bentuk menciptakan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat yang penuh damai, seperti tercantum dalam hadist Rosululloh Saw: Ketahuilah, aku kabarkan kepadamu perihal Mukmin. Mukmin ialah orang yang karena dia jiwa dan harta manusia terlindungi (aman). Muslim ialah yang selamat orang lain dari gangguan lidah dan tangannya. Mujahid ialah orang yang berjihad melawan nafsunya ketika mentaati Allah. Muhajir ialah yang menjauhi kesalahan dan dosa.” (HR Al-Hakim dan Al-Thabrani).

Menyebarkan salam dapat pula diwujudkan dengan cara menyebarkan  ucapan salam terhadap sesama pada saat berjumpa. Ucapan salam dalam ajaran Islam mempunyai karakteristik yang universal. Salam dalam ajaran Islam tidak spesifik hanya  terkait dengan waktu, situasi, dan kondisi tertentu. Salam dalam ajaran Islam bernuansa do’a untuk keselamatan, kasih sayang, dan keberkahan.

Ucapan salam dalam lslam disampaikan kepada siapapun tanpa mempertimbangkan kasta, waktu, tempat, dan keadaan serta diucapkan dengan kalimat yang telah diajarkan Rasululloh,yaitu: “assalamu’alaikum warakhmatullah wa barokatuh”.  Keselamatan dan rakhmat Allah serta keberkahan (kebaikan yang banyak) bagi kalian. Dan, ucapan salam ini dalam kehidupan manusia berlaku secara reversibel.

Kedua, berilah makan.

Memberi makan secara literal adalah memberi makanan kepada orang yang layak untuk diberi. Hal ini, seperti ketentuan yang ditetapkan bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa ramadhan karena alasan tidak mampu (yutiqun) maka penggantinya dengan fidyah yaitu memberi makan orang miskin.

Secara maknawi memberi makan dapat diartikan dengan menyisihkan sebagian harta yang dimilikinya bagi orang yang membutuhkan. Al-qur’an mengungkapkan bahwa salah satu ciri ketaqwaan manusia adalah menyadari bahwa pada harta mereka ada haq bagi orang fakir dan miskin baik yang menunjukkan kefakiran dan kemiskinannya dengan cara meminta-minta atau yang menyembunyikan kefakiran dan kemiskinannya dengan cara tidak menjadi peminta-minta (surat adz-Daariyaat [51]:19).

Kesadaran akan adanya hak orang miskin pada harta yang di karuniakan Allah Swt kepada orang beriman merupakan wahana untuk menumbuhkan kepedulian sosial. Maujudnya kepedulian sosial dikalangan manusia dengan sendirinya dapat mereduksi kesenjangan sosial, timbulnya berbagai bentuk kejahatan, dan kondisi tidak aman dalam lingkungan masyarakat.

Ketiga, Sambungkan tali silaturahim

Silaturahmi dapat di artikan sebagai tali persahabatan atau persaudaraan (KBBI). Silaturahmi dapat terwujud antara lain karena pertalian darah, kesamaan akidah, kesamaan selera, kesamaan bahasa atau suku.

Pemicu terputusnya tali silaturahmi sangat beragam; karena harta, kedudukan, kekuasaan, keangkuhan, dan kesombongan misalnya. Dalam ajaran islam silaturahmi dapat dilakukan melalui aktivitas fisik dengan cara saling berkunjung dan saling memberi sesuatu yang diperlukan, dapat pula di wujudkan melalui aktivitas non fisik antara lain saling mendo’akan.

Terwujudnya silaturahmi dalam level apapun dapat mendukung terciptanya persatuan yang akan mewujudkan kekuatan yang besar. Dengan silaturrahmi yang kokoh dikalangan kaum muslimin dengan sendirinya akan menempatkannya pada self esteem dan self image kaum muslimin pada posisi yang istimewa. Disamping itu, dengan silaturahmi Allah akan memberi jaminan diluaskannya pintu rizqi dan dipanjangkan usia (Al-Hadist).

Keempat, mendirikan Sholat Malam.

Diantara karakteristik “ibadurrahman atau hamba pengasih” adalah orang-orang yang melewati malamnya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.(QS-Al-Furqan [25]:64). Demikian pula salah satu karakteristik orang bertaqwa sebagai calon penghuni surga mereka tidur hanya sedikit di waktu malam, dan di waktu sahur mereka selalu memohon ampun (QS.Adz-Dzaariyaat [51]:17-18). Disampinbg itu, Allah berfirman: “Dan, pada sebagian malam, dirikanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji: (QS.Al-Isra [17]:79).

Mendirikan sholat malam boleh jadi merupakan karunia Alloh bagi orang beriman karena pada siang hari lebih banyak beraktivitas untuk berhidmat terhadap sesama sehingga komunikasi dengan Tuhan menjadi sangat terbatas.

Oleh karena itu, luangkan waktu di malam hari agar bisa berdekatan dengan yang Maha Kuasa, untuk mengeluhkan berbagai kesulitan hidup, untuk meminta berbagai hal yang dibutuhkan, untuk memohon rahmat, ampunan, dan ridhonya. Kesempatan untuk memohon semua itu gunakanlah sebagian waktu malam pada sepertiganya, pertengahannya, atau dua pertiga malam. Janji Alloh bagai yang mensyukuri karunia ini ( menggunakan waktu malam untuk sholat tahajud) akan di tempatkan di maqam yang terpuji.

Mewujudkan kedamaian diantara sesama manusia, menciptakan solidaritas sosial, dan membangun persatuan ummat sebagai bentuk penghidmatan terhadap sesama ternyata menjadi kunci penting untuk meraih surga dengan damai. Demi kesempurnaannya dilanjutkan dengan cara memanfaatkan waktu malam (sepertiga, pertengahan, atau dua pertiga malam) melalui shalat malam, membaca al-qur’an dengan tartil (QS.Al-Muzzamil [73]:4), dan berisrighfar kepada Allah atas segala perbuatan dosa Insya Allah sempurnalah perjalanan menuju surga dengan damai. Wallohu’alam bi showab.