Menakar Peluang Kang Emil Mengepalai Badan Otorita Ibu Kota Negara

Menakar Peluang Kang Emil Mengepalai Badan Otorita Ibu Kota Negara
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil

MONITORDAY.COM -Meski mengaku belum mengantongi nama calon Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Presiden Joko Widodo seperti biasa melempar kriteria untuk posisi lembaga baru itu kepada publik. Secara spesifik Presiden menyebut calon kepala Badan Otorita IKN bernama Nusantara itu paling tidak pernah memiliki latar belakang arsitek sekaligus pernah menjabat sebagai kepala daerah. 

Nama calon kepala badan otorita tersebut kemudian mengerucut pada beberapa nama, yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Tumiyana, Bambang Brodjonegoro, dan Abdullah Azwar Anas.

Adapun nama-nama yang lebih spesifik; memiliki latar belakang arsitek dan pernah dan masih memimpin suatu daerah adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Walikota Makassar Danny Pomanto, dan Gubernur Aceh Nova Iriansyah.

Namun, dari empat nama tersebut Kang Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil memiliki peluang lebih besar mengepalai Badan Otorita untuk Ibu Kota Negara yang baru. 

Seberapa besar peluang Kang Emil mendapat mandat menjadi kepala badan otorita Ibu Kota Negara bernama Nusantara itu?

Kita perlu melempar ingatan ke tahun 2013, sebelumnya Bandung sangat identik dengan lalu lintas yang semerawut dan macet, jalan-jalan raya rusak, tumpukan sampah di mana-mana, banjir, dan tingkat kriminalitas yang tinggi. Untuk mengekspresikan kekesalan atas kondisi tersebut, sebagai warga Bandung, musisi Doel Sumbang menciptakan lagu ‘Bandung Kusta’.

Sejarah membuktikan, kota-kota terkemuka di dunia, seperti Roma, Athena, London, Wina, Paris, Praha, Barcelona dan lain-lain dibangun oleh para arsitek perfectionistic. Begitu juga Bandung. Ibukota Jawa Barat ini, sebelumnya dalam berbagai survei selalu menempati ranking di atas 200 dari 500 kota di Indonesia. Setelah empat tahun ditangani Ridwan Kamil, Walikota yang juga seorang arsitek, Bandung menempati ranking 1 sebagai kota terbaik di Indonesia.

Tahun 2013 Ridwan Kamil maju menjadi Calon Walikota Bandung dan meraih suara 45%, mengalahkan tujuh pasangan lain. Dalam kampanye, Kang Emil menerapkan creative campaign dengan menggunakan media sosial.

Ia membawa filter air ke kampung-kampung yang tidak memiliki akses terhadap air bersih, lalu ia meminum air yang sudah dijernihkan dengan alat itu. Adegan itu direkam dan disebarkan via sosial media. Hasilnya, di kampung-kampung itu Emil meraup 90% suara.

“Saya gunakan teknologi dan inovasi sebagai sarana branding dalam kampanye,” kata Emil.

Bagi Emil, politik adalah gelanggang yang baru sama sekali, sesuatu yang ia tidak mengerti. Ia mengaku, tidak sengaja belok jadi Walikota Bandung. Ceritanya, ketika itu sering bolak-balik Bandung-Jakarta naik travel bus. Kalau pulang ke Bandung ia selalu tidur di perjalanan. Karena Emil selalu minta kepada sopir, agar dibangunkan kalau sudah sampai Bandung.

Tapi satu kali Sang Sopir menjawab, “Pak, kalau sudah sampai Bandung, pasti Pak Emil bangun sendiri. Karena jalannya rusak.” Emil, kelahiran Bandung 4 Oktober 1971, pernah tinggal di Surabaya, Jakarta, Taipei, Jerman dan Amerika, di mana jalan-jalan rayanya rata dan bagus, merasa tersindir sopir. Kisah itu memperkuat tekad Emil untuk maju dalam Pilkada Kota Bandung 2013.

Dua kali menjabat Walikota Bandung Kang Emil kemudian mencalonkan diri ke tingkatan lebih tinggi, Gubernur Jawa Barat dengan menggandeng UU Ruzhanul Ulum dari Tasikmalaya. Di Pilkada Jawa Barat, kala itu tengah gencar kampanye dengan mempolitisasi agama seperti yang terjadi sebelumnya di Pilkada DKI Jakarta. Kang Emil tidak lepas dari serangan seperti itu. Namun jejak karya membuktikan, dia mampu meraih hati publik Jawa Barat.

