Mayday di Tengah Pandemi, Serikat Pekerja : Saat Ini Rakyat Butuh Makan, Tidak Butuh Pelatihan Online

Mayday di Tengah Pandemi, Serikat Pekerja : Saat Ini Rakyat Butuh Makan, Tidak Butuh Pelatihan Online
Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat/ Net

MONITORDAY. COM - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) menyoroti sejumlah hal berkaitan peringatan Hari Buruh Internasional (Mayday) yang jatuh pada hari ini, Jumat (01/05/2020). Aspek mengevaluasi pandemi virus Corona berpengaruh fatal kepada kehidupan buruh.

Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat menyatakan bahwa peringatan May Day kali ini menjadi kesedihan mendalam bagi pekerja di seluruh dunia. Karena, pandemi Covid-19 berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan sepihak di beberapa perusahaan.

Selain itu, banyak buruh tidak dibayarkan gajinya dan terancam tak menerima tunjangan hari raya (THR). Perusahaan beralasan situasi keuangan tertekan imbas pandemi Corona.

Lebih lanjut, Mirah mengatakan perusahaan seharusnya lebih memperhatikan nasib pekerjanya, tidak hanya mementingkan pendapatan dan laba dalam keadaan|situasi seperti ini.

"Kami mendesak pemerintah untuk tegas dalam kebijakannya, agar perusahaan tetap membayar penuh gaji dan THR pekerjanya serta memberikan insentif khusus dan terbatas pada perusahaan yang terdampak," kata Mirah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (01/05/2020).

Kemudian, Mirah juga menyayangkan sikap DPR yang bersikeras melanjutkan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). Sehingga, RUU Cipta Kerja tersebut menuai banyak kritik dan penolakan dari serikat pekerja dan unsur masyarakat lain.

Sehingga, Mirah mendesak pemerintah untuk menarik kembali RUU Cipta Kerja yang dievaluasi hanya menguntungkan pengusaha, sebaliknya benar-benar merugikan pekerja.

"RUU Cipta Kerja akan menghilangkan kepastian jaminan kerja, jaminan upah dan jaminan sosial, sehingga rakyat akan semakin sulit mendapatkan kesejahteraan dan keadilan sosial," ujarnya.

Adapun, Aspek Indonesia juga meminta pemerintah membatalkan program kartu prakerja. Menurutnya, program tersebut tidak bermanfaat dan hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.

Mirah menilai anggaran sebesar Rp5,6 triliun untuk program kartu prakerja sebaiknya dialihkan dalam wujud bantuan langsung kepada masyarakat dan jaring pengaman bagi korban PHK. Bahkan, ia juga minta DPR ikut serta memberikan masukan penarikan program kartu prakerja.

"Saat ini rakyat butuh makan, tidak butuh pelatihan online," ucapnya.