Memilih Pemimpin Berdasarkan Agama Sejalan dengan Pancasila

Memilih pemimpin berdasarkan agama sejalan dengan Al-quran dan baik untuk kemaslahatan umat danseluruh warga negara.

Memilih Pemimpin Berdasarkan Agama Sejalan dengan Pancasila
Pancasila/Istimewa

MONDAYREVIEW.COM – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta melalui Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) mengungkapkan bahwa memilih pemimpin pada gelaran Pilkada berdasarkan agama atau keyakinan sejalan dengan Al-quran dan Sunnah. Bahkan, pandangan tersebut merupakan hal yang baik untuk  tercapainya kemaslahatan umat dan bahkan seluruh warga negara.

Maka itu, jika masih ada pihak-pihak yang menuding bahwa memilih calon pemimpin pada gelaran pilkada berdasarkan keyakinan merupakan hal yang keliru dan menganggap intoleran merupakan hal yang tidak tepat. 

“Oleh karena itu, menuding sikap atau pilihan itu sebagai sikap picik, tidak demokratis, inkonstitusional, memecah-belah, intoleran atau anti-kebinekaan adalah hal yang mencerminkan mispersepsi terhadap ajaran agama sebagai rahmat,” jelas imbauan keagamaan MTT PWM DKI Jakarta.

Lebih lanjut Muhammadiyah menilai Indonesia sebagai darul ahdi wasy-syahadah memberi ruang yang lapang bagi pendalaman dan pengamalan ajaran agama, tentang kehidupan sosial-politik yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. “Semua pihak yang berkontestasi dalam demokrasi di Indonesia tidak sepatutnya mudah menuding orang lain yang mendasarkan sikapnya dalam berdemokrasi pada ajaran agama sebagai tidak demokratis atau memecah-belah,” tambahnya.

Terkait spanduk provokatif yang mengajak melarang mensalatkan jenazah bagi umat islam pendukung pasangan Ahok-Djarot pada pilkada DKI Jakarta merupakan perbuatan yang tidak tepat. “Shalat janazah adalah fardu kifayah. Bila seorang individu tidak ikut shalat jenazah, itu bukanlah perbuatan yang dilarang. Akan tetapi, ramai-ramai menolak menyalatkan jenazah muslim (yang bersyahadat dan mengerjakan amal-amal ibadah) yang secara subjektif dituduh munafik atau kafir dan mendasarkannya pada Alquran, utamanya surah at-Taubah ayat 83-84, tidaklah tepat,”

Lebih lanjut ayat tersebut berlaku bagi mereka yang benar-benar secara meyakinkan adalah kafir atau orang yang menyembunyikan kekafirannya, keingkarannya kepada ajaran tauhidullah dan risalah Rasulullah (nifaq i’tiqadi). Dan keyakinan akan nifaq (i‘tiqadi) seseorang harus berdasar nash yang jelas (sharih) karena hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang mengetahui.