Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Hanyalah Kegenitan Politik

Perpanjangan masa jabatan Presiden tidak ada dalam agenda. Bahkan, PDIP sebagai pemenang pemilu 2019  sudah menyatakan pembahasan tersebut tidak urgen.

Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Hanyalah Kegenitan Politik
Pakar Komunikasi Politik, Dr Lely Ariannie Napitupulu (Foto: Lely)

MONITORDAY.COM - Pakar Komunikasi Politik, Dr Lely Ariannie Napitupulu menyoroti wacana perpanjangan masa jabatan Presiden hanyalah kegenitan. Boleh jadi yang menghembuskan wacana tersebut kurang menikmati kopi pagi. 

“ Tentunya jika gossip ini makin digosok yah makin sip, yang ngegosip perpanjangan masa jabatan presiden hanya karena takut dan gelisah basah, apa urgensinya ngebahas saat ini? namun di negara demokrasi,  biarlah wacana itu berkembang, artinya publik menaruh perhatian terhadap berlangsung proses demokrasi” ujarnya

Menurutnya,  perpanjangan masa jabatan presiden tidak ada dalam agenda. Bahkan, PDIP sebagai pemenang pemilu 2019  sudah menyatakan pembahasan tersebut tidak urgen. Seharusnya,  isu tersebut tidak perlu ditanggapi dan biarkan Presiden Jokowi   menyelesaikan tugas-tugasnya hingga ditahun 2024.

"Taat pada konstitusi lah. Jika perintah konstitusi saat ini  dua periode, ya ikut saja, jika ada perubahan konstitusi tentu itu bukan untuk membahas perpanjangan waktu untuk presiden, karena kalau itu yang terjadi ini akan menjadi satu kegaduhan yang tidak perlu terjadi, publik saat ini sedang menunggu kerja pemerintah ” lanjutnya

Pakar Komunikasi Politik Universitas Bengkulu dan Ketua program Magister Komunikasi Universitas Jayabaya Jakarta  ini juga menyoroti  3 wacana  yang saat ini santer dibicarakan. Pertama, sebaiknya masa jabatan presiden 1 periode dengan tenggat waktu hanya 8 tahun karena 5 tahun, dinilai tidak cukup dan potensi mengurus bangsa kurang maksimal. Kedua, publik  menilai masa jabatan presiden seperti biasa, mengikuti konstitusi yakni membolehkan 2 periode,  asumsinya 5 tahun  pertama, dijadikan sebagai indikator penilaian publik, publik bisa menilai kelayakan orang tertentu layak atau tidak dipilih kembali diperiode ke-2.  Ketiga, ada anggapan agar lebih maksimal target-target pembangunan, masa jabatan harus 3 periode, sehingga presiden lebih fokus, hal ini pun tidak bisa dipungkiri. Namun isu perpanjangan masa jabatan belum elok dibahas diawal masa jabatan Presiden Jokowi di periode ke-2 ini.

Dari ke-3 wacana diatas, Lely lebih memilih opsi yang saat ini berlaku, selama belum ada perubahan, ikuti saja konstitusi yang berlaku. Perihal evaluasi pilpres 2019 dengan berbagai dinamikanya, tentu harus ada mekanisme yang perlu dibahas lebih lanjut secara ilmiah yang melibatkan semua pihak.