Jurus Erick Thohir Benahi Garuda

MONITORDAY.COM - Kasus demi kasus perihal penyimpangan dalam tubuh BUMN Garuda Indonesia mulai mencuat ke publik. Tahun 2019, Ari Askhara diberhentikan dari posisi Direktur Garuda karena kasus penyelundupan Harley dan Sepeda Brompton.
Kasus terbaru yang kembali terkuak adalah penyewaan12 Pesawat Bombardier CRJ 1.000 oleh Garuda Indonesia. Menteri BUMN Erick Thohir membatalkan kontrak tersebut karena ada indikasi penyuapan dalam pengadaannya.
Sementara, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebutkan penghentian tersebut menjadi salah satu upaya untuk mengurangi kerugian Garuda di masa mendatang.
“Kami menyadari bahwa penghentian secara sepihak akan menciptakan konsekuensi terpisah namun secara profesional kami siap menghadapi konsekuensi tersebut,” ujarnya.
Irfan pun menambahkan, selama tujuh tahun mengoperasikan pesawat CRJ 1.000, secara rata-rata setiap tahun justru menimbulkan kerugian dengan lebih dari US$ 30 juta per tahun. Sementara biaya penyewaan pesawat tersebut mencapai US$ 27 juta.
“Jadi kami sudah setiap tahun mengeluarkan biaya sewa pesawat US$ 27 juta untuk 12 pesawat CRJ 1.000 tapi kita malah mengalami kerugian lebih dari US$ 30 juta,” tandasnya.
Sehingga, apabila Garuda melakukan terminasi pada 1 Febuari 2021 lalu sampai akhir masa kontraknya, maka proyeksinya Garuda akan hemat lebih dari US$ 200 juta.
Kasus dugaan suap yang melibatkan Garuda tersebut juga sudah masuk dalam radar Komisi Pemberantasan Korupsi RI.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal ikut membantu Kantor Tindak Penipuan Tingkat Tinggi (Serious Fraud Office/SFO) Inggris yang tengah melakukan investigasi atas dugaan kasus suap dan korupsi yang melibatkan Bombardier Inc dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam kasus ini, SFO Inggris tengah fokus menyelidiki dugaan suap dan korupsi terkait kesepakatan dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang melibatkan mantan direktur utama Emirsyah Satar.
Merespons dugaan kasus suap dan korupsi tersebut, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyatakan pihaknya bakal menghormati proses hukum terkait dugaan suap kontrak penjualan pesawat Bombardier pada 2012 silam.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menyatakan dukungan penuh atas penegakan hukum dugaan suap yang saat ini tengah diusut oleh lembaga anti korupsi Inggris, Serious Fraud Office.
Guna membenahi persoalan internal Manajemen Garuda, Erick Thohir turun tangan menetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, Erick instruksikan agar Garuda mengubah bisnis model sesuai situasi Covid-19 dan post Covid-19, salah satunya kargo jadi dorongan baik.
Menurutnya, dengan peningkatan peran lini bisnis kargo udara membuat kontribusinya terhadap pendapatan emiten bersandi GIAA ini meningkat menjadi 40 persen terhadap pendapatan.
Kedua, selain meningkatkan peran kargo, potensi penerbangan domestik setelah vaksinasi berjalan akan menjadi peluang yang sangat penting. Pasalnya, sebelum pandemi mayoritas atau 90 persen wisatawan berasal dari domestik sehingga penerbangan domestik diprediksi segera bangkit.
Selain itu, diperlukan pemetaan yang jelas untuk setiap masing-masing jenis pesawat dan rute yang dilaluinya. Dengan demikian, pesawat yang digunakan dalam satu rute tidak terlalu besar dan malah menyebabkan biaya tidak perlu.
Ketiga, GIAA pun diminta terus melakukan efisiensi melalui negosiasi ulang terhadap aktivitas sewa atau leasing pesawatnya terutama di tengah pandemi Covid-19. Salah satu yang menjadi ramai yakni pemutusan kontrak sewa 12 pesawat Bombardier CRJ1000 secara sepihak oleh GIAA terhadap pemberi sewanya yakni Nordic Aviation Capital (NAC).
Pesawat tersebut dianggap sebagai beban dalam neraca keuangan GIAA, ketika kondisi operasi normal pun operasi pesawat tersebut membuat perseroan rugi lebih dari 30 juta dolar AS per tahun.
Menurut Erick, sebagai perusahaan terbuka jangan sampai pemegang saham dengar dari tempat lain, keputusan ini untuk juga menyelamatkan pemegang saham publik.