Kezaliman Dunia: Serobot Tanah Orang

MONITORDAY.COM - Dunia ini memang sangat indah sehingga sering sekali melenakan sebagian orang hingga ia celaka karenanya. Islam adalah agama yang menerima dan mengakui keindahan dunia sebagai salah satu realitas kehidupan yang telah Allah anugerahkan. Untuk itu, Al-Quran menyebutkan beberapa keindahan dunia yang pasti disukai fitrah manusia
“Telah dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada apa-apa yang diingininya, yaitu: wanita, anak-anak dan harta benda yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah “kesenangan hidup” di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang terbaik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Secara lugas, Al-Quran menyebut wanita (pasangan hidup), anak-anak (keturunan) dan harta benda dalam bentuk: emas, perak, kuda pilihan (kendaraan mewah), binatang ternak (bisnis peternakan) dan sawah (kepemilikan tanah) sebagai “kesenangan hidup” di dunia, yang sekaligus dapat dijadikannya sebagai perhiasan hidup di dunia. Dengan demikian, selama manusia disebut sebagai manusia, maka secara naluriah ia tidak akan terlepas dari kesukaannya pada kesenangan hidup duniawi.
Agar dalam meraih kesenangan duniawi tersebut tidak terjadi kekacauan dan konflik kepentingan antar manusia, Allah Swt menuntun manusia dengan beberapa aturan. Untuk itu, dalam usaha mendapatkan kesenangan duniawi berapa pasangan hidup, Allah telah mensyariatkan pernikahan, supaya kesenangan hidup dengan pasangan tidak berujung malapetaka di akhirat. Demikian pula hasrat mendapatkan keturunan.
Kesenangan ketiga yang disebutkan dalam ayat di atas adalah keinginan memiliki harta yang melimpah ruah. Di antara jenis harta duniawi yang secara naluriah ingin dikuasai manusia, dalam Al-Quran diwakili: emas, perak, kuda pilihan (kendaraan mewah), binatang ternak (bisnis peternakan) dan sawah (kepemilikan tanah).
Sungguh maha benar Allah dalam segala firman-Nya, sebab kehidupan yang kita jalani di dunia ini, memberikan bukti nyata atas pengakuan Al-Quran pada ciri khas kehidupan naluriah manusia, dimana manusia sangat ingin meraih harta sebanyak-banyaknya.
Agar semua kesenangan dunia tersebut tidak menjadikan manusia terlena yang mengakibatkannya celaka dan terlupa akan kehidupan akhirat, maka di ujung ayat tersebut Allah mengingatkan: “dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang terbaik (surga).” Dengan kata lain, keindahan dan kesenangan duniawi tersebut jangan menjadi penghalang manusia dari mencapai tempat kembali terbaik (surga). Justru, kesenangan dunia harus menjadi media untuk mencapai kesenangan yang sebenarnya di akhirat.
Dalam ayat di atas, salah satu bentuk kesenangan manusia di dunia adalah penguasaan tanah/lahan. Agar tanah dan lahan yang dikuasai manusia di dunia tidak menjadi malapetaka di akhirat, maka ia harus didapatkannya dengan cara yang baik dan harus dimanfaatkannya dengan cara yang baik pula.
Jika seseorang mendapatkan dan menguasai tanah dengan cara yang tidak halal seperti dengan cara menyerobot lahan orang lain atau merebut kepemilikan tanah orang lain dengan cara mengganti nama pemilik tanah dalam dokumen-dokumen tanah dengan cara yang haram, maka penguasaan tanah dan lahan pertanian tersebut sungguh akan menjadi malapetaka yang sangat luar biasa di akhirat serta menjadi penderitaan abadi bagi mereka yang melakukannya.
Rasulullah Saw menegaskan: “Barangsiapa yang mengambil sejengkal tanah saja dengan cara yang dzalim, maka di akhirat, Allah akan mengalungkan di leher orang itu tujuh lapis bumi.” (HR. Muttafaq Alaih).
Hadits ini sangat kuat (shahih), bahkan berada di puncak kesahihan, sebab ia diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahkan keduanya bersepakat atas kesahihan hadits tersebut.
