KPK yang Kepalang Basah di Kasus E-KTP

Maka menarik dinanti episode dari E-KTP ini akan berlanjut sampai mana.

KPK yang Kepalang Basah di Kasus E-KTP
E-KTP

MONDAYREVIEW.COM – Dalam jajak pendapat yang dilakukan majalah Tempo kepada publik terungkap skeptisme bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berani mengusut hingga tuntas korupsi e-KTP. 65,2 persen responden tidak percaya KPK akan mengusut seluruh aktor praktik rasuah bersama-sama ini. Hanya 25,7 persen responden yang percaya KPK akan memiliki nyali untuk menuntaskan pengusutan praktik lancung di kartu identitas penduduk Indonesia ini.

Berdasarkan data dari Jaksa penuntut umum Irene Putri menyebutkan kedua terdakwa, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Adminstrasi Kependudukan Sugiharto, memperkaya diri dan 76 orang lain serta enam korporasi hingga menyebabkan negara mengalami kerugian Rp 2,3 triliun.

Jika menilik nama-nama yang ditengarai menerima uang rasuah tersebut, maka terdapat sosok politikus kawakan yang telah memiliki nama dan jabatan. Tentu tidak mudah secara politik dan hukum untuk menuntut mereka hingga akhirnya divonis bersalah.

Banyaknya nama yang terlibat sekilasan mengingatkan pada bagaimana jaksa Harvey Dent dalam film The Dark Knight memasukkan ke penjara para mafia di kota Gotham. Dalam ranah kenyataan, tentu dibutuhkan effort yang besar serta alat bukti yang cukup. Di samping itu sekalipun ini kasus hukum, tak bisa dipungkiri menjerat para politikus. Maka diperlukan kebijakan politik yang nyata bahwa supremasi hukum nyata berlaku dan tanpa pandang bulu.

Di sisi lain, beredarnya secara gelondongan nama-nama yang diduga menerima uang korupsi dengan besaran tertentu dapat mencemarkan nama baik para politikus tersebut. Jika KPK tidak mengkonfirmasi dan memproses hukum nama-nama yang diduga menerima uang rasuah, maka KPK mengambangkan nama-nama tersebut dalam persepsi koruptor.

Ibaratnya kepalang basah bagi KPK untuk terus maju dan tidak surut. Sementara para politikus tersebut tentu sesuai dengan tata hukum memiliki azas praduga tak bersalah. Mereka pun dapat mengelak dan menampik tidak menerima aliran dana tersebut.

Maka menarik dinanti episode dari E-KTP ini akan berlanjut sampai mana atau sekadar antiklimaks yang garing dan hambar di tengah pertanyaan tentang supremasi hukum di Indonesia.