Melacak Agenda Perjuangan Kaum Pekerja

Melacak Agenda Perjuangan Kaum Pekerja
Suasana Peringatan Hari Buruh menyuarakan agenda kaum pekerja/ net

MONITORDAY.COM - Buruh atau kelas pekerja adalah kekuatan riil dalam ekonomi, sosial dan politik.  Buruh, pekerja, tenaga kerja atau karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau majikan. Nasibnya sering difahami sebagai kelas yang terhisap dan terinjak oleh pemodal.

Posisi buruh semakin menguat didukung konstitusi untuk bebas berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Negara dengan perangkat hukumnya memberi payung perlindungan kepada pekerja. Bahkan di saat krisis negara mau tak mau harus hadir memberi solusi bagi buruh. Termasuk dengan berbagai skema bantuan sosial.

Pada momentum Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta pemerintah memperhatikan nasib buruh pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Demikian dilansir dari situs DPR RI.

Menurut Netty, sejumlah PR pemerintah terkait persoalan pekerja masih belum terselesaikan. Mulai dari masalah perluasan outsourcing, PHK, pengurangan pesangon, sulitnya mendapatkan cuti panjang, hingga persoalan jaminan kesehatan, masih membutuhkan upaya perbaikan dan pembenahan serius.

Kondisi pekerja Indonesia makin berat di masa pandemi ini. Seharusnya negara mampu menjamin pekerja untuk mendapatkan upah yang layak untuk kehidupannya.

Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja, maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran, dan sebagainya.

Sedangkan pekerja, tenaga kerja, dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tetapi otak dalam melakukan kerja.

Akan tetapi, pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.

Pandemi dan Potensi PHK

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya disebut dengan PHK.

Hari-hari tersulit bagi dunia usaha kita lihat di depan mata. Tak kurang dari 4.000 buruh di Aceh kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sementara di Bali 79.100 pekerja dirumahkan bahkan 3.300 lainnya terkena PHK. Secara nasional salah satu data yang terungkap subsektor yang paling banyak melakukan PHK adalah industri pakaian jadi.   

Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Pengusaha dan pekerja harus memahami dan menghormati ketentuan menyangkut PHK. Sebagaimana kita ketahui pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja jika pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja dan/atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan pekerja yang bersangkutan telah diberikan tiga surat peringatan, masing-masing dikeluarkan dalam jangka waktu enam bulan dari peringatan sebelumnya secara berturut-turut.

Disamping itu PHK juga dapat terjadi jika pengusaha melakukan perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja tersebut kedalam perusahaan dengan status yang baru. Atau perusahaan tutup karena mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa (force majeur) atau perusahaan pailit;

PHK juga terjadi bila pekerja meninggal dunia, pekerja memasuki usia pensiun atau pekerja mangkir selama lima hari kerja berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah telah dipanggil oleh pengusaha dua kali secara patut dan tertulis, atau pekerja melakukan kesalahan berat dan telah tetapkan dalam putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.