Menteri KKP: Kran Ekspor Lobster untuk Selamatkan Nelayan Lokal

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo memutuskan  membuka kran ekspor benih lobster semata-mata hanya ingin menghidupkan perekonomian rakyat.

Menteri KKP: Kran Ekspor Lobster untuk Selamatkan Nelayan Lokal
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo/net

MONITORDAY.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo memutuskan  membuka kran ekspor benih lobster semata-mata hanya ingin menghidupkan perekonomian rakyat, utamanya nelayan. Tampaknya langkah Edhy Prabowo mendapat respon negatif dari kalangan elite terbatas, utamanya di jajaran elite non-penguasa. 

Dikutip dari berbagai sumber, indikasi pihak-pihak yang terdepan dalam menyuarakan kritikan atas kebijakan Menteri Edhy adalah mereka yang berkepentingan dengan gurihnya dunia persilatan Lobster. 

Entah kenapa, ada pihak yang getol mengkritisi kebijakan Edhy Prabowo. Kuat dugaan, di balik sikap kritikan tersebut, tercermin aroma kepentingan eksklusif yang bersinggungan langsung dengan lahan bisnis orang tertentu.

Jebakan makin mengeras pasca terbitnya Permen KP Nomor 12/2020 serta adanya dua keputusan Dirjen Perikanan Tangkap No 48/Kep-DJPT/2020 dan Keputusan No 51/Kep-DJPT/2020 itu nantinya akan dibalut dalam kerangka standing position kepentingan rakyat dan negara.

Bila ditelaah dari wacana yang berkembang, terlihat bahwa beragam upaya sistematis untuk mendiskreditkan Edhy yang dijustifikasi tidak punya keberpihakan, lantaran telah menerbitkan kebijakan tersebut.

Tentu saja bagi mayoritas masyarakat “awam” yang tidak memiliki akses informasi mengenai interes bisnis politik, akan menilai kalau sikap pihak-pihak  yang menolak kebijakan Ekspor Benih Lobster merupakan sebuah cerminan keberpihakan terhadap interes rakyat dan negara.

Padahal kalau kita ikuti sepak terjang pihak-pihak yang gencar melempar kritikan pedas terhadap Menteri KKP saat ini,  tidak terlepas dari ancaman terhadap lahan bisnis pemain senior di dunia persilatan Perikanan dan Kelautan, khususnya yang terkait dengan lobster.

MerasaTerancam?

Pihak-pihak yang bersuara kencang diakui memang diperhitungkan dalam dunia bisnis untuk sektor kelautan dan perikanan di tanah air. Bahkan  santer berita, sempat di isukan memiliki relasi atau hubungan bisnis dengan pengusaha kakap di Tanah Air.

Jelas sebagai seorang pebisnis dan juga seorang pejabat, relasi tersebut tidak bisa diartikan hanya jalin hubungan perkawanan yang biasa-biasa saja. Namun harus dicurigai bila terdapat interes tertentu yang menjadi dasar dari terbangunnya relasi di antara mereka yang memiliki kepentingan.

Terlepas dari apa dan bagaimana relasi pihak-pihak yang berkecimpung dalam menjalankan roda bisnis di sektor kelautan dan perikanan. Yang pasti kritikan yang terlontar, sama sekali tidak diperuntukkan untuk membelah kepentingan masyarakat, melainkan untuk mengamankan kepentingan tertentu.

Kalau mengamati, kenapa harus melontarkan kritikan terhadap wacana Ekspor Benih Lobster hingga ditetapkannya Permen KP Nomor 12/2020, apakah ini prakondisi untuk memperlihatkan konsistensi mereka sebagai figur populis sembari mengaburkan kepentingannya yang terselubung.

Seperti diketahui, terdapat sembilan perusahaan besar yang mengantongi kuota izin Ekspor Benih Lobster. Satu diantaranya, memiliki afiliasi dengan kepentingan. Namun semua ini masih indikasi.

Di lansir dari Samudranesia yang hendak mewawancarai nelayan lobster di wilayah Banten, di katakan bahwa Pabrik Losbter di Banten merupakan perusahaan yang dikelola oleh orang-orang yang dekat dengan mereka yang berkepentingan.

“ Perusahaan R itu orang-orangnya mereka. Mereka juga nawarin ke pengepul buat jual barang ke mereka,” tutur seorang nelayan lobster di Banten, (Samudranesia.id, 30/05/2020).

Dengan demikian kritikan terhadap Menteri KP Edhy Prabowo hanya isapan jempol belaka, lantaran interes ekonomi politik cenderung kurang di akomodir.

Adanya cengkraman?

 Adanya kritik pedas yang disampaikan  bahwa kebijakan ekspor “negara hanya mendapat sebungkus rokok” sama sekali tidak mencerminkan keberpihakan terhadap nasib rakyat dan masa depan perekonomian nasional.

Tentu saja kritik prematur ini tidak bisa diterima sebagai sebuah kebenaran. Karena di samping terdapat penolakan di kalangan terbatas, mayoritas nelayan lobster justru menyambut baik kebijakan ekspor lobster.

Karenanya, yang terpenting saat ini adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada demi kepentingan rakyat dan negara, sebagaimana amanah konstitusi.

Untuk menyukseskan agenda-agenda KKP ke depannya, penting kiranya menteri Edhy mengambil opsi melakukan rotasi jabatan di tingkatan Dirjen. Mengingat sejak menjabat, tercatat Edhy baru melakukan sekali perombakan, yakni mengganti Sekjen KKP.

Personalia merupakan faktor penting dalam menentukan suksesi kebijakan. Kesalahan menempatkan personalia dapat berimplikasi buruk bagi agenda-agenda KKP di masa mendatang.

Apalagi wacana dominan yang sengaja dihembuskan oleh kalangan elite terbatas dan telah berkembang kuat di masyarakat, jika kebijakan Ekspor Benih Lobster sekadar diperuntukkan untuk mempercepat kepunahan lobster di tanah air.

Wacana ini harus diluruskan agar tak menimbulkan kekeliruan. Mengingat izin Ekspor Benih Lobster dibuat dalam kerangka kelembagaan yang demokratis – melibatkan masyarakat atau pembudidaya secara aktif – tanpa mengabaikan aspek lingkungan dengan mengedepankan prinsip hukum agar meminimalisir pelanggaran.