Indonesia Harus Belajar Pendidikan Anti-Bullying di Inggris dan Finlandia
Aksi bullying seperti lingkaran setan. Maka itu diperlukan blueprint untuk memutuskan lingkaran setan bullying ini.

MONDAYREVIEW.COM – Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengungkapkan bahwa aksi bullying seperti lingkaran setan. Maka itu diperlukan blueprint untuk memutuskan lingkaran setan bullying ini. Jika dibiarkan maka aksi yang seharusnya tidak pantas dilakukan akan terus berulang.
“Para pelaku bully sebenarnya juga korban dari sebuah kondisi lingkungan yang menganggap mem-bully adalah sesuatu yang biasa atau normal,” katanya kepada awak media di Jakarta, Selasa (18/7).
Memformulasikan blueprint pendidikan anti bullying merupakan sebuah keniscayaan yang harus segera dilakukan oleh pemerintah. Pasalnya hal tersebut sudah dilakukan oleh negara-negara lain. Dan terbukti berhasil menekan aksi bullying.
“Aksi bullying baik verbal maupun fisik di dunia pendidikan atau yang melibatkan pelajar, bukan hanya menjadi persoalan serius di Indonesia tetapi juga banyak negara lain di dunia. Banyak negara sudah berhasil menekan aksi bullying karena pemerintahnya memformulasikan cetak biru pendidikan anti-bullying yang berisi kerangka kerja terperinci sebagai dijadikan landasan kebijakan, sasaran, strategi hinggi kepada detail kegiatan serta teknis pelaksanaan di mana sekolah menjadi yang terdepan mengimplementasikannya,” jelasnya.
Senator dari Provinsi DKI Jakarta ini mencontohkan bahwa Inggris dan Finlandia mempunyai program pendidikan anti-bullying yang cukup efektif. Di Finlandia misalnya terdapat program anti bullying berbasis sekolah yang inovatif bernama KiVa yang melibatkan guru, murid dan orang tua.
"Di Finlandia, orang tua yang mau menyekolahkan anaknya wajib mengikuti pendidikan anti-bullying. Nah, di sekolah, anak-anak ini mendapat pendidikan anti-bullying yang disampaikan dengan cara-cara kreatif dan interaktif misalnya lewat game online, video, sampai poster. Cara-cara seperi ini ternyata efektif membentuk karakter anti-bullying pada anak sejak usia dini," jelasnya.
Lebih lanjut putri tokoh nasional Fahmi Idris menegaskan bahwa persoalan aksi bully oleh pelajar sangat kompleks dan multidemensi sehingga penangannya juga harus komprehensif. “Tidak hanya Korban, pelaku juga harus dianggap sebagai korban dan dia punya hak untuk disadarkan bahwa perbuatannya itu salah bahkan sebuah kejahatan,” imbuhnya.
Maka itu, dia mengajak semua pihak dari orang tua, sekolah dan guru untuk intropeksi diri kenapa anak dan pelajar mereka menjadi pelaku bully.
Pihak pertama, lanjut Fahira, yang harus lebih dulu disadarkan bahwa aksi bully adalah persoalan serius kepada orang tua, sekolah termasuk guru. Jika pihak-pihak ini sadar maka mereka akan berpikir dan tergerak untuk membuat pendidikan anti-bullying di sekolah masing-masing dan orang tua lebih awareterhadap perilaku anaknya.
"Semua ini bisa berjalan dengan baik jika ada cetak biru pendidikan anti-bullyingsehingga baik sekolah maupun orang tua, tinggal menjalankannya dan anak-anak kita bisa terhindar baik sebagai pelaku maupun korban bully," paparnya.
Seperti dikabarkan bahwa aksi bullying terjadi dengan melibatkan oknum pelajar kembali terjadi. Kali ini dilakukan beberapa pelajar SMP yang melakukan kekerasan fisik terhadap siswi kelas 6 SD di pusat perbelanjaan Thamrin City, Jakarta. Aksi bullying juga terjadi di sebuah kampus di Depok dimana beberapa mahasiswa mengejek dan mem-bullyseorang mahasiswa berkebutuhan khusus yang sebenarnya harus mereka lindungi.