KPI Ingatkan Pentingnya Pedoman Peliputan Soal Peristiwa Jatuhnya Lion Air JT 610

Peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang menjadi sorotan publik. Terkait hal tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk untuk menampilkan atau menyiarkan berita dari sumber resmi yang bisa dipertanggungjawabkan.

KPI Ingatkan Pentingnya Pedoman Peliputan Soal Peristiwa Jatuhnya Lion Air JT 610
Ilustrasi pesawat Lion Air

MONITORDAY.COM - Peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang menjadi sorotan publik. Terkait hal tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk untuk menampilkan atau menyiarkan berita dari sumber resmi yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Kami meminta lembaga penyiaran tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi HOAKS ataupun informasi yang bukan berasal dari sumber berwenang terkait dengan musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang," ujar Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/10/2018).

Hal tersebut disampaikannya untuk menghindari kesimpangsiuran informasi.

KPI juga mengimbau lembaga penyiaran untuk tidak menyebarkan foto-foto korban maupun potongan gambar korban musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang berasal dari media sosial. Menurutnya, peliputan harusnya dilakukan sesuai etika jurnalistik.

“Kami mengingatkan kembali bahwa pedoman peliputan soal bencana dan kejadian luar biasa seperti kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air, harus mengedepankan etika jurnalistik serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012,” tegasnya.

Terkait musibah jatuhnya pesawat terbang Lion Air JT 610, KPI telah menetapkan kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana pada program siaran jurnalistik antara lain, wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan atau masyarakat.

Selain itu, lembaga penyiaran dilarang menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan atau diambil gambarnya.

Lembaga penyiaran dilarang menampilkan gambar dan atau suara saat-saat menjelang kematian, mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber, menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up dan menampilkan gambar luka berat, darah atau potongan organ tubuh.

Terakhir, lembaga penyiaran wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah.