Jejak-jejak Literasi Sukarno dan Natsir

Intelektualisme Sukarno memungkinkannya untuk melakukan penjelajahan intelektual dengan mempelajari berbagai pemikiran tokoh-tokoh dunia seperti Gladston, Karl Marx, JJ Rousseau, Voltaire.

Jejak-jejak Literasi Sukarno dan Natsir
Ilustrasi (ditpsmp)

MONDAYREVIEW.COM - Jejak-jejak literasi para pendiri bangsa dapat dipantau hingga kini. Buah karya yang tetap menarik untuk dikupas berbilang jarak waktunya. Simaklah pidato “Indonesia Menggugat” dari Sukarno yang menunjukkan daya jangkau literasinya. Intelektualisme Sukarno memungkinkannya untuk melakukan penjelajahan intelektual dengan mempelajari berbagai pemikiran tokoh-tokoh dunia seperti Gladston, Karl Marx, JJ Rousseau, Voltaire ditambah dengan penguasaan bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Perancis yang dikuasainya.

Simak juga kajian Mohammad Natsir kala di AMS (setara SMA). Ia berhasil mengungkapkan keburukan sistem kerja dalam pabrik gula di Jawa yang dikemukakannya dalam makalah di hadapan teman-teman dan guru Belandanya. Natsir melakukan research selama 15 hari dengan membaca buku-buku yang ada di bibliotik Gedung Sate, juga membaca majalah-majalah yang diterbitkan oleh kaum pergerakan. Natsir juga mempelajari perdebatan dalam Volksraad (semacam Dewan Perwakilan Rakyat), untuk kemudian membuat satu karangan, satu analisis dengan data-data statistik. Natsir, dengan bukti-bukti akurat menyangkal pandangan gurunya yang beranggapan bahwa sistem kerja kolonial di pabrik-pabrik gula di Jawa telah memberikan keuntungan kepada petani. Yang memperoleh keuntungan ialah para pemilik modal dan bupati yang memaksa rakyat supaya menyewakan tanahnya kepada pabrik dengan sewa rendah. Sistem kerja kolonial itu menjadikan rakyat tani yang miskin menjadi semakin miskin dan menderita karena tidak pernah bebas dari beban-beban hutang yang berat. Natsir begitu kritis terhadap diskriminasi rasial sistem kolonial. Dan inilah perlawanan awalnya terhadap sistem kolonial.