Ketua Komisi Yudisial : Awasi Hakim Agar Tak Langgar Kode Etik

Ketua Komisi Yudisial : Awasi Hakim Agar Tak Langgar Kode Etik
Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar ND/ net

MONITORDAY.COM - Komisi Yudidial adalah anak kandung reformasi. Tujuan dibentuknya Komisi Yudisial adalah mendapatkan calon Hakim Agung, Hakim Ad Hoc di MA dan hakim di seluruh badan peradilan sesuai kebutuhan dan standar kelayakan. Disamping itu KY juga ditujukan untuk mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim, meningkatkan kepatuhan hakim terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, mewujudkan kepercayaan publik terhadap hakim dan meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi Yudisial yang bersih dan bebas KKN.

Terkait dengan pelantikan para komisioner KY maka Monday Media Group melakukan diskusi virtual terkait beberapa isu penting bersama Ketua KY Mukti Fajar pada Senin (2/1/2021). Dari perbincangan tersebut ada beberapa butir penting yang perlu digaris bawahi.  

Pertama, KY perlu diperkuat secara kelembagaan terutama ketersediaan SDM dan Anggaran. KY mengajukan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Tjahjo Kumolo untuk menambah setidaknya 70 orang SDM untuk memperkuat kinerjanya.

Kedua, Saat ini ada 12 kantor penghubung. Publik dapat menyampaikan laporan dan masukan langsung baik secara luring maupun daring ke Kantor Pusat KY dan kantor-kantor penghubungnya. Jumlah kantor penghubung tentu harus ditambah.  

Ketiga, KY sangat concern mengawasi hakim. Panduannya adalah Kode Etik Hakim. Jumlah hakim sangat banyak pun jumlah perkara yang masuk dan diproses di meja hijau. Putusan hakim tidak dapat diintervensi. KY sebagai pengawas eksternal akan menilai dari sisi sejauhmana proses pemeriksaan hingga vonis dijatuhkan. Hakim sepenuhnya independen dan putusannya hanya bisa dibatalkan oleh putusan pengadilan di atasnya.  

Keempat, KY juga mengadvokasi hakim yang mendapat tekanan atau intervensi dari berbagai pihak yang mencoba mempengaruhi putusannya. Tak jarang hakim mendapat tekanan dari kekuasaan, kelompok masyarakat, atau pemilik modal/ korporasi besar selaku para pihak yang langsung atau tidak langsung berperkara.  

Kelima, KY harus bekerja keras dalam rekrutmen Hakim Agung. Saat ini hanya ada 48 Hakim Agung dari kebutuhan minimal 60 Hakim Agung. Dari 7 orang calon yang terakhir diusulkan ternyata hanya 3 yang disetujui DPR. Maka KY akan berupaya menggenjot kaderisasi Hakim karier maupun Hakim Ad Hoc agar kuantitas dan kualitas Hakim memadai.   

Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang m engusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung, dan menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Profil Ketua KY

Dengan tantangan yang dimiliki saat ini 7 (tujuh) orang komisioner Komisi Yudusial akan menajdi harapan publik dalam memperbaiki marwah Hakim dan Mahkamah di mata rakyat. Posisi Ketua Komisi ini tentu akan menjadi sorotan publik tanpa menafikan kolegialitas para komisioner dalam mengemban tugas negara yang berat ini.
Berikut profil Ketua KY sebagaimana dikutip dari situs resmi lembaga negara tersebut. Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum yang lahir di Yogyakarta, 29 September 1968 ini adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH UMY).

Sebelum terpilih menjadi Ketua Komisi Yudisial (KY) Paruh Waktu I Januari 2021 – Juni 2023, Mukti Fajar memulai kariernya sebagai dosen sejak tahun 1995 di FH UMY. Selain itu, ia juga sempat menjadi dosen tidak tetap di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia dan Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada.

Pendidikan S-1 diperolehnya dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Selanjutnya, gelar Magister Hukum diraihnya pada tahun 2001 dari Universitas Diponegoro. Kemudian ia memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia pada 2009.

Staf ahli Rektor UMY ini juga memiliki pengalaman di bidang hukum yang mumpuni. Tercatat, peraih penghargaan sebagai author with highly commended papers ini menjadi arbiter di Badan Arbitrase Syariah (Basyarnas) MUI, asesor di Badan Akreditasi Nasional, serta mitra bestari di sejumlah jurnal termasuk di Jurnal Yudisial.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan diri, karya tulis dan makalahnya tersebar di berbagai jurnal nasional dan internasional Salah satunya yang berjudul “Corporate Social Responsibility Communication through Website in The Telecommunication Industry: Analysis on Indonesia Telecommunication Companies”.

Dalam sinergi bersama Mahkamah Agung, langkah Komisi Yudisial dalam mendorong kapasitas dan integritas para hakim sangat didambakan publik. Agar hukum tegak dan keadilan mendapat tempat setinggi-tingginya di Republik ini. Rakyat ingin melihat bahwa Indonesia negara hukum, bukan negara kekuasaan. Bukan utopia, memang begitulah seharusnya.