Kisah Haditsul Ifki; Saat Aisyah Jadi Korban Hoax

MONITORDAY.COM - Pada suatu hari Aisyah istri Rasulullah SAW ikut dalam rombongan peperangan menghadapi Bani Musthaliq. Kejadian itu berlangsung pada tahun 5 hijriah. Rasulullah SAW mempunyai kebiasaan mengajak istri-istrinya dalam perjalanan perang. Kebetulan pada waktu itu giliran Aisyah.
Pada saat perjalanan pulang, Aisyah diangkut ke dalam sekedup (semacam tandu yang diletakkan di atas unta). Rombongan tersebut beristirahat di perjalanan. Aisyah merasa kehilangan kalung yang digunakannya. Dia keluar dari sekedupnya mencari kalung. Para sahabat yang tidak menyadari Aisyah keluar dari sekedup melanjutkan perjalanan. Aisyah tertinggal dari rombongan.
Aisyah tidak panik. Beliau menunggu di tempat dimana dia tertinggal. Untungnya, seorang sahabat yang bernama Shafwan bin Mu'aththal melewati tempat itu. Dia terkejut melihat Ummul Mukminin yang sendirian duduk di sana. Shafwan mengucapkan istirja', Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Setelah itu Aisyah menaiki unta Shafwan, dan Shafwan menuntunnya sampai Madinah. Shafwan sama sekali tidak berbicara sedikit pun dengan Aisyah selama perjalanan.
Saat masuk kota Madinah, peristiwa itu dilihat orang munafik. Orang-orang munafik kemudian membuat kabar burung atau hoax bahwa Aisyah dan Shafwan selingkuh. Mereka menggoreng peristiwa itu untuk menjelek-jelekan Aisyah. Rasulullah SAW hampir saja terkecoh. Namun Rasulullah percaya atas kesetiaan Aisyah. Aisyah yang pada awalnya tidak tahu digosipkan, akhirnya tahu. Aisyah pun jatuh sakit.
Sebulan penuh, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merasakan kepedihan dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akibat ulah orang-orang munafik ini. Sampai akhirnya, Allah ta’ala menurunkan sepuluh ayat Al- Qur’an perihal berita dusta ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu, tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar.
12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) mengatakan, “Ini adalah berita bohong yang nyata.”
13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu di sisi Allah adalah orang- orang yang dusta.
14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, akibat pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
15. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar.
16. Dan Mengapa kamu diwaktu mendengar berita bohong itu tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.”
17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
18. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allâh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
20. Dan sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). (QS. An-Nur : 11-20)
Dengan turunnya ayat ini, maka permasalahan ini pun menjadi jelas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merasa lega. Begitu juga yang dirasakan oleh kaum Muslimin, namun mereka merasa berang dengan orang-orang yang ikut andil dalam mencoreng nama baik ummul Mu’minin.
Apa yang menimpa istri Rasulullah SAW Aisyah adalah hoax atau pencemaran nama baik. Dari kisah tersebut juga kita bisa mengambil hikmah bahwa orang munafik lah yang hobi membuat hoax.