Karakteristik Kisah Dalam Al Qur'an

Karakteristik Kisah Dalam Al Qur'an
Ilustrasi buku kisah-kisah dalam Al Qur'an

MONITORDAY.COM - Kisah berasal dari kata“qashsha”bahasa arab, pada mulanya berarti mengikuti jejak. Dengan demikian, kisah adalah upaya mengikuti jejak peristiwa yang benar-benar terjadi atau imajinatif, sesuai dengan urutan kejadiannya dengan jalan menceritakannya satu episode, atau episode demi episode (M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah vol. 6 [Jakarta: Lentera hati 2002], 394).

Kisah atau cerita dalam kehidupan manusia,merupakan hal yang lumrah. Setiap kelompok manusia di dunia ini memiliki,menggemari,dan membudayakannya. Oleh karena itu, kisah atau cerita selalu ada di setiap tempat atau daerah dengan karakteristik sesuai dengan kearifan lokalnya dan dilestarikan secara turun temurun sepanjang masa terutama pada lingkungan masyarakat yang memegang teguh adat.

Isi atau pesan dalam sebuah kisah atau cerita secara umum berkaitan dengan dua hal, yaitu; kebaikan atau keburukan. Tujuannya, melestarikan budaya, melestarikan dan menjaga lingkungan, sebagai sarana pendidikan,atau media pembentukan karakter.

Pemaparan sebuah kisah atau cerita ada yang diungkapkan secara singkat ada pula yang diungkapkan secara panjang lebar bahkan berseri atau bersambung. Itulah sebabnya dilingkungan masyarakt dikenal istilah cerpen (cerita pendek) atau cerber (cerita berseri) atau cerbung (cerita bersambung).

Al-Qur’an, kitab yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya yakni Zabur, Taurat dan Injil, hampir sepertiganya berisi kisah-kisah atau cerita-cerita masa lalu dari ummat-ummat terdahulu baik yang shaleh maupun yang ingkar. Pada bagian awal surat yusuf Allah Swt menegaskan mengenai hal ini.“Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah-kisah terbaik dengan mewahyukan kepadamu al-qur’an ini, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)-nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahuinya” (QS Yusuf [12]:3).

Pemaparan kisah-kisah al-qur’an memiliki cara yang unik, disamping memiliki nilai seni yang tinggi juga berorientasi pada misi religi. Pemaparan kisah itu, berfungsi sebagai penyembuh (syifa),peneguh hati, penghibur, petunjuk, pengajaran, peringatan,dan rahmat (kasih sayang) sesuai dengan misi al-qur’an. “Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”(QS. Huud [11]:120)

Gaya pemaparan kisah dalam Al-Qur’an memiliki karakteristik yang unik dan menarik.Menurut Muhammmad ‘Abdul Azim az-Zarqani dalam kitabnya Manahilul-Irfan, juz II, yang diuraikan pada bagian awal dalam tafsir al-qur’an Departemen Agama karakteristik gaya pemaparan kisah Al-Qur’an terbagi atas 4 katagori.

Kategori pertama, kisah diawali dengan kesimpulan lalu diikuti dengan uraian kisah.

Kisah yang menggunakan pola ini, antara lain, terdapat dalam surat Al-Baqarah yang berkaitan dengan kisah kaum Bani Israil.

”Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugrahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat di alam ini”(QS. Al-Baqarah[2]:47). Ayat 47 ini menunjukkan kesimpulan yang diungkapkan di awal kisah (kenikmatan yang diperoleh kaum bani israil),sementara rincian terkait dengan kisah tersebut dan sikap yang ditunjukan oleh kaum Bani Israil diuraikan pada ayat berikutnya:Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun, sedang kamu menyaksikan”.(QS.Al-Baqarah[2]:49-50).

Bahwa kenikamatan yang diperoleh tersebut terkait penyelamatan kaum Bani Israil dari kebijakan atau tindakan Fir’aun dan penenggelaman Fir’aun. Adapun bagaimana sikap yang ditunjukan oleh kaum Bani Israil setelah mendapatkan kenikmatan itu seperti ditunjukan pada ayat berikut:”Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan kepada Musa empat puluh malam. Kemudian kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang yang zalim.”(QS.Al-Baqarah[2]:51).Selayaknya nikmat yang telah di anugrahkan Allah Swt di  di syukuri, tetapi kaum Bani Israil justru melakukan kedzaliman.

Mirip dengan kisah di atas adalah kisah Ashabul-Kahfi dan ar-Raqim yang tercantum dalam surat ke 18 surat Al-Kahfi. Kisah tersebut juga diawali dengan kesimpulan bahwa Ashabul-Kahfi dan ar-Raqim merupakan diantara keajaiban ayat-ayat Allah (ayat:9), lalu dilanjutkan rinciannya dari awal hingga akhir, dimulai dengan pencarian gua sebagai tempat berlindung, ditidurkan Allah untuk beberapa tahun lamanya, lalu dibangunkan kembali (ayat 10-13). Penjelasan latar belakang mengapa mereka masuk gua (ayat 14-16), keadaan mereka di dalam gua (ayat 17-18), ketika mereka bangun tidur (ayat:19-20), sikap penduduk kota setelah mengetahui mereka (ayat:21), dan perselisihan penduduk kota tentang jumlah pemuda-pemudi itu (ayat:22).