Keharusan Anak Muda Memahami Perbedaan dalam Beragama

Melalui Bedah buku ini, diharapkan masyarakat, terutama anak-anak muda dapat tercerahkan, dan berpandangan luas terkait pemahaman keagamaan.

Keharusan Anak Muda Memahami Perbedaan dalam Beragama
Acara Bedah buku Pimpinan Komisariat Adab dan Humaniora IMM Ciputat, Selasa (26/11).

MONITORDAY.COM - Belakangan ini, marak terjadi polemik yang disebabkan permasalahan agama. Pemahaman yang sempit tentang Islam, serta ketidaksiapan menghadapi perbedaan pandangan, menjadi salah satu faktor semakin menguatnya sentimen keagamaan saat ini.

Hal itu di tambah dengan media sosial yang turut menyebarkan paham-paham keras yang dengan mudah menuduh paham lain salah. Karena sebarannya yang masif, masyarakat, terutama anak-anak muda banyak yang terbawa oleh paham-paham tersebut. Seiring dengan itu, sebutan 'Kafir' dengan mudah dilontarkan kepada mereka yang berbeda pemahaman dengannya. 

Hal tersebut yang melatar belakangi digelarnya diskusi dan bedah buku oleh Pimpinan Komisariat Adab dan Humaniora, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ciputat. Diskusi yang bertajuk "Diversity in Harmony" Ini, digelar di Aula Fastabiqul Khairat, IMM Ciputat, Selasa (26/11). 

"Isu tentang keislaman di Indonesia selalu menarik untuk dikaji. Terlebih akhir-akhir ini banyak polemik di Indonesia yang mengasosiasikan beberapa ajaran yang diketahui berasal dari agama Islam kepada gerakan terorisme dan anti NKRI, seperti cadar, yang mungkin perlu diluruskan pemahamannya dan dilakukan diskursus lebih lanjut didalam membedah isu kekinian ini," ujar Ketua Umum Komisariat Adab Humaniora, Azmy Subhan dalam sambutannya. 

Buku yang dibedah dalam kesempatan itu ialah buku berjudul "Satu Islam Ragam Pemahaman", yang ditulis oleh Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat IMM, Robby Karman. Sementara sebagai pembanding, ialah Dr. Zubair Ahmad, seorang pengajar di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam paparannya, Robby mengatakan bahwa Perbedaan pendapat dalam Islam merupakan suatu keniscayaan. Perbedaan ini bahkan telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya. "Buku ini mencoba menjabarkan kepada umat Islam bagaimana keberagaman di dalam Islam dan bagaimana pula menyikapi keberagaman dengan bijak dan proporsional," ungkapnya. 

Menurut dia, setiap perbedaan pasti mempunyai dasar kuat yang menjadikannya prinsip dalam sebuah pemahaman. "Maka dari itu, mengakui perbedaan merupakan keharusan, namun jangan sampai menjadi plinplan dan tidak mempunyai prinsip," ujar Robby. 

Beragamnya pemahaman dalam Islam seharusnya bisa menjadikan masyarakat bersikap toleran terhadap perbedaan yang ada. Namun kenyataannya, saat ini justru pemahaman yang sempit kemudian menjadikan seseorang dengan mudah menuduh dan menyalahkan pemahaman yang berbeda dengannya.

"Batas toleransi bagi keberagaman pemahaman dalam Islam adalah selama seseorang tidak melakukan kekerasan dan menghukumi yang berbeda dengannya wajib dibunuh dan dihancurkan," tutur Robby Karman.

Sementara Zubair Ahmad menyoroti kurangnya narasi alternatif dari kelompok Islam 'tengahan'. Menurutnya, hal itu yang mengakibatkan belakangan ini banyak kalangan masyarakat yang terbawa oleh kelompok Islam dengan pemahaman yang keras. "Mudahnya penyebaran dakwah salafi di kalangan masyarakat khususnya pemuda hari ini salah satunya dikarenakan kurangnya narasi alternatif dari kelompok moderat," ujarnya.

Zubair pun mengungkapkan pengalamanya ketika menjadi penyuluh Deradikalisasi di BNPT. Ia mengatakan, pola perekrutan kelompok teroris seringkali menyasar orang-orang yang minim pengetahuan agamanya. Selain itu, kondisi ekonomi juga menjadi faktor lain mengapa seseorang mau direkrut oleh kelompok teroris. 

"Pola perekrutan terorisme itu dimulai dengan semangat berislam secara kaffah dan menyeluruh, namun kemudian disalurkan pada pemahaman yang dibenarkan oleh terorisme untuk melakukan kekerasan. biasanya hal itu dipicu oleh faktor-faktor seperti kekurangan pengetahuan agama, kemiskinan, ketidakadilan oleh pemerintah, dan kesalahan dalam memahami ajaran agama secara tekstual," ungkapnya.

Lebih lanjut, Zubair juga menyoroti cap Radikal yang banyak terjadi saat ini. Ia menilai, ada kecenderungan label Radikal saat ini ditujukan pada meraka yang tidak sependapat dengan pemerintah. Oleh karena itu, pemahaman akan banyaknya perbedaan pendapat dalam Islam harus diketahui. Hal ini dinilai bisa membuat pandangan seseorang akan luas dan tidak mudah untuk menuduh dan melabeli pemahaman lain salah.

"Karenanya, penulisan buku ini harus diapresiasi. selain memberikan teladan kepada anak muda seperti kader-kader IMM untuk berkarya di ranah intelektual, juga menjadi narasi alternatif bagi masifnya penyebaran dakwah salafi akhir-akhir ini," tuturnya.

Senada dengan itu, Azmy Subhan juga berharap, melalui Bedah buku ini, masyarakat, terutama anak-anak muda dapat tercerahkan, dan berpandangan luas terkait pemahaman keagamaan. "Bahwa keragaman di dalam Islam dapat dipahami dan disikapi secara lebih bijaksana dan proporsional sehingga tidak menjadi kegaduhan yang menghambat kemajuan yang sedang dimulai di Indonesia ini," tandasnya.