Larangan Cadar dan Kesalahan Mengidentifikasi Radikalisme

Dengan alasan sebagai Islam moderat, banyak kampus melarang mahasiswinya untuk bercadar. Apakah cadar identik dengan radikalisme?

Larangan Cadar dan Kesalahan Mengidentifikasi Radikalisme
mahasiswi bercadar

MONDAYREVIEW- Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta melarang mahasiswinya menggunakan cadar. Pihak kampus menganggap penggunaan cadar berkaitan erat dengan gejala radikalimse. Kebijakan ini menuai polemik dan dianggap diskriminatif.  

Pihak kampus telah menerbitkan Surat Edaran Nomor B-1301/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 perihal Pembinaan Mahasiswa Bercadar. Surat itu ditandatangani Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi dan ditujukan kepada dekan fakultas, direktur pascasarjana, dan kepala unit atau lembaga.

Mereka diminta mendata mahasiswi bercadar. Data diberikan kepada Wakil Rektor III paling lambat 28 Februari 2018. Pihak kampus juga sudah membentuk tim konseling untuk memberikan pendampingan kepada mahasiswi bercadar.

"Surat edaran dibuat untuk menertibkan kampus mengingat Kementerian Agama ingin kampus menyebarkan Islam moderat, yakni Islam yang mengakui dan mendukung Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI," ujar Yudian dalam jumpa pers di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas menyebut pengaitan cadar dengan radikalisme merupakan pernyataan yang penuh stigma. Secara akademis, hubungan antara cadar dengan kecenderungan radikal juga ramai perdebatan.

“Pencegahan apa? Itu pendapat dia kan ya, coba pendapat orang lain pasti tidak begitu kan. pernyataann itu stigmatik sekali. Mahasiswa saya juga banyak bercadar dan saya tidak percaya dia seperti itu,” ujar Dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Sebuah jurnal berjudul Jiwa-Jiwa Tenang Bertabir Iman, Studi Fenomenologi Pada Mahasiswi Bercadar di Universitas Negeri Umum Kota Yogyakarta terbitan Jurnal Empati, Universitas Diponegoro menyimpulkan, ada dua faktor utama seseorang memutuskan bercadar, pertama pencarian jati diri dalam kehidupan agama dan kedekatan kekaguman terhadap figur wanita bercadar yang memicu terjadinya proses modeling.

Adapun faktor lain adalah adanya perasaan tidak aman terhadap lawan jenis, keinginan untuk melindungi diri dari tindak kejahatan, serta adanya keinginan untuk menjaga prinsip-prinsip pribadi seperti menjalani kuliah dengan fokus dan  menjaga diri dari maksiat yang dilarang dalam agama.

Penulis menjabarkan, stereotip negatif terhadap wanita bercadar menyebar secara luas di ranah domestik ataupun internasional. Stereotip adalah generalisasi sikap, keyakinan, dan opini terhadap individu yang berasal dari budaya lain (Brigham, dalam Dayakisni & Yuniardi, 2012).

Stereotip yang negatif  adalah akibat dari generalisasi yang terlalu sederhana dan tidak komprehensif (overgeneralization). Stereotip merupakan sumber terjadinya prasangka (evaluasi negatif atau positif terhadap kelompok tertentu) yang dapat berujung pada terjadinya diskriminasi.

Dalam penelitiannya, sejumlah partisipan yang mengalami diskriminasi yang justru memotivasi mereka untuk mempertahankan jilbab dan nilai-nilai agama Islam yang diyakini guna memperjuangkan hak kebebasan sebagai warga negara.

Hak Beragama yang Dilindungi Negara

Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Alhabsyi menyatakan penggunaan cadar merupakan hak asasi yang dilindungi negara. Menurutnya, bercadar adalah bagian ajaran agama dan bagian dari praktik kebebasan beragama dan berkeyakinan. 

"Tentunya ini merupakan salah satu hak dasar yang dilindungi dalam kerangka hak-hak azasi manusia," katanya. Ia menjelaskan, kebebasan beragama sebagai suatu hak asasi manusia berlaku secara universal. Sebagaimana diatur dalam pasal 18 Universal Declaration of Human Right yang memberikan perlindungan bahwa setiap individu mempunyai hak kebebasan untuk beragama.

Kebebasan menjalankan agamanya juga diatur dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, “Hak beragama seperti ini tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat," paparnya.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tabligh, Yunahar Ilyas mengatakan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tak sepantasnya melarang mahasiswanya bercadar, pihak kampus diminta membuka ruang dialog  agar tak timbul kesan diskriminatif.

“Karena ini dunia pendidikan ya dikedepankan dengan dialog. Jadi jangan sampai dilarang, kalau dilarang nanti menjadi melanggar hak mereka,” katanya. Ia juga mendorong mahasiswi yang bercadar untuk terus memperjuangkan haknya menggunakan cadar.

Kampus yang Melarang Cadar

Kasus pelarangan cadar tidak hanya terjadi di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta saja. Sebelum ini beberapa kampus di Indonesia juga pernah mengeluarkan pelarangan serupa. Berikut daftar universitas yang melarang cadar, dihimpun dari berbagai sumber.

Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Rektor Universitas Lambung Mangkurat(Unlam), Sutarto Hadi pada April 2015 menyebut, pihaknya menyepakati tidak mengizinkan mahasiswi menggunakan cadar. Penggunaan cadar terlarang saat mengikuti aktivitas perkuliahan. Penggunaan cadar dianggap menghambat proses belajar-mengajar.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Dede Rosyada mengaku pernah memecat seorang dosen terkait penggunaan cadar saat mengajar. Ia memberikan pilihan melepas cadar atau mengundukan diri,sang dosen memilih mengundurkan diri. Berita ini mencuat ke publik pada Juli 2017.

IAIN Jember. Pada April 2017, aturan larangan bercadar diberlakukan di IAIN Jember. Alasannya, Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik IAIN Jember, Nur Salikin mengatakan bahwa cadar dinilai tidak mencerminkan Islam yang ramah dan menyejukan.

Universitas Pamulang Tangerang. Agustus 2017 pihak kampus mengeluarkan kebijakan pelarangan Cadar dan Rambut Gondrong, karena dinilai menganggu proses belajar mengajar. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Ir. Sewaka.

Universitas Tribuwana Tunggadewi Kota Malang. September 2017, dua mahasiswi mengaku mendapat pelarangan menggunakan cadar di kampusnya. Keduanya mengaku diancam dikeluarkan jika tidak melepas cadar. Mereka Sari Wulandari (20) dan Giah Dewi (20). Pihak kampus membantah adanya pelarangan. Pihak Unitri juga membantah kalau dua mahasiswanya dipaksa melepaskan cadar.

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rektor UIN, Yudian Wahyudi, mengeluarkan surat keputusan untuk membina mahasiswa bercadar di kampusnya. Surat Keputusan Rektor UIN Yogya menyatakan mahasiswa bercadar wajib mendaftarkan diri sebelum 28 Februari 2018.

[Suandri Ansah]