Manuver Politik PKB Goyang Kursi Mendikbud, Muhadjir Effendy
PKB seharusnya mengevaluasi kinerja anak buah yang duduk di Pemerintahan.

MONDAYREVIEW.COM – Analis politik dari POINT Indonesia, Arif Nurul Imam mengatakan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar untuk tidak terus merongrong kebijakan sekolah 8 jam yang akan diterapkan oleh Kemendikbud. Seharusnya, Muhaimin mengevaluasi kinerja anak buah yang duduk di Pemerintahan. Pasalnya, kader-kader PKB yang menjadi menteri mendapat sorotan publik, termasuk soal transparansi dan akuntabilitas.
Arif mencontohkan, seperti jual beli jabatan rektor yang diduga melibatkan Menristek Dikti Muhammad Nasir; Kemenpora yang dipimpin Imam Nahrawi mendapat predikat disclaimer dari BPK yang membuat Presiden marah; apalagi Mendes-PDTT Eko Putro Sandjojo ditengarai terkait dengan kasus suap ke BPK berkaitan pemberian opini WTP yang saat ini sedang ditangani KPK.
"Padahal PKB yang getol menolak kebijakan ini justru memiliki menteri yang kinerjanya jeblok," tegasnya.
Lebih lanjut langkah yang dilakukan oleh Muhaimin sebenarnya ingin menggoyang kursi Mendikbud Muhadjir Effendy. "Ini hanya wacana untuk menggoyang agar Mendikbud direshuffle," imbuhnya.
Sebab, Arif menjelaskan, kekhawatiran pelaksanaan bagian dari kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) akan mematikan Madrasah Diniyah sudah dibantah. Bahkan dengan semakin banyak waktu siswa belajar, Madin akan lebih diuntungkan.
Berdasarkan penjelasan Mendikbud, bukan berarti belajar di kelas selama delapan jam, melainkan diisi dengan kegiatan lainnya. Tempat belajar juga tak hanya di bangku sekolah, tapi juga di lingkungan seperti masjid, gereja, museum, taman budaya, dan tempat-tempat lainnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta, M. Huda Prayoga mengatakan langkah PKB yang mengancam tidak mencapreskan Jokowi di 2019 jika tidak mencabut kebijakan sekolah 8 jam Senin-Jumat yang dikeluarkan Mendikbud Muhadjir Effendy merupakan dagelan politik. Bahkan ia menyarankan kalau memang serius mengancam, sebaiknya keluar dari koalisi partai pendukung pemerintah dan tarik semua kadernya dari kabinet.
"Saya pikir kalau PKB konsisten & serius dengan ancaman tidak mencapreskan Pak Jokowi di 2019, baiknya PKB keluar dari koalisi pemerintah & menarik menteri-menterinya dari Kabinet Kerja Jokowi. Jika itu tidak dilakukan, maka ancaman PKB itu hanyalah dagelan politik," jelasnya.
Menurutnya ancaman yang dilakukan PKB tersebut menjatuhkan wibawa Presiden."Ya, kalau orang nomor satu dengan kinerja yang cukup memuaskan rakyat terus diancam kayak gitu, ya turun dong wibawanya. Apalagi ancaman tersebut berdasar dari kebijakan pembantu Presiden yang berikhtiar keras untuk mensukseskan nawacita Presiden,"tambahnya.
Huda menduga PKB telah mempolitisisasi kebijakan tersebut untuk kepentingan politik mereka di basis warga NU. "Ada indikasi mengambil hati & meraih simpati warga NU agar semakin membangun popularitas PKB di kalangan NU, khususnya Pak Muhaimin Iskandar yang beberapa waktu lalu didorong PKB untuk menjadi cawapres di 2019,"demikian Huda.