Ini Kata Pengamat Soal Survei Litbang Kompas Dianggap Pro Oposisi
Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2019 pada 17 April mendatang, beberapa lembaga survei merilis temuan atau hasil-hasil dari surveinya. yang belum lama ini, Litbang Kompas merilis temuannya berbeda dengan lembaga survei yang lain.

MONITORDAY.COM - Jelang diselenggarakannya Pemilu 2019 pada 17 April mendatang, beberapa lembaga survei merilis temuan atau hasil-hasil dari survei yang dilakukan untuk mengetahui elektabilitas dari masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Belum lama ini Litbang Kompas merilis hasil surveinya, dari temuannya memiliki hasil yang berbeda dengan yang dirilis lembaga survei sebelumnya. Litbang Kompas menunjukan Paslon 02 unggul, dan ini memunculkan perspektif publik bahwa Litbang Kompas Pro kubu oposisi.
Pemangamat Politik, Adi Prayitno menilai, kondisi tersebut di karenakan banyaknya jumlah pemilih yang mengatakan tidak tahu. Dan itu tidak dijelaskan oleh lembaga survei, apakah yang menjawab tidak tahu itu nombok ke Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 01 atau 02.
"Banyaknya jumlah pemilih yang mengatakan tidak tahu, nah inilah yang tidak dijelaskan oleh lembaga survei, apakah yang tidak tahu ini nombok ke 02 kemudian juga tidak nombok ke 01. Ini yang kemudian harus dibaca secara utuh," tutur Adi Prayitno saat acara diskusi bertajuk "Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?", di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).
"Mungkin saja orang yg tidak tahu ataupun yang belum menentukan pilihan ini di sapu bersih. Tetapi dalam kecenderungan survei dan kecenderungan ilmiah agak susah untuk disapu bersih. Paling mungkin bisa di sampaikan 60% ke penantang 40% ke petahana, atau paling ekstrim 70% ke penantang dan 30% nya ke petahana," tambah Adi.
Adi juga mengatakan hal itu yang kemudian memunculkan narasi-narasi simplistis di masyarakat terhadap hasil survei Litbang Kompas.
"Ini yang saya kira, dikarenakan kita punya keterbatasan akses lahan survei itu, sehingga narasi-narasi menjadi simplistik di masyarakat, 'wah kompas ini kayanya sudah mulai tidak aktual' kan nasrasi itu yang muncul di masyarakat," ucapnya.
"Untuk mengatasi itu harusnya disampaikan, kira kira migrasi orang yg belum menentuka pilihan itu kemana? Jadi tidak bisa disimplikasikan kesimpulannya," tutupnya.