Krisis Empati Di Tengah Pandemi
Alih-alih mengorbankan harta dan jiwanya guna kepentingan bangsa, oknum tersebut malah mengambil jatah rakyat untuk kantong pribadinya.

MONDAYREVIEW.COM – Peribahasa tertawa di atas penderitaan orang lain dapat kita temui di dalam kenyataan. Dalam kondisi pandemi, banyak masyarakat yang menderita karena covid-19 atau dampak ekonominya. Di tengah kondisi tersebut, ternyata masih banyak oknum-oknum yang menggunakan aksi ambil untung di dalamnya. Banyak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Oknum-oknum tersebut jelas mengalami krisis empati dalam dirinya. Alih-alih mengorbankan harta dan jiwanya guna kepentingan bangsa, oknum tersebut malah mengambil jatah rakyat untuk kantong pribadinya.
Oknum-oknum tersebut berada dari tingkat pusat sampai tingkat akar rumput. Merekalah tikus-tikus uang rakyat yang menyengsarakan rakyat. Bantuan yang seharusnya diterima seutuhnya oleh masyarakat mesti mengalami pemotongan jumlah akibat ulah mereka. Misalnya bantuan yang asalnya berjumlah 500.000 saat sampai ke tangan masyarakat tinggal 350.000. Jumlah ini telah mengalami banyak pemotongan dari tingkat pusat sampai kecamatan. Suatu budaya korupsi yang sulit dihilangkan dari bangsa kita.
Kasus terbaru menimpa Juliari Batubara Menteri Sosial Kabinet Kerja Jilid II. Setelah ditetapkan tersangka oleh KPK, Juliari memutuskan untuk menyerahkan diri kepada penegak hukum. Juliari menjadi menteri kedua setelah sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan terkena operasi tangkap tangan. Kedua penangkapan ini terjadi dalam waktu yang berdekatan. Di satu sisi hal ini menjadi sasaran kritik bagi Jokowi karena dianggap salah dalam memilih menteri. Namun di sisi lain apresiasi datang kepada KPK yang ternyata tetap bertaring dengan disahkannya UU KPK.
Penangkapan Juliari mendapatkan banyak kecaman dari berbagai pihak. Hal ini karena Juliari dianggap tidak mempunyai empati. Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, melakukan korupsi dana pandemic merupakan perbuatan yang lebih keji. Ketua KPK Firli Bahuri pernah mengatakan korupsi dana covid-19 akan diganjar dengan hukuman mati. Warganet menagih kembali janji tersebut saat Juliari Batubara tertangkap. Dalam pemberitaan yang beredar, Juliari terancam dengan hukuman penjara seumur hidup. Intinya hukuman yang dikenakan pada pelaku harus seberat-beratnya.
Presiden Joko Widodo mengeluarkan sikap menyatakan sudah mengingatkan bahwa para menteri agar tidak melakukan korupsi. Namun peringatan ini tak diindahkan oleh sebagian menteri. Karena itu, Presiden Joko Widodo menyatakan tidak akan membantu menterinya yang tersangkut korupsi dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat hukum. Gus Dur saat menjadi presiden pernah membubarkan Kementerian Sosial, hal ini karena menurut Gus Dur terlalu banyak korupsi yang terjadi di kementerian satu ini. Korupsi di Kemensos sudah sedemikian parahnya sehingga beliau memilih membubarkan kementeriannya.
Penangkapan kedua dari menteri kabinet merupakan cermin betapa budaya korupsi masih mengakar dalam kebiasaan para pejabat kita. Hal ini mesti diputus rantainya dan ditumpas sampai ke akarnya secara sistemik. Pemberantasan korupsi secara sporadic dan setengah-setengah tidak akan menghilangkan budaya korupsi di negeri ini.