Kita sering mendengar adanya pihak-pihak tertentu yang demi kepentingan pengembangan bisnisnya, ia merebut tanah orang lain secara paksa. Ada juga orang yang mengambil alih kepemilikan tanah dengan membuat surat-surat aspal.
Dalam sejarah umat Islam, terdapat beberapa kasus penyerobotan lahan yang ditengahi secara adil oleh para pemimpin muslim saat itu dengan penuh keadilan. Kasus penyerobotan dan penggusuran tanah secara paksa pernah terjadi Ketika Amr Bin ‘Ash Ra menjabat sebagai Gubernur Mesir di zaman Khalifah Umar bin Khattab Ra.
Saat itu, untuk keperluan perluasan Masjid, Gubernur Amr bin ‘Ash menggusur lahan milik seorang Yahudi yang tua renta tanpa persetujuan sang pemilik. Luas tanah tersebut tidak seberapa dan di atasnya hanya berdiri sebuah gubuk reyot yang ditempati Sang Yahudi pemilik lahan. Sebagai seorang Gubernur, Amr bin ‘Ash merasa tindakannya benar, apalagi penggusuran tersebut bertujuan untuk memperluas Masjid Negara, tempat ibadah Umat Islam!
Sang Yahudi pemilik tanah tidak menerima tindakan Gubernur. Ia melaporkannya kepada Khalifah Umar bin Khattab di Madinah. Khalifah Umar sangat marah atas tindakan Gubernur ‘Amr, sebab apapaun alasannya, menyerobot tanah orang apalagi mengakui dan mengambil alih kepemilikannya tanpa persetujuan pemilik yang sah adalah sebuah tindakan dzalim dan bertentangan dengan nilai keadilan yang menjadi ruh Islam.
Tanpa menunggu lama, Khalifah Umar langsung merespon pengaduan Yahudi tersebut. Khalifah mengambil sepotong tulang, lalu menggores sebuah garis lurus dengan pedangnya. Ia meminta agar tulang itu dibawa ke Mesir dan diserahkan kepada Gubernur ‘Amr. Dengan penuh rasa heran, Sang Yahudi segera kembali ke Mesir dan menyerahkan tulang itu kepada Gubernur.
Saat menerima tulang kiriman Khalifah tersebut, Gubernur ‘Amr langsung terlihat berkeringat dengan wajah pucat pasi. Sebagai orang yang sangat kenal kepada Khalifah Umar, Gubernur ‘Amr sangat memahami bahwa tulang tersebut membawa pesan teguran keras dari Khalifah.
Dari tulang itu, Gubernur menangkap teguran: Wahai Gubernur, berbuatlah lurus dan adil seperti garis di atas tulang ini, sebab engkau akan mati dan tak berdaya menjadi sebuah tulang seperti tulang ini. Jika engkau tidak bisa lurus juga, maka aku akan meluruskanmu dengan pedang yang akau pakai untuk menggores tulang itu.”
Saat itu juga, Gubernur ‘Amr bin Ash memerintahkan untuk segera mengembalikan tanah milik Yahudi tersebut dan membangun kembali gubuk tua yang pernah berdiri di atasnya. Di akhir pesan itu, Khalifah menegaskan: “Sesungguhnya Masjid boleh dibangun dalam bentuk bengkok, tetapi kebenaran, tidak boleh bengkok!”
Sang Yahudi bingung, apa gerangan pesan yang diberikan Khalifah kepada Gubernur, hingga ia dapat menerima Kembali haknya atas tanah itu. Ia pun sangat terharu dengan keadilan Islam dan sikap Khalifah Umar dalam menegakkannya.
Tak lama kemudian, ia pun sangat tertarik dengan keadilan Islam itu, sehingga ia menyatakan diri masuk Islam dan mewakafkan tanah itu untuk masjid yang dibangun Gubernur ‘Amr. Kini, Masjid tersebut bernama Masjid Amru bin Ash. Ia terletak di Kawasan Fushthah mesir dan merupakan masjid pertama yang berdiri di benua Afrika.