Inilah Alasan Pelajar Muhammadiyah Dukung Kebiijakan Lima Hari Sekolah
Agar semua pihak mengerti apa yang direncanakan, IPM mendorong Kemdikbud untuk gencar mensosialisasikan kepada masyarakat.

MONDAYREVIEW.COM – Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mengapresiasi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam mewujudkan implementasi Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan mengeluarkan kebijakan penyesuaian jam belajar siswa selama lima hari di sekolah.
Agar semua pihak mengerti apa yang direncanakan, IPM mendorong Kemdikbud untuk gencar mensosialisasikan kepada masyarakat. "Agar tidak miskomunikasi dan terjebak pada perdebatan istilah-istilah tertentu yang tidak masuk pada substansinya. Sosialisasi ini juga penting agar pada tataran aplikasi, sekolah tidak sekadar menambah jam pelajaran sehingga malah justru memberatkan para siswa," kata Ketua Umum PP IPM Velandani Prakoso dalam keterangan pers, Rabu (14/6).
Velandani mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang mengutamakan aspek pendidikan karakter bagi pelajar di Indonesia akan mudah teraplikasi. Pasalnya kesuksesan seorang pelajar tidak hanya diukur dari materi pelajaran yang disampaikan di kelas saja.
Lebih lanjut dia mengatakan berdasarkan pesan pemerintah pembentukan karakter dalam pendidikan memiliki porsi yang sangat besar, yaitu 70 persen dibanding untuk ilmu pengetahuan umum yang hanya 30 persen. Dengan porsi tersebut, maka peserta didik memungkinkan mendapatkan materi yang aplikatif dan berguna dalam kehidupan secara langsung, meski tidak meninggalkan pengetahuan umum.
Menurutnya jika dihitung berdasarkan proporsi di atas, maka penyesuaian waktu sekolah menjadi 5 hari tidak serta merta dilihat sebagai penambahan waktu dan pemadatan belajar siswa. “Delapan jam sehari tidak melulu dihabiskan di dalam kelas mendengarkan ceramah guru,” tegas Velandani.
Dia menjelaskan, jika porsi pengetahuan umumnya 30 persen, maka dari delapan jam itu hanya 2,4 jam saja yang difokuskan untuk mengkaji ilmu pengetahuan secara khusus. Selebihnya, waktunya dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dari praktik yang dibimbing oleh guru.
"Ilmu dari praktik di laboratorium atau di lingkungan secara langsung lebih memudahkan siswa mencerap materi dan merasakan kegunaan ia belajar materi. Di luar porsi 30 persen untuk pengetahuan umum, pelajar juga dimungkinkan untuk mengembangkan minat dan bakatnya di luar kelas," jelasnya.
Atas alasan itu, ia mengapresiasi kebijakan Menteri Muhadjir yang fokus pada pengembangan pendidikan karakter serta mendukung penyesuaian waktu belajar lima hari agar proses dan hasilnya efektif mendukung jargon Revolusi Mental yang digagas Presiden Jokowi.
"Di mana revolusi membutuhkan perubahan sosial-kebudayaan yang berlangsung cepat dan menyangkut dasar serta pokok kehidupan masyarakat," demikian Velandani.