Memilih Imam Shalat

IMAM shalat mempunyai keutamaan dan tempat yang luhur dalam Islam, terutama dalam pembinaan umat.

Memilih Imam Shalat
Ilustrasi foto/Net

IMAM shalat mempunyai keutamaan dan tempat yang luhur dalam Islam, terutama dalam pembinaan umat. Untuk itu harus diperhatikan dengan benar syarat-syarat dan beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh seorang imam sebelum ia memimpin shalat.

Diantara dalil yang menjelaskan keutamaan imam, Rasulullah saw. bersabda: “Apabila telah datang waktu shalat agar beradzan salah satu dari kamu dan agar menjadi imam yang paling besar (tua) dari kamu.” (HR. Al-Bukhari)

Waktu itu Rasulullah saw. masih hidup bersama para sahabatnya, maka yang menjadi imam diantara mereka dipilih yang tertua, karena rata-rata hafalan dan pengetahuan para sahabat pada waktu itu hampir sama. Dalil kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir Aljuhani, dia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa mengimami suatu kaum, maka apabila sempurna (mengimami shalat), maka baginya pahala sempurna shalat, begitu juga bagi makmum, namun jika ia (imam) tidak menyempurnakan maka bagi makmum pahala yang sempurna (shalatnya sah), tetapi atas imam itu dosa”. (HR. Imam Ahmad).

Banyak hadits shahih yang menjelaskan kepada kita siapa yang berhak menjadi imam, diantaranya hadits berikut ini: “Apabila mereka tiga orang, agar memimpin salah satu dari mereka (dalam shalat) dan yang paling berhak dari mereka untuk memimpin yaitu yang paling banyak hafalannya dari mereka.” (HR. Muslim).

Dan dalam hadits lain dari Abu Mas’ud Al-Anshari dijelaskan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang paling pandai membaca al-Quran yang akan menjadi imam kaumnya. Bila kepandaian mereka dalam baca al-Quran sama maka yang paling mengerti tentang sunah. Bila pengertian mereka tentang sunah sama maka yang paling dahulu hijrah. Bila waktu berhijrah bersamaan, maka yang paling dahulu masuk Islam.” (HR. Al-Bukhari)

Dari hadits di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa yang paling berhak menjadi imam ialah orang yang paling banyak hafalan al-Qur’annya dan memahami bab thaharah dan shalat. Karena kalau kita mau merujuk ke zaman sahabat Nabi, mereka mempelajari al-Qur’an mulai dari cara membaca sampai dengan mengamalkannya. Karena banyak juga orang yang hafal al-Qur’an, mantap bacaannya dan bagus suaranya, akan tetapi belum memahami hukum shalat bahkan belum lurus dan benar aqidahnya.

Selanjutnya apabila dalam hafalan sama, maka diantara mereka mana yang paling mengerti tentang sunah, maka apabila sama pengetahuannya, maka baru diambil dari mereka yang paling tua. Jadi, seorang imam diangkat bukan karena jabatannya di masyarakat atau terpandang. Dan seorang imam itu tidak harus keturunan Ulama, akan tetapi seorang imam diangkat karena ilmu dan aqidahnya, agar dapat membawa kebaikan dan keberkahan bagi umat di dunia sampai di akhirat.

[Mrf]