Mengenal Hakikat Jumat yang Sebenarnya

Pasca Islam datang, hari jum’at menjadi peruli, bukan hari pamer.

Mengenal Hakikat Jumat yang Sebenarnya
Ilustrasi foto

DALAM sejarah, ketika Islam belum hadir dan Nabi belum diutus, kaum Jahiliyah menamakan hari jumat sebagai hari A’rubah, yaitu hari dimana setiap pemuka orang Qurais menunjukkan hasil kerja secara sepekan dan di saat itulah penobatan siapa yang pantas menjadi orang yang paling sukses dalam berbagai profesi. 

Bagi pedagang maka saat itulah akan dinobatkan pedagang yang sukses, bagi para penyair saat itulah akan ditentukan siapa penyair yang memberikan inovasi keindahan syair, bagi para dukun di saat itulah akan disampaikan mantra yang terbaik yang akan membimbing mereka dan menjadi tokoh spiritual dalam menjalani kehidupan di masa depan.

Pendek kata hari A’rubah itu adalah hari pamer dan hari penobatan kesuksesan dalam meraih keduniawian. Mereka berkumpul untuk pamer hasil kerja selama 5 hari untuk mengumpulkan hal keduniawian sebagai tanda kehormatan yang akan diapamerkan di hari A’rubah, hari berbangga diri sebagai orang terhormat karena kesuksesan mereka selama sepekan. 

Setelah Nabi diutus, Allah mengajarkan suatu pemahaman yang berbeda terkait dengan hari A’rubah dengan diturunkannya ayat al-Qur’an dalam surat Al-Jumat ayat 9 yang artinya “wahai orang-orang beriman apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari jumat, maka segera kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Lalu, hari A’rubah pun diubah namanya menjadi hari jumat. Dalam Bahasa Arab kata jum’at memiliki akar kata dari aljam’u yang memiliki tiga makna yaitu sesuatu saling berkumpul, saling menguatkan atau merapatkan. Makanya surat al-Jumat diawali dengan Ashof, saling memperhatikan. Seakan-akan Allah SWT ingin menyampaikan pesan bahwa mereka diundang oleh Allah bukan untuk berbangga diri, namun tetap untuk saling memperhatikan satu dengan yang lainnya dan mereka berkumpul; di tempat yang istimewa yaitu masjid. Sehungga esensi jumat adalah bukan hanya berkumpul tapi menjadi wahana kaum muslimin untuk saling menguatkan dan saling memperhatikan.

Makanya dalam sejarah, Rasululah SAW selalu menghadirkan hari jumat sebagai jumat solusi. Bisa dikatakan, tidak pernah terjadi di jaman Nabi ada Jumat yang kemudian Nabi SAW tidak tahu jamaahnya siapa yang tidak hadir dan siapa yang membutuhkan bantuan. Maka tidak ada  sahabat yang bila memerlukan kecuali dibantu. 

Inilah yang menyebabkan para sahabat berburu kunci surga dengan menyiapkan jumat terbaik dengan menghadirkan hidangan yang terbaik dalam membantu para jamaah yang membutuhkan bantuan makan dan lain sebagainya.