Dari sisi latar belakang, arsitektur adalah cinta pertama Ridwan Kamil sebelum mengabdi sebagai kepala daerah. Karya-karyanya bisa dilihat di Bandung yang antara lain Bandung Creative Park Project, Taman Cikapayang, merevitalisasi kawasan Cihampelas Walk, mengubah wajah alun-alun Bandung, dan perubahan signifikan lainnya.

Bandung memiliki banyak bangunan tua bersejarah. Emil sebagai Walikota Bandung membuat dua 'in command rules'. Pertama, “Don’t give me agree building policy.” Jadi kalau ada arsitek yang gambar yang diajukannya jelek akan disuruh pulang, seperti sedang mengerjakan tugas akhir.

Kedua, kalau proyeknya berada di kawasan kota tua, maka gaya arsitekturnya harus kontekstual. “Gak boleh pakai kaca-kaca kayak di Dubai, karena saya ingin memperkuat karakter kota tua.”

Tahun 2017, Emil membangun gerbang kota tua. Monumen art deco di titik-titik tertentu sebagai simbol kawasan kota tua di Bandung. Supaya makin menegaskan bahwa Bandung punya benteng seperti Paris, kota tua menjadi karakter. Nanti, semua proyek di kawasan kota tua, diwajibkan bergaya art deco.

Dulu, Emil suka mencampurkan perpolitikan dalam karya arsitektur. Dua hal itu kini menjadi satu. Maka visi dalam membangun kota baru, Bandung Technopolis, adalah salah satunya. Dengan begitu, ia dituntut untuk memahami skala, maka ia mengeksekusi proyek-proyek berskala kecil, misalnya membangun halte bis dengan kreatif, sampai proyek ber skala mega.

Dalam lima tahun Emil menargetkan ada 50 bangunan baru. Visinya, bangunan yang keren-keren itu menjadikan Bandung sebagai laboratory architechture.

“Karena saya seorang arsitek, saya suka ngomentarin. Makanya saya disebut master curator. Yang ini jelek, balik lagi minggu depan, tambahin ini-itu. Kalau Bahasa Sundanya, ‘Kota Aing, Kumaha Aing!’

Kemudian saya bikin peraturan, arsitek kan mendesain sustainibility, tapi di level Walikot saya tidak bisa nyeramahin green design. Makanya, Januari 2017 lalu saya bikin saja peraturan, ‘siapa yang tidak lolos green code di Kota Bandung, tidak akan saya kasih IMB’. Nah, itu politik berinovasi menghijaukan Bandung, tidak melulu dalam bentuk menasehati design,” papar Emil.

Mengenai visi Bandung sebagai laboratory architechture, Emil mengkombinasikan filosofi ‘jangan nanggung-nanggung’ dan ‘mumpung jadi Walikota’, maka ia menggulirkan gagasan besar, memindahkan pusat pemerintahan yang kini tersebar, ke kawasan Bandung Timur.

Semacam Putra Jaya, Ibu kota baru di Malaysia, tempat berkumpulnya bangunan-bangunan pemerintah. “Nanti bangunan yang ada di tengah kota saya akan sulap jadi restoran, hotel yang sifatnya tourism venue.”

Dalam arsitektur ada terminologi main making. Konsep itu dipakai untuk merumuskan Bandung akan menjadi seperti apa. Namanya Bandung Tri.

Tri yang berarti tree atau pohon, dan Tri berarti three, tiga. Emil menerangkan, dulu untuk mengecat jalan saja minta izin dari Walikota. Betapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tidak bisa berinovasi, tidak dilatih leadership karena takut salah. Sekarang Emil melepaskan 100 jenis kewenangannya kepada SKPD.

“Sekarang saya kasih ke camat dan lurah, biar mereka gerak sendiri. Ini bagian dari reformasi mindset yang saya lakukan. Kolaborasi, kemudian mendesentralisasi,” kata Emil.

