Mari Mendongeng dengan Bahasa Daerah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan lebih dari 50 buku bahan ajar berbahasa ibu atau bahasa daerah untuk anak-anak usia dini.

Mari Mendongeng dengan Bahasa Daerah
Festival dan Kreativitas Anak Usia Dini 2017 (Kemdikbud)

MONDAYREVIEW.COM – Ada banyak cara untuk menyampaikan nilai-nilai moral, salah satunya lewat mendongeng. Mendongeng juga akan menginternalisasi nilai-nilai moral kepada anak-anak sejak usia dini, sekaligus dengan cara yang menyenangkan.

Mengingat pentingnya mendongeng, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan lebih dari 50 buku bahan ajar berbahasa ibu atau bahasa daerah untuk anak-anak usia dini. Peluncuran buku berbahasa ibu untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) itu dilakukan dalam Festival dan Kreativitas Anak Usia Dini 2017 yang diikuti lebih dari 1.600 anak usia dini dari berbagai wilayah Indonesia. Ada pun tujuan pembuatan bahan ajar berbahasa ibu yakni untuk meningkatkan kreativitas pendidik PAUD dalam mendongeng atau membaca buku cerita sekaligus melestarikan bahasa ibu yang beragam di Indonesia.

Sebanyak 55 buku cerita berbahasa ibu yang diterbitkan Kemendikbud antara lain menggunakan bahasa Padang Solok, Sunda, Betawi, Tegal, Aceh Selatan, Batak Karo, Batak Toba, Simalungun, Melayu, Palembang, Banjar, Dayak, Sanggau, Minahasa, Manado, Bugis, dan Ambon.

Ada pun bahan ajar yang dibuatkan versi bahasa ibu bersumber dari empat judul buku yaitu Si Tupai, Aku Suka Buah, Kucing Emas, dan Siapa Yang Paling Cantik?. Buku-buku tersebut diterjemahkan ke dalam 55 bahasa daerah dan diberikan secara gratis kepada lembaga PAUD di seluruh Indonesia.

Direktur Pembinaan PAUD Kemendikbud, Ella Yulaewati mengatakan pengenalan pra-keaksaraan dengan menerbitkan bahan ajar menggunakan bahasa ibu bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan interaksi serta menunjang pengembangan kemampuan berbahasa, kemampuan sosial dan kognitif, serta menumbuhkan kecintaan anak usia dini terhadap bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya.

“Bahasa ibu memberikan pemaknaan yang lebih mendalam membentuk karakter anak karena melibatkan rasa, selera, petuah, dan kearifan lokal. Bumbu cita rasa dan kearifan lokal yang disenandungkan dan dituturkan dalam bahasa ibu ini harus dilestarikan sehingga tidak hilang,” kata Ella dalam Festival dan Kreativitas Anak Usia Dini 2017 seperti dilansir situs Kemdikbud, di Puri Ardhya Garini, Jakarta, Rabu (10/5).