Menteri KLHK Diminta Beritindak Atas Kerusakan Lingkungan Akibat Aktifitas PT. Freeport

Direktur Eksekutif Center of Energy and Recources (CERI), Yusri Usman menulis surat terbuka untuk Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK). Surat ini ditulis berkaitan dengan beberapa temuan terkait kerusakan lungkungan dan hutan akibat adanya aktivitas PT. Freeport Indonesia (PTFI).

Menteri KLHK Diminta Beritindak Atas Kerusakan Lingkungan Akibat Aktifitas PT. Freeport

MONITORDAY.COM – Direktur Eksekutif Center of Energy and Recources (CERI), Yusri Usman menulis surat terbuka untuk Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK). Surat ini ditulis berkaitan dengan beberapa temuan terkait kerusakan lungkungan dan hutan akibat adanya aktivitas PT. Freeport Indonesia (PTFI).

Dalam surat terbuka tertanggal Minggu, (30/13) itu, Yusri menilai, Menteri KLHK selaku pemerintah yang menangani kasus semisal ini harus memberi tindakan serius dan tegas atas temuan-temuan tersebut, agar kerusakan lingkungan yang ada tak semakin parah. Berikut isi surat terbuka untuk Menteri KLHK:

Ibu Menteri LHK sebagai pembantu Presiden yang secara UU paling bertanggung jawab disektor Lingkungan Hidup dan kawasan hutan terhadap semua kegiatan terkait , termasuk aktifitas pertambangan menjadi salah satu obyek yang perlu dibina, diawasi dan ditertibkan secara peraturan yang berlaku apabila ditemukan pelanggarannya.

Berdasarkan banyak temuan dari berbagai pihak sejak berproduksi 1974 sampai dengan 1994 PTFI telah membuang limbah melalui sungai Aghwagon menuju sungai Ajkwa , setelah pernah mengalami bencana ditahun 1994, barulah  PTFI membangun tanggul penampungan limbah seluas 230 km2 disisi barat dan timur sungai Ajkwa yang dikenal ( Modified Ajkwa Deposition Area /ModADA ) atau  ternyata masih kurang memadai temuan dari laporan LSM Jatam , Walhi , Konsultan independen Freeport ( Parametrix), masyarakat setempat dan temuan resmi oleh BPKRI , termasuk penggunaan kawasan hutan lindung tanpa izin pinjam pakai maupun kerusakan ekosistem akibat pembuangan limbah tambang sekitar 230 juta metrik ton perharinya.

Hasil audit BPK telah menemukan akibat aktifitas tambang PTFI telah menimbulkan perubahan ekosistem akibat pembuangan limbah operasional penambangan ( tailing ) di sungai , hutan , estuary dan sudah mencapai kawasan laut .

Masih dalam lanjutan laporan BPK menyatakan hasil perhitungan jasa ekosistem yang dikorbankan oleh IPB ( Institut Pertanian Bogor) dan LAPAN ( Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional ) didapat hasil total potensi mencapai USD 13 .592.299.294 atau sekitar Rp 185 triliun.

Padahal tahun 2006 BPK sudah melakukan audit yang menyeluruh dan memberikan rekomendasi perbaikan , termasuk disarankan pembuangan limbah dari tambang ke laut melalui pipa seperti fasilitas  mengangkut konsentratnya , namun infonya selalu ditolak oleh PTFI dengan berbagai alasan tehnis dan tidak ekonomis.

Oleh karena berdasarkan 14 item hasil rekomendasi BPK tahun 2017 ada beberapa item yang merupakan tanggung jawab KLHK dalam penentuan perhitungan kerugian maupun tindakan yang harus dilakukan terhadap penggunaan kawasan hutan lindung tanpa izin pakai tentu merupakan pelanggaran berat yang bisa disanksi pidana menurut UU Kehutanan dan UU Lingkungan hidup.

Bahkan BPK dalam kesimpulan pada  butir 9 tegas menyatakan " Pengawasan Kementerian ESDM dan Kementerian LHL atas Pengeloan Lingkungan PTFI belum dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku.

Mengingat didalam isi Kontrak Karya tahun 1991 yang sudah disepakati oleh PT Freeport Indonesia mulai pasal 1 ayat 13 tentang pemahaman "Lingkungan Hidup" dan telah diatur khusus 3 butir di pasal 26 tentang kewajiban PT FI dalam mengelola lingkungan hidup sesuai undang undang dan peraturan peraturan perlindungan lingkungan hidup dan suaka alam yang berlaku sewaktu waktu di Indonesia.

Namun sayangnya penjelasan Ibu Menteri LHK dikantor BPK pada hari kamis 20/12/2018 hanya menetapkan denda terhadap izin pinjam pakai kawasan hutan lindung hanya Rp 460 miliar , dan mencabut kembali PERMEN LHK nomor 175 tahun 2018 tentang  Pengelolaan B3 ( Bahan Beracun Berbahaya ) diduga hanya atas keberatan surat dari PT Freeport Indonesia.

Begitu juga didapat informasi bahwa belum adanya persetujuan dokumen AMDAL dari Komisi Pusat terhadap aktifitas tambang bawah tanah PTFI , tetapi IUPK telah diterbitkan oleh Menteri ESDM.

Diduga banyak kebijakan kebijakan yang telah dilakukan oleh pejabat terkait terhadap PTFI telah melanggar UU dan Peraturan berlaku , selain kebijakan ini merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum dibidang pengelolaan sumber daya alam  , ternyata telah bertindak tidak adil terhadap pelaku industri lainnya , dan yang teramat dikwatirkan adalah kebijakan KLH tidak menentukan kerugian negara atas temuan audit BPK  akan berpotensi dosa dosa keruskan lingkungan oleh PTFI sejak berproduksi tahun 1974 sd 2018 akan diwariskan kepada PT Inalum tangung renteng biaya menanggulanginya sesuai porsi saham 51% , ini namanya cilaka 13.

Oleh karena itu , mohon kiranya Ibu Menteri LHK yang sangat saya hormati berkenan menjelaskan ke publik semua pertimbangan yang sudah diambil terkait temuan BPK terhadap PTFI selambatnya lambatnya pada 10 Januari 2019.

Karena saya bersama kawan kawan dari koalisi penyelamatan sumber daya alam sesuai konstitusi sudah sepakat berencana akan melaporkan dugaan pelanggaran hukum oleh pejabat negara yang berpotensi merugikan negara ke KPK terkait temuan audit BPK terhadap pelanggaran lingkungan hidup oleh PT Freeport Indonesia.