Menyikapi Rangkaian Bencana di Awal 2021

MONITORDAY.COM - Tahun 2021 artinya kita telah melewati tahun 2020, dimana pandemi covid-19 dimulai. Banyak harapan bahwa tahun ini akan lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Namun alih-alih lebih baik, di awal tahun masyarakat harus mengalami beberapa rangkaian bencana. Baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan.
Dimulai dengan tanah longsor yang terjadi di Sumedang Jawa Barat, dilanjutkan dengan gempa yang menimpa Sulawesi Barat dan banjir yang menimpa Kalimantan Selatan. 3 bencana alam tersebut datang silih berganti dalam waktu yang berdekatan.
Tak hanya bencana alam, kemanusiaan kita pun terusik dengan jumlah korban pandemi yang terus bertambah. Salah satu kelompok yang terkena dampak pandemi adalah kelompok ulama. Walaupun tak semua karena pandemi, namun Tuhan memanggil banyak ulama di awal tahun ini. Yang cukup mengambil alih perhatian adalah kepergian Syaikh Ali Jaber seorang ulama yang diterima di berbagai kelompok umat Islam.
Ada berbagai hal yang bisa kita lakukan dalam menyikapi rangkaian kejadian ini. Yang jelas putus asa bukanlah sebuah pilihan. Sikap yang tepat adalah kita harus membiasakan diri dengan bencana. Sebagaimana selama ini kita sudah berusaha membiasakan diri dengan kehadiran pandemi. Membiasakan diri dengan bencana bukan berarti kita mengundang bencana ekologis, namun kita harus siap siaga kapanpun bencana datang.
Indonesia merupakan negeri yang rawan bencana. Ke pantai terancam tsunami, ke gunung terancam gunung meletus, di tengah kota terancam banjir. Seluruh masyarakat mesti diberikan pemahaman mengenai mitigasi bencana, salah satunya dengan pendidikan. Tak hanya mitigasi, masyarakat pun harus diberi pemahaman mengenai memelihara lingkungan hidup agar tak terjadi bencana
Salah satu kelompok yang strategis untuk dibina adalah TAGANA yakni taruna siaga bencana. Kita mempunyai potensi pemuda yang besar yang bisa digerakkan saat ada bencana. Kita juga punya ribuan organisasi kepemudaan yang bisa dibina dalam soal kebencanaan.
Untuk menghadapi bencana pandemi tak ada jalan lain, kita masih harus berjuang mengalahkan keinginan kita untuk tidak mentaati protokol kesehatan. Protokol kesehatan adalah kunci untuk bisa keluar dari pandemi itu. Ditambah dengan vaksinasi yang juga harus disukseskan oleh masyarakat.
Yang jelas jangan mempolitisasi bencana yang terjadi, dengan menyebutnya sebagai azab. Kita tak dapat memungkiri masih banyak kesalahan yang diperbuat, bencana ini mungkin saja bentuk dari peringatan. Namun jangan sebut bencana ini sebagai azab, karena artinya sudah menuduh para penduduk negeri ini durhaka semua.
Lebih baik menjadikan bencana-bencana ini sebagai momen introspeksi dan refleksi agar ke depan kita bisa melakukan hal yang lebih baik lagi.