Menangkal Radikalisme di Institusi Pendidikan
Upaya membentengi peserta didik dari keterpengaruhan ajaran dan ajakan kekerasan menjadi tugas bersama antara sekolah, keluarga, dan komunitas.

MASUKNYA paham radikalisme di dunia pendidikan menjadi keprihatinan kita semua, karena dapat memunculkan tindakan intoleransi pada para peserta didik. Indoktrinasi pada para peserta didik ini dilakukan dalam banyak cara seperti sudah disampaikan sebelumnya. Maka dari itu, peningkatan pemahaman peserta didik akan bahaya radikalisme menjadi penting untuk menangkal pemamahbiakannya.
Masifnya upaya penanaman paham radikalisme di dunia pendidikan ini tentu saja tak bisa diatasi oleh hanya satu pihak saja, namun butuh sinergisitas untuk menangkalnya. Upaya membentengi peserta didik dari keterpengaruhan ajaran dan ajakan kekerasan menjadi tugas bersama. Ada tiga institusi sosial yang sangat penting untuk memerankan diri dalam melindungi generasi penerus bangsa, yaitu; pendidikan/sekolah, keluarga, dan komunitas.
Poros utama upaya menangkal radikalisme adalah di sekolah. Karena institusi pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya menangkal radikalisme. Ditambah lagi, indoktrinasi paham tersebut sering terjadi di institusi sekolah saat ini. Terutama sekolah negeri, pemahaman agama yang masih kurang dari peserta didik maupun orangtua menjadi sasaran empuk dan memudahkan proses infiltrasi.
Mengenai radikalisme, Pemerintah sebetulnya telah memberi acuan melalui Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Budi Pekerti. Namun Permendikbud tersebut nyatanya kurang membumi, sehingga pihak sekolah masih kesulitan untuk mengimplementasikannya dalam bentuk program.
Dalam konteks ini, sebenarnya kepala sekolah mesti mengambil peran strategis tersebut. Kepala sekolah selaku pemimpin memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan bagi para peserta didik serta menciptakan kultur sekolah yang toleran dan demokratis. Kepala sekolah memerlukan monitoring, khususnya berkaitan dengan bagaimana proses pembelajaran dan segala proses yang berlangsung.
Dalam menjalankan tugasnya, kepala sekolah mesti mengacu pada tujuan pendidikan nasional, visi dan misi sekolah yang terencana serta termuat dalam program sekolah yang direncanakan sebelumnya. Dalam konteks yang lebih luas, kepala sekolah juga bertanggungjawab terhadap pembentukan moral karakter peserta didik dalam proses pendidikan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin diharapkan mampu menampilkan diri sebagai representasi ajaran agama yang agung, indah dan moderat. Ia harus betul-betul memastikan orang-orang terbaik di jajarannya juga memiliki paham yang sama, terutama para guru sebagai garda terdepan dalam menangkal radikalisme. Konsep-konsep seperti suasana kebersamaan, kerja keras, disiplin, optimisme yang menjauhkan dari sikap putus asa, mudah menyerah, selalu menjaga kebersihan baik lahir maupun batin.
Lebih lanjut, kepemimpinan kepala sekolah merupakan inti manajemen untuk menangkal paham radikal. Karena kepemimpinanlah yang menentukan arah dan tujuan seuah organisasi dengan memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses manajemen secara keseluruhan.
Ini artinya, kepala sekolah dengan kepemimpinannya haruslah mampu berkreasi, memberi inspirasi dan mampu memotivasi segenap potensi yang dimiliki oleh lembaga pendidikan, baik potensi internal maupun eksternal.
Dari sisi internal, kepala sekolah harus memastikan lembaganya memberikan pengalaman belajar mata pelajaran yang berbasis anti radikalisme kepada peserta didik. Baik pengalaman belajar mental, pengalaman belajar fisik, maupun pengalaman belajar sosial.
Kepala sekolah juga harus memastikan dan mengoptimalkan kegiatan-kegiatan sekolah yang mendorong aktivitas positif bagi peserta didik. Seperti kegiatan-kegiatan yang melalui kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), kegiatan ekstrakulikuler (kepramukaan, kesenian, dan lain-lain). Dengan optimalisasi kegiatan tersebut sekolah dapat memberikan ruang gerak, ekspresi dan memberikan wadah bagi siswa dalam berkarya dan mengeksploitasi dirinya dalam hal yang positif dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
Secara internal, kepala sekolah juga harus memastikan semua jajarannya terutama guru untuk saling kerjasama. Yaitu kerjasama yang rapi dan kompak antara pimpinan kepada guru, antar sesame guru dalam menghadapi, memahami dan menyelesaikan persoalan siswa. Langkah-langkah yang dilakukan antara guru satu dan lainnya, antara pimpinan satu dan lainnya harus sinkron, sehingga tak terkesan ada perbedaan.
Selain secara internal, kepala sekolah juga harus mendorong upaya pencegahan menyebarnya paham radikal di instusi pendidikan secara eksternal. Yaitu dengan mendorong institusi kedua yaitu keluarga. Dalam konteks ini, kepala sekolah juga harus memastikan dan memperkuat pola jaringan kerjasama eksternal antara sekolah dengan orangtua siswa dan masyarakat. Karena sekolah tidak bisa berjalan sendiri dalam menangkal radikalisme.
Caranya, pertama adalah dengan mengikutsertakan peran orangtua untuk menangkal masuknya faham radikalisme kepada para peserta didik. Orangtua semestinya memiliki kepedulian dan memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya dalam berbagai kesempatan sehingga anak tidak merasa dibiarkan atau tidak dipedulikan oleh orangtuanya. Lebih lanjut, orangtua harus memantau teman-teman dan lingkungan pergaulan anak-anaknya. Sehingga ketika ada indikasi masuknya paham radikalisme, orangtua bisa cepat bertindak.
Orangtua juga harus memberikan pemahaman keagamaan secara benar dan untuk kepada anak. Keluarga adalah pintu pertama masuknya pengetahuan ke dalam otak anak. Sehingga keluarga lah yang sebetulnya menjadi penentu karakter dan kompetensi dasar yang dimiliki peserta didik.
Orangtua sebisa mungkin juga memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam impelementasi atau praktik kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, orangtua bisa mengenalkan tentang kebhinekaan di lingkungannya; baik suku, bahasa, warna kulit dan terutama agama. Semua harus dibingkai oleh keharmonisan kehidupan. Anak harus diajarkan cara hidup berdampingan dan menghormati pemahaman agama orang lain.
Secara perlahan, orangtua juga bisa memberikan pemahaman kepada anak tentang bahaya gerakan radikalisme. Mulai dari ketidakharmonisan lingkungan, hingga pada kerusakan yang diakibatkannya.
Pada akhirnya, keluarga atau orangtua haruslah memberikan rasa aman, nyaman, dan menyenangkan kepada anak untuk tinggal di rumah. Orangtua harus mengambil posisi sebagai sahabat yang baik untuk anak. Sesekali, ajak anak untuk menganal ragam budaya dan agama di Indonesia, agar mereka mengenal nilai kebhinekaan.
Pihak sekolah juga bisa mengikutsertakan masyarakat luas dalam menangkal masuknya paham radikalisme. Caranya dengan membangun komunikasi antarmasyarakat, komunikasi yang baik dan kerjasama dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dengan berbagai lembaga. Bisa berbentuk bakti sosial, penyuluhan, seminar, pelatihan, dan sebagainya.