Luar Jawa dan Inklusi Keuangan Daerah
Kredit yang terpusat di Pulau Jawa menunjukkan belum meratanya aktivitas dan pembangunan ekonomi. Diperlukan kebijakan afirmatif agar Luar Jawa semakin terhubung dengan akses keuangan utamanya kredit permodalan usaha. Pendek kata dibutuhkan inklusi keuangan daerah. Definisi inklusi keuangan, dilansir dari Bank Dunia, adalah hak bagi setiap individu atau bisnis yang mempunyai akses untuk mempunyai keuangan yang cukup mampu untuk membeli barang atau jasa dengan cara yang efektif dan berkelanjutan.

MONDAYREVIEW.COM – Kredit yang terpusat di Pulau Jawa menunjukkan belum meratanya aktivitas dan pembangunan ekonomi. Diperlukan kebijakan afirmatif agar Luar Jawa semakin terhubung dengan akses keuangan utamanya kredit permodalan usaha. Pendek kata dibutuhkan inklusi keuangan daerah. Definisi inklusi keuangan, dilansir dari Bank Dunia, adalah hak bagi setiap individu atau bisnis yang mempunyai akses untuk mempunyai keuangan yang cukup mampu untuk membeli barang atau jasa dengan cara yang efektif dan berkelanjutan.
Jadi, inklusi keuangan ini bisa diartikan sebagai keadaan masyarakat dalam mengakses/menggunakan produk layanan jasa keuangan seperti perbankan, asuransi, investasi, teknologi finansial dan lain sebagianya.
Terkait dengan hal tersebut Presiden RI Joko Widodo meminta seluruh tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD) untuk meningkatkan inklusi keuangan di berbagai daerah karena hingga saat ini penyaluran kredit bank umum masih terpusat di Pulau Jawa.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional TPAKD yang digelar virtual, Kamis, Presiden Jokowi menyebut sebanyak 73,7 persen kredit bank umum masih terpusat di Pulau Jawa hingga September 2020.
Selain itu, di kawasan Asia Tenggara, indeks inklusi keuangan Indonesia juga baru sebesar 76 persen atau lebih rendah dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
Menurut Presiden, program KUR, kredit ultra mikro, bank wakaf mikro, dan lainnya harus terus ditingkatkan penyerapannya. Harus ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan kelas UMKM Indonesia.
Presiden meminta TPAKD yang saat ini terdapat di 32 propinsi dan 165 kabupaten/kota, untuk turut menggencarkan akses pembiayaan bagi pelaku UMKM agar dapat mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Peningkatan inklusi keuangan akan mendorong keadilan sosial, dan meningkatkan kesejahteraan serta taraf hidup masyarakat di daerah.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi meminta peningkatan inklusi keuangan ditempuh dengan kampanye literasi keuangan yang lebih agresif agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang akses keuangan, dan memperbanyak masyarakat yang aktif menabung di lembaga keuangan.
Cara-cara baru dalam melakukan sosialisasi dan edukasi harus terus dilakukan melalui berbagai cara. Cara yang inovatif termasuk seni dan budaya, yang sesuai dengan karakter kekinian. Serta melibatkan lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, termasuk bekerja sama dengan para tokoh yang berpengaruh.
TPAKD, kata Presiden, juga harus lebih aktif mendorong pendirian berbagai kelompok usaha, seperti kelompok tani, dan koperasi. Upaya itu juga dapat dibarengi dengan menanamkan model kerja korporasi dalam koperasi.
Selain itu, TPAKD juga perlu memperkuat infrastruktur percepatan akses keuangan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mendirikan PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida), mendirikan lembaga keuangan mikro, menyediakan agen bank di setiap desa, termasuk juga mempercepat penerbitan obligasi daerah.
Percepatan ini tidak mungkin dilakukan jika caranya masih biasa-biasa saja. Harus ada terobosan baru yang inovatif dan efisien.
TPAKD dibentuk oleh pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016. Tim ini terdiri dari pemerintah, OJK, Bank Indonesia, instansi vertikal di daerah dan industri jasa keuangan, serta pemangku kepentingan terkait lainnya.
Di sisi lain, untuk mendukung tercapainya inklusi keuangan diperlukan pula literasi keuangan. Tujuannya, agar masyarakat paham dalam memilih dan menggunakan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan tidak lagi memiliki skeptisme/curiga terhadap produk dan layanan keuangan.
Tujuan umum dari inklusi keuangan adalah meningkatkan perekonomian masyarakat dengan cara mengurangi ketimbangan ekonomi melalui peningkatan dan pemerataan akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan.
Data Global Findex tahun 2017 melaporkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia mencapai 48,9% atau 12% lebih tinggi dibanding hasil Global Findex tiga tahun sebelumnya. Pada 2014, baru sekitar 36% penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal.
Sayangnya, dari data tersebut tentu bisa dilihat bahwa akses layanan keuangan di Indonesia masih belum merata atau sekitar 51,1% masyarakat tergolong unbankable atau belum tersentuh akses keuangan.
Apabila inklusi keuangan terwujud, berikut keuntungan-keuntungannya, seperti yang dikutip dari situs Bank Indonesia. Manfaatnya antara lain akan meningkatkan efisiensi ekonomi, mendukung stabilitas sistem keuangan, mengurangi shadow banking atau irresponsible finance, mendukung pendalaman pasar keuangan, memberikan potensi pasar baru bagi perbankan, dan mendukung peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia, berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan berkelanjutan, serta mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan.
Dari sisi OJK, Inklusi keuangan memiliki tiga hal penting bagi perekonomian akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong proses pemulihan ekonomi nasional, dan mendukung daya tahan ekonomi masyarakat dalam kondisi apapun.
Dikutip dari siaran rilis OJK, Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, "Kami meyakini, dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat yang lebih baik mengenai produk dan layanan keuangan diiringi kemampuan pengelolaan keuangan yang memadai akan dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka dalam beraktivitas ekonomi."
Adapun guna mencapai tujuan inklusi keuangan, OJK? telah menjalankan beberapa program guna meningkatkan akses keuangan masyarakat antara lain program KUR klaster, Laku Pandai, Jaring, Bank Wakaf Mikro dan Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir (KPMR) yang dikoordinasikan dalam Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah yang saat ini telah berjumlah 195 di berbagai daerah di Tanah Air.
Di tahun 2020 ini, OJK bersama kementerian/lembaga, regulator keuangan, dan industri jasa keuangan juga menyiapkan program yang sesuai dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) seperti meningkatkan jumlah penabung di masyarakat melalui program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR).
OJK terus mendorong pengembangan ekosistem digital akses produk dan layanan jasa keuangan sehingga mempermudah dan meningkatkan daya jangkaunya ke pelosok daerah. Beberapa proyek percontohan telah dibangun seperti digitalisasi aktifitas BWM, Kurbali.com dan juga UMKMMU yang berkerjasama dengan Kementerian dan Lembaga terkait.
OJK memiliki program seperti pemberian kredit atau pembiayaan bagi masyarakat serta pelaku usaha mikro dan kecil melalui kegiatan business matching; penjualan produk dan layanan jasa keuangan berinsentif (pemberian discount, cashback, point, bonus atau reward); kegiatan pameran virtual, pembukaan rekening, polis, efek dan lainnya; termasuk kampanye dan publikasi program literasi dan inklusi keuangan, serta perlindungan konsumen.