Link and Match Sepanjang Zaman
Jangan sampai link and match hanya sebatas teori.
SEKIRA 15 menit dari Pantai Sanur, Denpasar Bali, ada sebuah hotel sederhana dan harga terjangkau namun tak kalah lengkap fasilitasnya dengan hotel-hotel sekelas Grand Inna Garden, atau bahkan Abian Srama Hotel. Menyediakan wi-Fi gratis di seluruh area. Kamar-kamar di guest house yang ber-AC, dan menyediakan TV dan area tempat duduk untuk para tamu. Kamar-kamar kelas deluxe maupun suite, yang setara bintang 3.
Itulah Edotel Denpasar, salah satu edotel atau Jaringan Hotel Training yang dimiliki SMKN 3 Denpasar. Hotel sekaligus tempat siswa-siswi jurusan perhotelan SMKN 3 Denpasar melakukan praktek. Pihak sekolah, memang berusaha menyulap hotel ini menjadi hotel yang sesungguhnya agar para siswa dapat melakukan praktek laiknya di hotel sungguhan.
Disupervisori oleh anak muda yang juga lulusan SMKN 3 Denpasar, yakni I Made Noviantara Putra, peraih juara 1 LKS Akomodasi Perhotelan Tingkat Provinsi Bali tahun 2014, Edotel Denpasar didorong untuk meningkatkan kemampuan siswa secara teknis sekaligus meningkatkan kebekerjaan para siswa.
Menurut Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Nyoman Aris Suparni S.Pd., M.Pd., dalam konteks kebekerjaan, SMKN 3 Denpasar memandang bila tema link and match sebagai sebuah proses yang yang tidak boleh berhenti di satu titik saja, perjuangannya tak boleh padam agar terus sesuai dengan perkembangan zaman. “Semangatnya adalah jangan sampai link and match hanya sebatas teori. Namun lebih ke link and match yang sesungguhnya harus seperti apa,” ujarnya.
SMKN 3 Denpasar, menurut Aris Suparni, selama ini selalu melakukan evaluasi dari awal. Mulai sejak rencana merintis SMKN 3 Denpasar menjadi RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), sampai akhirnya hari ini memiliki kelas industri untuk menjawab tantangan zaman.
Kelas industri memang biasanya diperuntukkan siswa-siswi SMK di jurusan teknologi. Namun pihak SMKN 3 Denpasar merasa tidak ada salahnya jika program tersebut juga diterapkan di sekolah jurusan pariwisata dan perhotelan. Apalagi setelah adanya inisiasi pertemuan dengan Swisscontact Bali, upaya mendirikan kelas industry untuk link and match pun kian niscaya.
“Tidak hanya teman-teman dari jurusan teknologi saja yang bisa datang ke Yamaha, Honda dan sebagainya, namun ini juga bisa dilakukan anak-anak dari jurusan perhotelan. Kenapa tidak anak-anak belajar di hotel. Untuk memastikan kualitasnya,” ujar Aris.
Itulah kenapa, ketika Direktur PSMK bertanya kepada SMKN 3 Denpasar, soal kemungkinan melakukan kerjasama dengan pihak industri, SMKN 3 Denpasar pun menyatakan sudah melakukannya sejak setahun terakhir. Dimana kini SMKN 3 Denpasar memiliki 3 kelas industri.
Selama setahun, anak-anak akan belajar di industri. Mulai dari perhotelan, ada satu kelas namanya kelas Windam. Ini lantaran yang kelak mengambil lulusan SMKN 3 Denpasar setelah belajar satu tahun adalah di Windam Group; baik itu Ramada Sunset Root, Windam 4, Windam Kuta, dan Windam yang lain.
“Jadi anak itu memang fokus selama setahun di industri (hotel). Di semester 2 kelas x. kemudian dilanjutkan di Kelas XI semester Ganjil,” terang Aris Suparni.
Selain kelas industri perhotelan, SMKN 3 Denpasar juga sudah mulai mengaktifkan kelas industri jurusan Tata Boga. Kelas ini merupakan pilot project. Sebagai percontohan, apakah berhasil atau tidak. Jika berhasil, maka di tahun selanjutnya kelas ini akan lanjutkan dan dikembangkan. Kelas-kelas lainnya di jurusan Tata Boga juga akan membuat kelas industri lainnya.
Untuk di jurusan Tata Kecantikan, tahun ini SMKN 3 Denpasar mendapat bantuan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan mereka. Program ini merupakan kerjasama dengan Direktorat PSMK dan PT Loreal. Teknisnya, dari pihak loreal akan datang mengajar, disamping sebelumnya para guru juga sudah dilatih di sana.
Dalam pelaksanaannya, Pimpinan sekolah sempat menemukan kendala; karena selain mengikuti kegiatan belajar yang produktif, para siswa juga mesti mengikuti kegiatan ekstra. Selain kelas produktif, mereka harus belajar agama, maupun pramuka.
Namun, setelah melakukan kajian dan konsultasi, ternyata materi agama maupun pramuka itu tak mesti disampaikan secara kaku; mengikuti kegiatan pramuka dan berbaju pramuka. Ada intisari pelajaran kepramukaan, yang juga dapat disampaikan di saat mereka mengikuti kelas industri. Dengan begitu, dari sisi kurikulum materi kepramukaan itu bisa dikawinkan dengan kurikulum yang ada di industri.
Setelah keduanya dikawinkan dan dicari intisari mana yang seharusnya dapat digunakan untuk para siswa sehingga mereka bisa lulus dan diterima industri. Setelah itu, muncullah kurikulum implementatif, yang disusun oleh pihak sekolah dan industri. Intinya, tidak ada pihak yang mesti mengalah, melainkan keduanya saling menguatkan.
Untuk selanjutnya, barulah dilakukan perekrutan secara teknis. Caranya, 30 persen diambil dari siswa-siswi yang memiliki NEM bagus, lalu 30 persen dari yang nilainya menengah, dan 30 persen dari yang NEM-nya kecil.
“Tentu ini prosesnya panjang mulai perekrutan saya tidak ingin anak direkut yang bagus-bagus saja karna tidak menggambarkan hasil saya ingin 30% yang bagus dari NEM 30% yang menengah 30% yang emang Nem-nya kecil-kecil,” pungkas Aris Suparni.