Dr. Dadang Syaripudin: Peletak Dasar Maqashid Syariah Bukan Asy Syathibi

Dr. Dadang Syaripudin: Peletak Dasar Maqashid Syariah Bukan Asy Syathibi
Tangkapan Layar Dr. Dadang Syaripudin

MONITORDAY.COM - Belakangan istilah maqashid syariah sering didengar. Secara etimologis maqashid syariah terdiri dari dua kosa kata yang digabung menjadi satu frase. Yakni maqashid bentuk jamak dari maqshid yang dalam ilmu sharaf adalah Isim Makan. Artinya sasaran-sasaran yang akan dicapai. Hal ini disampaikan oleh dosen FSH UIN Bandung Dr. Dadang Syaripudin dalam Kajian Arshaf Family Ahad (10/04). 

"Syariat maknanya adalah sejumlah perintah dan larangan Allah. Maka secara terminologis maqashid syariah bisa diartikan sebagai sasaran-sasaran yang akan dituju oleh Allah dalam memerintahkan atau melarang sesuatu kepada manusia terkait hal yang dikerjakan," ujarnya. 

Dia menambahkan bahwa maqashid syariah sangat penting bagi seorang mukmin yang akan mengamalkan syariat. Memahami maqashid syariat akan melahirkan penghayatan dalam mengamalkan syariat.

"Maqashid syariah penting juga bagi mujtahid mustanbith yang produk ijtihadnya adalah fikih, maupun mujtahid muthabiq yakni para penguasa baik di eksekutif, legislatif terlebih yudikatif. Dimana mereka akan membuat ketetapan yang harus efisien mencapai sasaran dan tujuannya. Boleh jadi implementasi di lapangan akan berbeda dengan tuntunan nash secara literal," tambahnya. 

Menurutnya, yang dituju oleh Allah SWT dalam perintah dan larangan menyangkut kebaikan dan keburukan. Yakni maslahat apa yang diraih saat melaksanakan perintah Allah dan mudharat apa yang akan diterima jika melakukan yang dilarang.

"Maslahah merupakan kosa kata yang berarti sisi kebaikan yang komprehensif. Dimana dalam bahasa Arab, ada banyak istilah untuk kebaikan seperti hasan, thayyib, ma’ruf dan khair. Bahasa Indonesia mempunyai keterbatasan kosa kata dimana seluruh kata di atas diartikan sama, yakni kebaikan. Sementara dalam bahasa Arab, satu kata mempunyai konsep sendiri yang berbeda dengan kata lainnya walaupun dalam bahasa Indonesia diartikan sama," tuturnya. 

Yang menarik, menurut beliau Maqashid Syariah sering dikaitkan atau identik dengan Imam Asy Syathibi. Seolah Maqashid Syariah adalah karya kreatif Asy Syathibi. Padahal bukan. Asy Syathibi adalah yang terakhir menyempurnakan konsep maqashid syariah. Sebelumnya terjadi perdebatan antara setuju dengan tidak setuju terutama berkaitan dengan teori kalam.

"Yang pertama kali menyebut bahwa tujuan syariat adalah maslahat yakni Ibrahim An Nakha’I yang hidup pada abad pertama hijriah. Pernyataan tersebut tidak langsung disambut dengan baik oleh para ulama sezamannya. Karena terkait dengan perdebatan teologis, antara paham jabbariyah yang berpendapat bahwa perbuatan Allah tidak perlu ada tujuannya, dengan qadariyah yang berpendapat bahwa perbuatan Allah mesti mempunyai tujuan," paparnya. 

Terlepas dari perdebatan di atas, Al Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama syariat sangat memperhatikan kondisi manusia. Dalam ushul fiqh dikenal dengan konsep Azimah dan Rukhshah. Azimah adalah ketentuan syariat sebagaimana mestinya. Sedangkan rukhshah adalah pengurangan bobot tuntutan karena ada satu dan lain hal. Bahasa sederhananya adanya dispensasi.

"Dalam Al Quran disebutkan bahwa risalah Nabi Muhammad adalah rahmat bagi sekalian alam. Tidak tanggung-tanggung, rahmat Islam tidak hanya bagi manusia saja, atau bagi muslim saja, namun bagi seluruh alam. Ini adalah misi dari Islam yang di bawa Nabi Muhammad. Yakni mewujudkan kasih sayang Allah dalam realitas kehidupan manusia," ujarnya.

"Secara spesifik, dalam Surat Thaha disebutkan bahwa Allah tidak menurunkan Al Qur’an untuk membuat manusia kesulitan dan kesulitan. Dalam banyak ayat, ketika Allah memerintahkan seringkali disebutkan apa target yang akan dicapai. Misalnya target dari puasa adalah agar kamu sekalian bertakwa. Bertakwa adalah derajat kerohanian dalam Islam yang paling tinggi. Ketakwaan mempunyai indikator bukan dalam ibadah, namun justru dalam dampak dari ibadah tersebut," pungkasnya.