Kerusuhan Papua Barat Dinilai Sebagai Bentuk Perlawanan Terhadap Dehumanisasi

rentetan kekerasan, diskriminasi hingga intimidasi yang diterima oleh mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang dalam satu pekan terakhir mencederai kemanusiaan dan HAM.

Kerusuhan Papua Barat Dinilai Sebagai Bentuk Perlawanan Terhadap Dehumanisasi

MONITORDAY.COM – SETARA Institute menanggapi soal adanya kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, yang bermula dari aksi protes terkait adanya dugaan diskriminasi rasial di Suarabaya dan Malang. Aksi tersebut dinilai sebagai bentuk prelawanan terhadap dehumanisasi yang dilakukan aparat dan sekelompok masa terhadap mahasiswa Papua.

“Aksi protes yang menjalar di Manokwari, Papua Barat dan di Jayapura, Papua, yang terjadi adalah kebebasan berekspresi dan perlawanan terhadap dehumanisasi masyarakat Papua yang berkepanjangan,” tutur Dierktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, dalam keterangan tertulis yang diterima Selasa, (20/8).

Ismail mengatakan, rentetan kekerasan, diskriminasi hingga intimidasi yang diterima oleh mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang dalam satu pekan terakhir mencederai kemanusiaan dan HAM. “Sejumlah mahasiswa Papua yang berencana melakukan aksi unjuk rasa di Malang menghadapi penghadangan, tindak kekerasan, dan pemaksaan oleh masyarakat, aparat, maupun pemerintah Kota Malang,” ujarnya.

Karena itu, SETARA Institute mengecam tindakan kekerasan terhadap warga negara yang menyampaikan aspirasi dan ekspresi politik. “Menentang dehumanisasi terhadap masyarakat Papua yang hadir akibat pelanggengan rasialisme dan stigmatisasi,” tutur Ismail.

Menurut dia, dengan adanya kejadian tersebut, kebebasan yang dimiliki oleh mereka yang ditindak secara represif sangatlah rendah, yang memungkinkan hilangnya kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat sebagai hak setiap individu. Menurutnya, Pelanggaran HAM dan kebebasan masyarakat Papua menjadi catatan buruk berkelanjutan karena kegagalan negara mencari solusi berkeadilan di Papua.

“Pengakuan atas hak yang melekat pada mereka sebagai manusia berada di titik rawan dan rapuh sebagaimana ditunjukkan dengan frekuensi insiden kekerasan terhadap masyarakat Papua yang tinggi sehingga melanggar kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat, hak atas rasa aman, dan hak berpindah,” ujar dia.

Terkait hal ini, SETARA Institute juga mendesak Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menindak tegas aparat yang bersikap represif terhadap mahasiswa Papua sebagai preseden pengurangan tindakan represif sekaligus memastikan kebijakan ketidakberulangan.

Paralel dengan langkah itu, Kapolri juga memastikan dampak ikutan dari dehumanisasi di berbagai daerah tidak menjadi pemicu kekerasan terhadap masyarakat Papua, termasuk memulihkan segera kondisi Papua pasca-aksi massa,” tandas Ismail.