Hoax Meningkat Seiring Pemilu
Berita hoax paling banyak tersebar melalui media sosial

MONDAYREVIEW.COM - Berhati-hatilah dalam menyerap dan menyebarkan informasi. Dikarenakan di era tsunami informasi ini banyak beredar berita hoax. Tak mengherankan dalam peringatan Hari Pers Nasional tahun ini (9/2), Presiden Joko Widodo memaparkan bagaimana media sosial kerap disalahgunakan. Akibatnya banyak konten negatif yang berseliweran dalam lalu lintas media sosial. Diantaranya berita bohong (hoax) yang “beternak” seiring intensnya penggunaan media sosial. Presiden Jokowi sendiri menganggap masyarakat akan semakin cerdas menyikapi berita bohong yang beredar.
“Tapi saya yakin meskipun digempur media sosial, media arus utama tak akan hilang. Keduanya akan sama-sama eksis. Media sosial unggul karena kecepatan. Sementara media arus utama menonjol karena akurasi serta kedalaman materinya,” imbuh Jokowi.
Sementara itu tapisan yang dilakukan Facebook diyakini pengamat sosial Ismail Fahmi tidak akan mampu membendung derasnya berita hoax.
“Dari yang saya amati selama ini, penyebaran hoax, propaganda, serta ujaran kebencian dari sini (isu politik) datangnya. Nah, selama model penyebarannya dilakukan oleh tim, saya tidak yakin upaya Facebook untuk mengurangi pengunggahan konten-konten negatif akan berhasil,” ujar Ismail Fahmi seperti dilansir harian Kompas.
Lalu dari manakah berita-berita bohong itu tersebar? Hasil survei Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Februari ini menunjukkan, dari 1.116 responden, 91,80 persen responden mengatakan bahwa berita bohong yang paling sering mereka terima adalah berita-berita sosial politik terkait pemilihan kepala daerah atau pemerintah.
Berita hoax tersebut paling banyak tersebar melalui media sosial (92,40 persen), disusul aplikasi obrolan daring, seperti Line, Whatsapp, dan Telegram (62,80 persen), kemudian situs web (34,90 persen), televisi (8,70 persen), media cetak (5 persen), surel (3,10 persen), serta radio (1,20 persen).
Dengan sejumlah data tersebut, perlu kiranya untuk menskeptisi berita yang beredar. Pun dengan putaran kedua Pilkada DKI Jakarta yang mesti mewaspadai beredarnya berita bohong.