In Memoriam Dawam Rahardjo: Jejak Pemikiran Ekonomi Islam Yang Tetap Abadi
Prof. Dawam Rahardjo/Net

MONDAYREVIEW- Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rojiun. Tokoh bangsa, seorang cendikiawan muslim, Prof. Dawam Rahardjo telah berpulang kepada Robbnya, semoga Alloh Ta’ala merahmatinya. Di usianya, 76 tahun, Dawam telah meninggalkan warisan berbagai karya intelektual, dari politik, ekonomi hingga budaya. Seorang santri yang mumpuni dalam keilmuannya.
Selain esai-esai ekonomi politik yang kerap ia tulis, Dawam pun seorang penulis cerpen. Ia pernah menulis cerpen “Wirid” pada 10 Oktober 1994, untuk mengenang istrinya Zainun Hawairiyah yang wafat. “Aku mengecup kedua mata istriku yang terakhir kalinya ketika jenazahnya hendak digotong ke masjid sebelah, hendak disalatkan. Bulu matanya terasa di bibirku, seolah ia masih hidup,” tulisnya. 24 tahun kemudian, ia pun menyusul sang istri
Tak hanya berkutat di pemikiran, Dawam sesungguhnya seorang aktivis. Ia kerap melontarkan pembelaannya terhadap kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah dan Lia Eden, meskipun harus bersebrangan dengan suara mayoritas. Tentang Ahmadiyah, Dawam mengaku tak percaya Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. “Masa kenabian itu masa lampu, masa modern bukan masa kenabian, tapi masa intelektual. Intelektual itu sama dengan nabi, jadi misi para nabi itu diteruskan oleh kaum intelektual. Itu paham saya,” jelas Dawam.
Karena konsistensi memperjuangkan hak asasi dan kebebasan beragama, Dawan terpilih untuk menerima Yap Thiam Hien Award, pada 2013. Dawam dinilai sosok yang teguh memperjuangkan dan membela prinsip-prinsip kesetaraan, kebebasan dan pluralisme di Indonesia.
Dawam adalah sosok yang multidimensi. Ia seorang ahli ekonomi Islam, aktivitas LSM, intelektual kritis dan budayawan. Ia banyak mengangkat tema pluralisme dan toleransi dalam kehidupan beragama. Dawam mengaku saat dirinya belum toleran, ia terus menerus membenci dan menolak segala sesuatu yang berbeda dengan dirinya. Padahal, toleransi adalah kunci menuju kemajuan.
Terakhir ini, Dawam menderita penyakit komplikasi, mulai dari diabetes, jantung hingga stroke dan sempat menjalani perawatan intensif sejak akhir tahun lalu. Meskipun terbaring sakit, cita-citanya ingin menulis buku tak pernah surut. “banyak keinginan bapak yang belum selesai,” kata sekretaris Dawam, Komala Dewi. Ia sempat ingin menghidupkan kembali Jurnal Ulumul Quran, yang berhenti terbit sejak tahun 2013
Jurnal yang populer di tahun 1990-an ini merupakan salah satu rujukan perkembangan pemikiran Islam di Indonesia. Beberapa cendikiawan muslim, seperti mendiang Nurcholis Madjid dan Gus Dur serta tokoh-tokoh yang masih hidup, seperti Amien Rais, Syafii Ma’arif dan Quraish Shihab pernah menuliskan pemikirannya di Jurnal Ulumul Quran.
Dawam lebih dikenal sebagai pakar ekonomi. Ia pernah menulis buku Arsitektur Ekonomi Islam (2015), yang menyoroti ekonomi syariah masih berfokus pada perbankan dan keuangan. Padahal, spektrum ekonomi Islam sesungguhnya lebih luas, misalnya menyangkut zakat dan wakaf, yang diyakininya menjadi solusi untuk mewujudkan misi ekonomi Islam, salah satunya memberantas kemiskinan, ketidakadilan dan kemandirian ekonomi rakyat.
Dilema dalam industri keuangan syariah, menurut Dawam, diantaranya adalah kebutuhan modal. Karena, sumber permodalan kebanyakan dari modal asing atau non-muslim.Karena itulah, perbankan syariah masih mengadopsi teknik perbankan konvensional dan melonggarkan prinsip-prinsip dasar hukum syariah.
Dawan banyak menuangkan pemikirannya ke dalam buku. Salah satu karyanya adalah Esai-esai Ekonomi Politik (1983), Deklarasi Mekah: Esai-esai Ekonomi Islam (1987), Eetika Bisnis dan Manajemen (1990), Habibienomics: Telaah Pembangunan Ekonomi (1995), Paradigma Al-Quran:Metodologi dan Kritik Sosial (2005) dan Nalar Politik Ekonomi Indonesia (2011)
Dawam terlahir dari keluarga santri, di Kampung Baluwati, Solo, pada 20 April 1942. Ayahnya, Zudhi Rahardjo dikenal seorang ulama ahli tafsir. Di usia mudanya, Dawam pernah mondok di Pesantren Krapyak Yogyakarta. Ia pernah mengenyam pendidikan di Bora High School selama setahun, kemudian melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di fakultas Ekonomi UGM, dengan keahlian moneter.
Dawam muda pernah merintis karirnya di Bank of America. Namun, ia lebih memilih bergabung di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), yang dijalaninya hingga mencapai puncak karir sebagai direktur pada periode 1980-1988.
Di lembaga inilah, idealisme Dawam tersalurkan. Ia banyak melakukan penelitian tentang kewirausahaan, dan pengembangan industri kecil serta pengembangan pesantren dan masyarakat. Dawam sempat go Internasional dengan menggalang advokasi Internasional di Eropa, Asia Tenggara dan Asia Timur melawan rezim otoriter yang kala itu menguasai Asia Tenggara.
Selepas dari LP3ES, Dawam diminta untuk menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Asy-syafiiyah, Jakarta. Kemudian, menjadi Rektor di UNISMA, Bekasi yang masa baktinya berakhir pada tahun 2017. Ia juga pernah menjadi guru besar di Universitas Muhammadiyah Malang.
Pada tahun 1999, Dawam juga pernah ditunjuk untuk memimpin tim penasehat khusus pada masa Presiden BJ Habibie. Di ormas Islam, Dawam pernah aktif di Muhammadiyah dan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 1995-2000.
Dawam Rahardjo wafat Rabu malam di RS Islam Yarsi Jakarta, pada pukul 22.00 WIB, setelah dirawat selama 20 hari. Rencananya hari ini akan dimakamkan di TMP Kalibata. Cendikiawan muslim itu telah tiada. Namun, karya-karyanya tetap abadi.
Semoga Alloh Ta’ala melapangkan pintu kuburnya dalam rahmat dan Ampun-Nya. Terima kasih atas semua dedikasi dan perjuangannya untuk bangsa ini.