Inovasi Sekolah di Tengah Wabah

Indonesia perlu orang yang mengerti betul soal pengelolaan dan penggunaan internet of Things (IoT), artificial Intelligence hingga big data untuk melakukan inovasi di tengah wabah.

Inovasi Sekolah di Tengah Wabah
Ilustrasi MMG/DeniIrawan
"Manfaatkan teknologi digital untuk memperluas, mempercepat, memudahkan akses pelayanan di bidang pendidikan maupun di bidang kesehatan. Dan semuanya dipermudah dengan teknologi digital." Presiden Joko Widodo

SALAH SATU ciri dari situasi yang tengah sama-sama kita hadapi saat ini, yaitu fenomena disrupsi baik karena revolusi industri maupun pandemi covid-19, dimana pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tak lagi linear. Perubahannya begitu cepat, mendasar dan memporakporandakan tatanan lama.

Konsekuensinya, kita pun harus merapihkan sekaligus menguatkan tatanan baru kembali. Pilihannya, punah atau ikut perubahan.

Era disrupsi dan pandemi telah menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi yang lebih inovatif dan juga disruptif. Spektrum perubahannya sangat luas, mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial, hingga pendidikan.

Di Era Disrupsi, semua yang terjadi menjadi tak mudah diterka. Ada banyak perubahan yang bahkan tidak terpikirkan sebelumnya, tapi terjadi. Para saintis, praktisi, guru, bahkan presiden sendiri pun mengaku tak begitu yakin tentang apa yang akan terjadi esok hari.

Meski begitu, siapa pun kini tahu bila kompetensi yang harus dimiliki seseorang untuk menghadapi esok hari adalah creativity, collaboration, santific thinking, dan kebajikan. Tanpa itu semua, dunia serasa gelap gulita, kita tak tahu harus kemana dan melakukan apa.

Untuk menghadapi masa depan yang lepas kendali tersebut, Presiden Jokowi tak mau coba-coba atau sekadar mengakomodasi kepentingan politik semata. Ia ingin pendidikan diurus oleh orang yang betul-betul tahu dan sudah berhasil menghadapi era disrupsi dan melakukan perubahan yang nyata.

Dalam konteks ini, Presiden Jokowi menjatuhkan pilihannya kepada CEO Gojek, Nadiem Anwar Makarim atau Mas Menteri (sapaan akrabnya saat ini). Pemilahan ini memang sempat diragukan, namun Jokowi punya alasan sendiri, menurutnya saat ini Indonesia berada di era disrupsi, era yang sulit dihitung, era sulit dikalkulasi, era yang penuh risiko. Pada era ini perlu penguatan data dan perlu orang yang memiliki pengalaman bagaimana mengelola sebuah data untuk menghadapi perubahan di masa depan. 

"Big data ini penting untuk masa depan. Ini kenapa pilih Mas Nadiem Makarim," jelas Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (25/10/2019).

Menurut Jokowi, Indonesia perlu orang yang mengerti betul soal pengelolaan dan penggunaan internet of Things (IoT), artificial Intelligence hingga big data. "Perlu orang yang mengerti bagaimana mengimplementasikan inovasi-inovasi yang ada. Berani keluar dari kotak, berani out of the box, berani tidak rutinitas, berani tidak monoton sehingga akan memunculkan sebuah loncatan-loncatan besar yang itu saya melihat pengalaman dari yang muda-muda bisa mendukung itu," jelasnya.

Era disrupsi sejatinya tak melulu soal digitalisasi dan seperangkat teknologi turunannya, namun juga soal perubahan cara pandang. Ini yang Jokowi ingin jaga. Sebagai negara kesatuan, Jokowi tak ingin Indonesia malah kian rapuh diterpa disrupsi. Karena itu pendidikan kata Jokowi, harus menekankan pentingnya pembelajaran tentang etika dan ideologi.

"Saya juga minta agar yang namanya pendidikan etika, budi pekerti, pendidikan kebencanaan, pendidikan politik terutama ideologi Pancasila harus terus dilakukan sinergi lintas kementerian," jelas Jokowi.

Last but not least, Presiden Jokowi juga meminta Mendikbud Nadiem Makarim untuk menjamin adanya pemerataan kebutuhan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Jokowi mengingatkan Nadiem, daerah-daerah di pelosok Indonesia tidak boleh luput dari perhatian pemerintah pusat.

“Pak Mendikbud tolong dilihat betul, negara kita bukan hanya Jakarta, bukan hanya Jawa. Dari Sabang sampai Merauke dari, Miangas sampai Pulau Rote, ada 17.000 pulau, 514 kabupaten/kota," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas penyampaian program dan kegiatan bidang pembangunan manusia dan kebudayaan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

"Lihatlah yang ada misalnya di Halmahera, lihatlah yang ada di Rote, lihatlah yang ada di Wamena," lanjut Jokowi.

Menurut Presiden Jokowi, jika pemetaan wilayah sudah dilakukan, maka digitalisasi pendidikan barulah bisa dilakukan dengan efektif. Selain itu, pemetaan wilayah juga harus dilakukan untuk membantu tenaga pendidikan menjalankan tugasnya.

"(Setelah itu), Baru kita bisa (terapkan) sistem atau aplikasi apa yang harus dibangun agar ada standardisasi. Agar ada sebuah standar kualitas yang enggak usah harus sama tapi mirip-mirip. Memudahkan guru, memudahkan murid dalam belajar," jelas Jokowi.

"Manfaatkan teknologi digital untuk memperluas, mempercepat, memudahkan akses pelayanan di bidang pendidikan maupun di bidang kesehatan. Dan semuanya dipermudah dengan teknologi digital," pungkas Jokowi.

Kini, arah perubahan pun berada di tangan Mas Menteri, sesuai ekspektasi kah atau malah de javu. Kita berharap perubahan terjadi begitu cepat namun nyatanya jalan di tempat. Terpenting lagi, jangan sampai harapan selalu jadi harapan, rencana tetap jadi rencana. Harus ada perubahan.