Menyikapi Kegigihan Pengusung Khilafah
Pendekatan hukum formal dan juga persekusi terbukti tak mempan menghadapi mereka.

MONDAYREVIEW.COM – Jika kita aktif bermedsos dan mempunyai circle kawan-kawan yang religius, maka pasti kita akan menemukan satu dua kawan kita yang aktif mengkampanyekan khilafah. Mereka berasal dari gerakan Hizbut Tahrir yang sudah eksis di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Pada tahun 2018, melalui Perppu Ormas pemerintah membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia karena bertentangan dengan pancasila. Walaupun organisasinya telah bubar, namun aktifisnya masih bebas mengkampanyekan gagasannya dengan beragam kemasan baru.
Salah satu alat terbaru bagi para pengusung khilafah adalah Film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN). Film ini merupakan alat kampanye agar orang tertarik dengan mendukung perjuangan mereka menegakkan khilafah. Tema yang diangkat adalah pada masa colonial, kerajaan Islam di nusantara sudah mempunyai hubungan dengan khilafah Usmani. Karena itu, menurut mereka jika dahulu pernah ada hubungan antara kerajaan Islam dengan khilafah global, harusnya hari ini umat Islam juga mendukung khilafah. Begitulah narasi yang dibangun.
Sayangnya ada beberapa blunder yang dilakukan pembuat Film JKDN, yakni mengklaim Prof. Peter Carey mendukung gagasannya. Peter Carey adalah sejarawan yang mempunyai reputasi di dunia akademik. Peter Carey memberikan klarifikasi jika dirinya sama sekali tidak pernah mengeluarkan pernyataan tentang adanya hubungan antara khilafah Usmani dan kerajaan Islam. Hal yang sama disampaikan oleh sejarawan sekaligus guru besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra. Senada dengan Peter Carey, Azyumardi pun tidak sepakat dengan klaim dalam film JKDN.
Di daerah, terjadi insiden antara Banser NU dengan seorang kiai pemimpin sebuah yayasan di Rembang. Kiai tersebut disinyalir pendukung khilafah dan pernah menghina NU. Banser yang dipimpin oleh seorang anggota legislative PKB Muafi membubarkan kegiatan yang sedang dilaksanakan dan menuntut yayasan tersebut dibubarkan. Dari film JKDN dan insiden Rembang polemic terkait khilafah mencuat kembali, tanpa ada symbol Hizbut Tahrir yang sudah dibubarkan. Namun dipastikan yang hari ini mengusung khilafah adalah para eks kader HTI di masa lalu.
Terlepas dari hal di atas, kita bisa melihat betapa gigihnya perjuangan para pengusung khilafah mengkampanyekan dan menjual ideologinya kepada masyarakat. Tak hanya dorongan moral, para pengusung khilafah juga mempunyai dorongan spiritual dalam perjuangannya. Mereka meyakini yang dilakukannya adalah misi suci perintah Allah dan Rasulullah SAW. Pendekatan hukum formal dan juga persekusi terbukti tak mempan menghadapi mereka. Maka yang perlu kita lakukan adalah pendekatan lain seperti pendidikan dan dialog.
Biar bagaimanapun, kelompok pengusung khilafah tidak sudah tercuci otaknya dan terdoktrin dengan paham Islam sebagai ideology politik. Padahal menjadikan Islam sebagai ideology politik semata sama dengan membonsai Islam. Mereka mesti disadarkan dan dibuka pikirannya bahwa memperjuangkan kembali khilafah di era sekarang tidaklah relevan. Hari ini umat Islam harus mengambil peran untuk memajukan bangsa, bukan kemudian mencoba kembali membangkitkan fosil peradaban. Jika memang khilafah itu benar ada dan janji Allah, maka itu adalah khilafah Al Mahdi yang akan turun sebelum hari kiamat, bukan khilafah ala HTI.