Kritik dan Apresiasi 4 Tahun Pemeritahan Jokowi-JK

MONDAYREVIEW.COM- Tak ada gading yang tak retak. Kekurangan pasti ada dalam setiap era pemerintahan. Termasuk dalam era Jokowi-JK yang telah menginjak tahun keempat. Diantara kritik tersebut dalam ranah ekonomi dapat diidentifikasi antara lain tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi 7%, kenaikan BBM dan tarif listrik, terbatasnya lapangan kerja, utang luar negeri yang meningkat, dan melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah.
Sementara itu dari sisi penegakan hukum, Pemerintahan ini dinilai mandeg dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Penegakan hukum juga dinilai cenderung tebang pilih dan diskriminatif terutama terhadap sebagian kelompok yang diidentifikasi sebagai pihak yang berseberangan dengan suara Pemerintah berkuasa.
Di ranah sosial, Pemerintahan ini juga dinilai kurang optimal dalam penanganan berbagai dampak yang timbul akibat bencana alam. Koordinasi antar sektor dalam merespon bencana alam terutama yang terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah belum sepenuhnya padu. Beruntung peran lembaga-lembaga non-pemerintah mampu memberikan dukungan yang berarti bagi berbagai upaya kemanusiaan.
Di sisi lain, Pemerintah juga mengklaim telah banyak melakukan langkah yang diperlukan untuk mewujudkan janji-janji politik Presiden Jokowi yang tertuang dalam Nawacita. Walaupun pertumbuhan ekonomi hanya ada dalam kisaran 5% namun hal tersebut dinilai realistis bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi dunia yang juga melambat. Menjaga pertumbuhan ekonomi tetap stabil dengan bukti inflasi yang relatf rendah menjadi salah satu argumen keberhasilan Pemerintah.
Terkait dengan kenaikan harga BBM dan tarif listrik, Pemerintah beralasan bahwa hal tersebut adalah konsekuensi dari pengurangan subsidi yang selama ini sangat memberatkan APBN. Apalagi hal tersebut di tengah harga minyak mentah dunia yang merangkak naik.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak mentah dunia terus menguat dalam beberapa waktu terakhir. Pekan ini saja, Brent telah menembus level US$ 80 per barel, sementara produksi BBM rata-rata di setiap bulan hanya sebesar 778.505 barrels oil per day (BOPD). Kemudian di sisi lain, kebutuhan BBM sudah mencapai sekitar 1.600 BOPD. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, Pertamina harus mengimpor lebih dari 800.000 BOPD. Demikian dilansir detik (11/10/2018)
Terkait pencapaian dalam pembangunan infrastruktur Pemerintah Jokowi-JK tergolong melakukan melakukan lompatan yang fantastis. Walau masik banyak proyek strategis nasional yang batal dilakukan setelah dilakukan kajian lebih lanjut.
"Sampai 2018 telah terbangun 3.432 km jalan nasional," kata Basuki dalam acara 4 Tahun Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Auditorium Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (28/10/2018). sebagaimana dilansir Detik.
Terkait dengan lapangan kerja Pemerintah mengklaim telah mampu membuka 8,7 juta lapangan kerja baru dari target 10 juta sebagaimana yang dijanjikan. Demikian kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Perlu diingat bahwa kali ini Indeks Kemiskinan berada di level 9,82% yang merupakan pretasi tersendiri karena bisa berada di bawah dua digit.
Terkait meningkatnya utang luar negeri, Pemerintah menegaskan bahwa utang LN dikelola dengan hati-hati. Efisiensi dilakukan di segala lini. Korupsi ditekan dengan pencegahan dan penindakan yang tegas tanpa pandang bulu. Rasio utang terhadap PDB yang masih berada di bawah 40% dinilai masih aman. Walau demikian pemerintah tak memungkiri tekanan yang kuat di sektor moneter karena melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar.