Memaknai Kehadiran Para Rasul Bagi Manusia (2)

Memaknai Kehadiran Para Rasul Bagi Manusia (2)
Sumber gambar: daruttauhid.org

MONITORDAY.COM - Sihir merupakan kebanggaan dan ditekuni masyarakat Mesir dimasa Fir’aun. Mukjizat nabi Musa AS mengalahkan sihir melalui tongkatnya. Kemampuan membuat puisi dan prosa merupakan kebanggaan dan ditekuni masyarakat Arab ketika Rasulullah diutus.

Meskipun nabi Muhammad SAW seorang ummiy (tidak mampu membaca dan menulis), Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan mengungguli kemampuan kaumnya. Perkembangan peradaban manusia saat ini ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Al-Qur’an sebagai mu’jizat abadi mengungkapkan isyarat-isyarat ilmiah dan terbukti kebenarannya.

“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kesuasan Allah” (QS.10:92) hasil penelitian Dr. Maurice Bucaile yang dituangkan dalam bukunya La Sains, La Bible et La qoran, membuktikan kebenaran ayat tersebut .   .

Fir’aun dengan pertimbangan akalnya menganggap Musa AS tidak sebanding dengan dirinya. Musa merupakan anak angkat, bukan bangsa Qibti, tidak lebih mulia dari dirinya, sehingga tidak layak mengaku sebagai Rasulullah.

Menurut pertimbangan akal Fir’aun, kebijakan memperlakukan bangsa Qibti secara manusiawi dan kaum Bani Israil secara tidak manusiawi (anak-anak lelaki kaum bani israil di sembelih dan anak-anak perempuannya dibiarkan hidup) dapat mengamankan kedudukannya sebagai raja, merupakan fungsionalisasi akal yang tidak relevan. “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah” (QS.2:249). Pertimbangan akal Fir’aun di patahkan dengan Kuasa Allah melalui bukti-bukti nyata dan kitab yang Allah turunkan kepada Rasulnya.  

Menghadapi persoalan hidup manusia menggunakan pertimbangan akal untuk memecahkannya. Ketika pilihan penyelesaian persoalan sudah diambil ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Kegelisahan dan rasa putus asa boleh jadi mencengkramnya. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia lebih baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencitai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (QS.2: 216) demikian al-qur’an memandu akal.

Kata besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dalam QS.57:25 bisa jadi merupakan analogi. Betapa diperlukan kekuatan yang maha hebat dalam konteks menyelaraskan akal dan wahyu.  Keselarasan akal dan wahyu menjadi katalisator untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan misi ganda manusia.

Korelasi dan relevansi antara bukti-bukti nyata, kitab, mizan atau neraca timbangan keadilan, dan besi menurut Profesor Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir merefleksikan elemen legislatif (bukti nyata dan kitab), elemen yudikatif (Mizan atau neraca timbangan keadilan), serta eksekutif (besi yang memiliki kekuatan) dalam bangunan kehidupan manusia  secara individu maupun institusi.   

Allah mengutus para rasul dengan bukti-bukti yang nyata diiringi, Al-Kitab, Mizan neraca timbangan keadilan, dan besi yang memiliki kekuatan yang luar biasa dan banyak manfaatnya bagi manusia  merupakan cahaya pemandu fungsionalisasi akal manusia.

Panduan ini penting terutama dalam konteks efektivitas pelaksanaan misi ganda manusia di muka bumi. Pengingkaran terhadap kehadiran rasul dan elemen-kitab suci, mizan neraca timbangan keadilan, serta pemenfaatan kekuatan besi secara majazi menjadi faktor ketidak seimbangan fungsionalisasi akal manusia yang meluncur pada kebinasan bangunan kehidupan manusia. Wallahu a’lam bishowab. (Tamat)

Garut, 24 September 2021

Penulis: Sean Arkala

Editor: Robby Karman