Kabinet 4.0 Jokowi
Kabinet 4.0 adalah kabinet yang akan menyiapkan Indonesia untuk melewati era digitaliasi. Yang sanggup menghemat banyak hal. Efektif dan efisien di segala bidang. Yang benar-benar akomodatif terhadap perubahan teknologi serta mampu mengakomodasi kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang ada.

PROSESI pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024 sudah sangat dekat, tinggal hitungan hari saja. Tapi postur kabinet Jokowi-Ma’ruf belum juga dibocorkan ke publik. Termasuk soal wacana perubahan nomenklatur kementrian; baik yang baru, ataupun yang digabung, masih misteri dan simpang siur.
Dalam beberapa kesempatan tampil di hadapan publik, presiden Jokowi hanya memberi klu soal komposisi dan konsepsi besarnya saja. Untuk komposisi, Presiden Jokowi telah memastikan 45 persen kabinet barunya diisi oleh menteri yang berasal dari partai politik. Sedangkan sisanya adalah para menteri yang berasal dari kalangan professional.
Sementara untuk konsepsi besarnya, Jokowi dalam beberapa kali kesempatan tampil di hadapan publik, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyampaikan, jika dirinya ingin Indonesia meninggalkan pola pikir lama. Menuju model pengelolaan tata pemerintahan yang inovatif dan memiliki nilai-nilai baru.
"Kita harus mencari sebuah model baru, cara baru, nilai-nilai baru dalam mencari solusi dari setiap masalah dengan inovasi-inovasi," kata Jokowi dalam pidato politik di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Minggu (14 Juli 2019).
Indonesia, kata Jokowi, hidup dalam lingkungan global yang sangat dinamis. Fenomena global yang penuh perubahan, penuh kecepatan, penuh risiko, penuh kompleksitas dan penuh kejutan yang bisa saja meleset dari perhitungan.
Jokowi lantas menekankan bahwa Indonesia harus meninggalkan cara-cara lama, pola-pola lama. Menurut dia, Indonesia juga harus melupakan kebiasaan lama dalam mengelola organisasi, mengelola lembaga dan mengelola pemerintahan. "Yang sudah tidak efektif, kita buat menjadi efektif! Yang sudah tidak efisien, kita buat menjadi efisien."
Jokowi meyakini, untuk menuju perubahan besar bisa dimulai dari pembangunan infrastruktur berkelanjutan, pembangunan SDM, investasi, reformasi birokrasi sampai penggunaan APBN yang tepat sasaran.
Nah, jika melihat semua obsesi dan proyeksinya tersebut, maka wajar saja jika hingga saat ini Jokowi belum juga mengumumkan kabinetnya. Karena dibutuhkan rumusan dan formulasi yang tidak mudah untuk membentuk kabinet yang bisa melewati semua tahapan perubahan yang diinginkan.
Untuk melewati tahapan tersebut, kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf harus mampu melakukan transformasi tata kelola pemirintahan ke arah digitalisasi. Karena negara sebesar Indonesia dengan 252 juta penduduk, yang tersebar di 17 ribu pulau hanya mungkin terkoneksi dengan cara melakukan digitalisasi. Rumusan utamanya, Everythings that can Be Connected, Will Be Connected.
Selain itu, untuk lima tahun ke depan, terutama jika melihat realitas politik dan sosial terkini, maka Pemerintahan Jokowi harus melakukan penguatan sinergi antar lembaga. Pemerintah sejauh ini tidak beriring dengan penyedia teknologi, baik dari sisi knowledge maupun infrastrukturnya.
Misalnya knowledge dikuasai oleh teknopark, universitas, sementara korporasi memiliki infrastruktur dan pemerintah sebagai regulator dan fasilitator. Saat ini, ketiga pihak tersebut tak berjalan beriringan. Masing-masing memiliki jalur yang berbeda.
Dalam konteks yang lebih luas, saat ini kita juga belum bisa menumbuhkan keseimbangan kekuatan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Ini terbukti, dari sejumlah konflik dan gesekan sosial yang terjadi dalam dua bulan terakhir.
Karena itu, untuk menciptakan sinergisitas antar ketiganya, Jokowi perlu merangkul semua kekuatan tersebut. Kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf harus bisa merangkul kekuatan lain di luar partai politik. Ada kalangan professional yang terbukti mampu lebih dahulu melakukan penyesuian di era disrupsi. Pun demikian kalanngan ormas seperti Muhammadiyah dan NU yang juga terbukti telah mampu bertahan dalam kondisi apa pun. Peran kebangsaan mereka juga tak bisa diragukan. Mereka mampu menciptakan dinamika, kesatuan dalam kompleksitas, harmoni, dan kerjasama yang baik dengan siapa pun.
Pada akhirnya, kita teringat dengan petitih lama, ‘Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.’ Jokowi butuh kabinet yang tak sekadar merepresentasikan kekuatan politik semata. Tapi kabinet yang mampu meninggalkan artefak peradaban untuk Indonesia baru di masa depan. Jokowi harus menghadirkan ‘Kabinet 4.0’.
Kabinet 4.0 adalah kabinet yang akan menyiapkan Indonesia untuk melewati era digitaliasi. Yang sanggup menghemat banyak hal. Efektif dan efisien di segala bidang. Yang benar-benar akomodatif terhadap perubahan teknologi serta mampu mengakomodasi kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang ada.