Pasar-pasar di Bandung, sekarang mulai didesain ulang. Kesuksesan pasar tradisional bagi Emil, cuma satu, ‘kalau orang kaya sudah nongkrong di pasar’. Kalau orang kaya masih males, mendingan ke mall atau ranch market berarti pasar tradisional masih belum keren.

Komoditas yang dijual di pasar-pasar tradisional, tidak harus tematik, yang penting percampuran isinya tetap relevan. Maka bisa saja satu kios menjual daging ayam, bersebelahan dengan kafe. Emil coba meredefinisi pasar, kontennya aktivitas sosial ekonomi dengan mengundang enam arsitek terbaik untuk mendesain pasar-pasar itu.

Revitalisasi pasar juga dilakukan berbarengan dengan promosi kuliner khas Sunda. Hawa Bandung yang dingin, dimanfaatkan sebagai faktor pendorong dalam membangun pusat-pusat kuliner. Bandung diproyeksikan menjadi kota yang sulit bagi siapapun untuk melakukan diet.

Inovasi yang dibanggakan Emil dalam upaya mengubah wajah Bandung adalah program satu kelurahan satu arsitek. Uang ada, tapi umumnya Lurah tidak tahu harus dialokasikan ke mana. Menurut Emil, tidak semua urusan spasial diserahkan ke Lurah, apalagi yang tidak mengerti desain, hasilnya uangnya habis hasilnya ya begitu. 

Kang Emil mengungkapkan seorang arsitek diberkahi Tuhan daya imajinasi yang kuat. Menurutnya tugas pemimpin hanya dua, membawa perubahan, dan mengakselerasi kemajuan. Kalau membawa perubahan itu menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Mengakselerasi kemajuan adalah membuat situasi yang biasa menjadi luar biasa.

Emil merasa beruntung menjadi arsitek. Karena sudah biasa menghadapi klien dengan budget terbatas, solusinya menurunkan ekpektasi tapi tetap solutif. Karya-karyanya terentang di berbagai kota. 

Sebut saja, Masjid Merapi, proyek sosial yang menggunakan abu letusan gunung merapi lalu dikonversi menjadi batako; dan Rumah Gempa Padang yang merupakan pembangunan rumah-rumah tahan gempa dengan material kayu dan bambu lokal.

Selain Masjid Merapi, pria yang memiliki gelar master dari University of California, Berkeley ini berhasil merancang sejumlah tempat ibadah yang ikonik di beberapa daerah. Antara lain, Masjid Al Safar, yang dibangun di kawasan Rest Area Tol Cipularang KM 88. Lalu, Masjid Al Irsyad di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. 

Ada lagi Masjid Raya Al-Azhar Summarecon Bekasi. Masjid ini di desain tanpa kubah dan berbentuk kubus seperti Ka'bah. Kemudian, Masjid 99 Kubah, Makassar. Masjid megah dan indah ini berada di Kota Makassar. Inspirasi 99 Kubah diambil dari jumlah Asmaul Husna. Masjid Jami'e Darussalam, terletak di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Masjid Raya Asmaul Husna, terletak di Serpong Tangerang.

Ridwan Kamil tercatat pernah menyabet beberapa penghargaan di bidang arsitektur diantaranya Winner first prize: International Design competition - Islamic Center, Beijing, RRC, dan Winner second prize: Design competition Senen District Revitalization pada 2004.

Tahun 2005, deretan penghargaan didapat antara lain Winner first prize: International Design competition Waterfront Retail Masterplan, Suzhou, RRC; Winner first prize: International Design competition Kunming Tech Park, Kunming, RRC; dan Winner first prize: Design competition - IT-Center Pupuk Kaltim, Balikpapan Winner first prize: National design competition – University of Tarumanagara.

Sebagai seorang Gubernur, Kang Emil baru-baru ini dinobatkan sebagai Best Governor for Healthcare and Action Against Pandemi dan Best Governor for E-Government and Digital Innovation dalam People of The Year tahun 2021.

Dari deretan prestasi dan pencapainnya itu rasanya jabatan Kepala Badan Otorita untuk Ibu Kota Negara baru tinggal ketuk palu Presiden. Seperti menangkap sinyal Presiden Jokowi, Ridwan Kamil tak lama ini memposting video singkat soal ibu kota negara yang dibumbui dengan caption pertanyaan, "Apa harapan kita kepada ibu kota baru ini?"