Ikan Pindang, Ketahanan Pangan, dan Mafia Impor

Ikan Pindang, Ketahanan Pangan, dan Mafia Impor
Pekerja mengangkat hasil produksi olahan ikan pindang. Foto: Net/Allem A

MONITORDAY.COM - Ikan pindang merupakan salah satu sumber protein populer masyarakat Indonesia. Selain rasanya yang lezat, jenis pangan ini mudah didapatkan, di pasar rakyat maupun ritel modern. Sumber daya perikanan yang digunakan cukup beragam, mulai dari ikan berukuran kecil hingga ikan besar, ikan air tawar ataupun ikan laut. Cara pengolahannya pun relatif mudah dengan penggunaan teknologi sederhana. Pindang merupakan hasil olahan ikan dengan cara kombinasi perebusan (pemasakan) dan penggaraman. Produk yang dihasilkan merupakan produk awetan ikan dengan kadar garam rendah.

Sudah banyak penelitian ilmiah tentang manfaat ikan pindang. Produk ini memberi asupan protein penting dan banyak berkontribusi pada pemenuhan konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Kandungan gizi ikan pindang berupa protein yang tinggi, berbagai jenis mineral, vitamin A serta asam omega-3. Penjelasan ini membawa kita pada pemahaman penting, bahwa ikan pindang berpotensi memenuhi kecukupan gizi masyarakat Indonesia sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas masyarakat. Sejalan dengan itu, pemerintah juga dapat pula mengatasi tantangan permasalahan kekurangan gizi yang masih tinggi di tengah masyarakat. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, sekitar 8% penduduk Indonesia menghadapi permasalahan kekurangan gizi pada 2018.

Sementara itu, pemerintah juga terus berusaha untuk meningkatkan konsumsi ikan di dalam negeri. Tingkat konsumsi ikan nasional pada 2019 baru mencapai 55,95 Kg/kapita/tahun. Angka ini lebih rendah dari negara-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia, Singapura, apalagi Jepang. Ketimpangan konsumsi ikan antarwilayah juga menjadi tantangan. Penduduk yang tinggal di Kawasan Timur Indonesia mengonsumsi ikan lebih banyak dari kawasan Barat Indonesia. Penyebabnya adalah keberadaan sumber daya perikanan yang mendekati kondisi kelebihan eksploitasi di perairan kawasan barat Indonesia. Selain persoalan klasik seperti hambatan distribusi dan logistik yang memberi pengaruh pada kualitas dan pasokan ikan yang baik dengan harga terjangkau.

Usaha Rakyat

Ukuran usaha pemindangan ikan sebagian besar dikelola oleh usaha mikro dan kecil, sebagian kecil saja yang menengah. Data KKP 2017 mencatat, jumlah usaha pemindangan ikan mencapai 11,561 unit atau 19,13 persen dari total unit pengolah ikan skala mikro dan kecil di Indonesia. Menempati urutan kedua setelah pengolah ikan asin, yaitu 21.139 unit (34.98 persen). Jumlah ini kemungkinan mencakup pemilik dapur pengolah hingga pedagang pindang di pasar-pasar rakyat.

Dari sisi spasial, produksi ikan pindang di Pulau Jawa menyumbang 93,3% total volume pindang nasional. Hal ini sejalan dengan keberadaan Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang banyak terkonsentrasi di Pulau ini. Di sisi lain, usaha pemindangan skala menengah jumlahnya kurang dari 1% dari total UPI pindang, menyumbang 17% dari total volume pindang nasional.

Potret ini memberikan gambaran kepada kita bahwa usaha pemindangan ikan memegang peran yang tidak kecil dalam perekonomian perikanan. Sumbangannya tidak hanya pada penciptaan lapangan kerja melalui model kewirausahaan berbasis rakyat, tetapi juga mentranmisikan agenda pemerintah dalam meningkatkan kualitas asupan pangan masyarakat, terutama berpendapatan menengah ke bawah. Karakteristik usahanya yang khas ini, seharusnya mendapat perhatian pemerintah dalam bentuk pendampingan dan perlindungan yang lebih optimal. Peningkatan produksi dan kualitas ikan pindang dapat menjamin pemenuhan protein yang memadai bagi setiap warga negara.

Sebagaimana tantangan dalam jenis usaha mikro lainnya, pemindangan ikan memerlukan pendampingan usaha, akses terhadap permodalan, pemasaran, kemudahan perizinan, dan kepastian akan pasokan bahan baku dan harga. Dengan ukuran usaha yang relatif kecil, sektor ini  cenderung belum memiliki fondasi struktural yang kuat dalam hal permodalan dan sensitif terhadap krisis. Misalnya saja ketika krisis pandemi COVID-19 dan aneka stimulus UMKM digelontorkan pemerintah, mereka nyaris luput dari perhatian pemerintah.

Kemitraan Nelayan-Pemindang

Salah satu persoalan yang sering dihadapi adalah soal keberlanjutan pasokan bahan baku ikan, terutama di masa paceklik. Saat bahan baku sedang sulit, banyak usaha pindang ikan menganggur. Kabarnya, pemerintah kerap mengeluarkan izin kuota impor ikan untuk mengatasi kendala bahan baku ini. Para pemindang langganan dimintai data oleh importir sebagai legitimasi kebutuhan impor. Tapi ironinya, mereka hanya menggunakan nama dan data pemindang. Sebagian besar hasil impor entah lari kemana. Setiap tahun, pemindang terus cemas tak bisa mengolah karena tidak ada bahan baku ikan atau harganya tinggi sekali.

Tindakan ini jelas tidak boleh ditoleransi. Pemerintah perlu melakukan pengawasan secara ketat agar izin impor ikan benar-benar bisa disalurkan kepada usaha pemindangan. Importir nakal seperti ini perlu mendapatkan sanksi tegas karena mengancam keberlanjutan usaha pemindangan rakyat yang sangat mengandalkan ketersediaan bahan baku ikan.

Solusi lain yang bisa dipertimbangkan yaitu memperkuat kolaborasi atau kemitraan antara pemindang ikan dengan koperasi perikanan atau organisasi nelayan. Hal ini harapannya akan memperbaiki rantai pasok ikan dari nelayan ke pasar melalui usaha pemindangan ikan secara lebih stabil. Kerja sama kemitraan ini dapat dilakukan dengan cara pemberian modal investasi atau modal kerja dari asosiasi atau koperasi pemindang ikan kepada koperasi nelayan. Hasil tangkapan ikan nelayan yang dibeli oleh koperasi perikanan kemudian diserap oleh pemindang dengan sistem bagi hasil yang adil. Pemerintah dapat memberi dukungan permodalan dan pendampingan kepada kedua belah pihak, salah satunya melalui skema kredit murah dan mudah. Organisasi atau kelompok nelayan melakukan pembinaan dan pengawasan atas mutu ikan dan kemitraan secara berkelanjutan.

Banyak agenda lain yang bisa dilakukan ke depan. Mendorong inovasi pengembangan teknologi tepat guna untuk pemrosesan pindang, digitalisasi pemasaran, hingga pendampingan manajemen usaha yang berkelanjutan. Harapannya, produk pindang ikan Indonesia tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi dapat menjadi komoditas andalan eksport Indonesia ke manca negara.