Jangan Sampai Terjebak, DPR: Jokowi Harus Memahami PP No. 72 Tahun 2016
Holding BUMN berjalan tanpa persetujuan DPR berarti mereka bergarak secara ilegal dan melanggar aturan.

MONDAYREVIEW.COM – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di era pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla sangat keras menyuarakan keinginannya adanya penggabungan (holding) seluruh BUMN menjadi beberapa perusahaan holding, seperti holding BUMN Energi atau Migas, holding BUMN Pertambangan, holding BUMN kemaritiman dan sebagainya.
Suara itu terus dihembuskan, dan kerap memberitakan bahwa holding BUMN ini telah mendapatkan persetujuan DPR. Menyikapi hal tersebut anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan mengungkapkan bahwa hingga saat ini DPR belum menyetujui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang perubahan atas PP Nomor 44 tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
“Kementerin BUMN seolah-olah holding sudah dijalankan padahal komisi VI belum menyetujui PP Nomor 72 tahun 2016,” jelasnya saat ditemui di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (23/3).
Lebih lanjut politikus PDI Perjuangan ini menegaskan jika holding BUMN ini berjalan tanpa persetujuan DPR berarti mereka bergarak secara ilegal dan melanggar aturan. “Mereka tidak bisa bergerak tanpa persetujuan DPR, karena DPR komisi VI menolak bentuk holding tersebut tanpa campur tangan DPR dan melalui mekanisme APBN,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa DPR dan Kementerian BUMN harus melakukan diskusi agar dapat memahami bersama isi dari PP Nomor 72 tahun 2016 tersebut. Terutama pada Pasal 2a yang menginginkan tidak ada campur tangan DPR. “Bagaimana bisa tidak ada campur tangan DPR. Ada pengawasan DPR saja BUMN melakukan pelanggaran-pelanggaran terutama soal keungan dan banyak bermasalah sehingga menyebabkan BUMN merugi,” tegasnya.
Apabila jika hal tersebut dibiarkan oleh DPR, maka rakyatlah yang akan dirugikan. Sehingga DPR sebagai wakil rakyat harus berpenderian teguh agar semuanya harus ada pengawasan DPR. “Kita akan menyepakati jika PP tersebut direvisi. Kalau tidak direvisi tidak bisa jalan holding tersebut, jelasnya.
Namun apabila ini tetap dipaksakan dia menuding bahwa kementerian BUMN telah menjebak Presiden untuk melakukan kesalahan. “Ini adalah presiden kita bersama. Dan tidak mau presiden itu bertentangan dengan konstitusi,” tegasnya.
Dan ia berharap agar Presiden Jokowi harus benar-benar memahami isi PP tersebut agar ke depannya tidak salah langkah. Pasalnya jika tidak memahami ini secara utuh ini sangat berbahaya. “Ini sangat bahaya, presiden jangan sampai terjebak dengan PP tersebut. karena yang bertanggung jawab presiden, karena PP ditanda tangani oleh presiden,” tutupnya.