Inklusi Keuangan Dinilai Bisa Jadi Solusi Percepat Pemulihan Ekonomi

Ada tiga alasan utama mengapa inklusi keuangan menjadi krusial dalam pencapaian tujuan makroekonomi dan sekaligus menjawab tantangan yang dihadapi saat ini.

Inklusi Keuangan Dinilai Bisa Jadi Solusi Percepat Pemulihan Ekonomi
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara.

MONITORDAY.COM - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan inklusi keuangan bisa menjadi solusi jitu untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi COVID-19.

Menurut Tirta, ada tiga alasan utama mengapa inklusi keuangan menjadi krusial dalam pencapaian tujuan makroekonomi dan sekaligus menjawab tantangan yang dihadapi saat ini.

"Pertama, inklusi keuangan diyakini sejalan dan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, dan meluasnya akses keuangan dapat mengurangi ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Saat ini Alhamdulillah, kita bersyukur, tingkat inklusi keuangan nasional sudah berada di level 76,2 persen, yang berarti berada di atas target tahun 2019 yang ditetapkan sebesar 75 persen," ujar Tirta saat memberikan sambutan dalam gelaran Bulan Inklusi Keuangan secara virtual di Jakarta, Senin (5/10).

Namun, lanjut dia, tingkat inklusi keuangan belum merata, sebab akses keuangan di wilayah perkotaan (83,6 persen) masih lebih tinggi daripada di wilayah pedesaan (68,5 persen).

Sementara itu, Presiden Joko Widodo sebagaimana arahannya pada Rapat Terbatas Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) pada Januari 2020 lalu, juga telah menetapkan pencapaian target 90 persen inklusi keuangan pada 2024.

"Guna mendukung pencapaian arahan Bapak Presiden dan implementasi Keppres 26/2019, maka pada hari ini OJK bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama akan melakukan peluncuran program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR)," kata Tirta.

Dengan berbagai program tersebut, diharapkan akan semakin mendorong budaya menabung sejak dini dimana nantinya setiap pelajar dan santri di Indonesia akan memiliki rekening tabungan.

"Kami bahkan meluncurkan buku literasi keuangan bagi anak usia dini (PAUD), yang menekankan pentingnya pendidikan keuangan sedini mungkin," ujar Tirta.

Adapun peran inklusi keuangan yang kedua yaitu mendorong proses pemulihan ekonomi nasional sebagai enabler kelancaran pemberian dukungan finansial bagi seluruh lapisan masyarakat dan pelaku usaha, terutama yang sulit dijangkau.

Negara dengan tingkat inklusi keuangan yang tinggi akan dengan mudah memetakan masyarakat yang membutuhkan bantuan dan menyalurkannya ke rekening yang dimiliki setiap warga masyarakat yang berhak.

"Penyaluran bantuan melalui lembaga jasa keuangan dengan mengoptimalkan teknologi informasi atau digital menjadi solusi utama di kala pembatasan sosial diberlakukan. Selain itu, perluasan akses pembiayaan dan permodalan yang lebih mudah dan terjangkau bagi masyarakat juga sangat diperlukan bagi pelaku usaha ultra mikro, mikro dan kecil agar mereka bukan hanya dapat bertahan hidup, namun juga membangkitkan usahanya di masa pandemi ini," kata Tirta.

Ia pun menyadari ekosistem inklusi keuangan yang telah dibangun mengalami tantangan yang begitu berat dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kami juga mendorong terbangunnya ekosistem digital yang terintegrasi dari hulu sampai hilir baik terkait dengan aktivitas ekonomi maupun akses produk jasa keuangan agar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. tanpa dibatasi waktu maupun jarak," ujar Tirta.

Sementara itu peran inklusi keuangan yang ketiga yaitu untuk mendukung resiliensi atau ketahanan ekonomi masyarakat dalam situasi dan kondisi apapun.

"Kami berharap, dengan tersedianya dan dimanfaatkannya produk atau layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan dapat menggerakkan kembali aktivitas ekonomi masyarakat agar dapat bangkit dari kondisi ekonomi saat ini," kata Tirta.