Harga Minyak Dunia Naik, Sekjen ILUNI UI Minta Pemerintah Waspada

Kenaikan harga dunia jenis Brent capai US71/Barel.

Harga Minyak Dunia Naik, Sekjen ILUNI UI Minta Pemerintah Waspada
Sekjen ILUNI UI, Achmad Nur Hidayat

MONDAYREVIEW, Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik Center Information and Development Economics Studies (CIDES), Achmad Nur Hidayat mengatakan, pemerintah harus mewaspadai kenaikan harga minyak dunia jenis Brent yang tercatat mencapai US$71/Barel. Hal ini dikatakannya mengingat Indonesia sebagai negara net importer minyak.

“Harga minyak jenis brent mencapai titik tertinggi kembali setelah tiga tahun terakhir yaitu USD 71/barel. Dampaknya harga keekonomian BBM meningkat tinggi. Hasil hitungan simulasi perhitungan harga keekonomian Premium menjadi Rp9,000; Solar Rp9,100; dan Minyak Tanah Rp7,650.” kata Hidayat kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (26/1).

Hidayat yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) ini mengungkapkan, kenaikan harga minyak dunia sudah melampaui dari asumsi harga minyak dalam APBN 2018 yaitu USD 48/barrel.

Lebih lanjut Hidayat menilai, dengan harga minyak USD 71/barel, sisi penerimaan Indonesia akan mendapatkan windfall profit karena penghasilan dari ekspor minyak Indonesia. Namun tergerus cepat untuk subsidi energi APBN.

“Subsidi energi dalam APBN akan membengkak jika pemerintah masih mematok harga Premium Rp 6.550 per liter, harga Solar Rp 5.150 per liter dan harga minyak tanah Rp 2.500 per liter. Gap harga keekonomian sudah mencapai titik tertinggi yaitu Rp2,450 untuk premium, Rp3.950 untuk solar dan Rp5,150 untuk minyak tanah,” jelasnya.

Selain jenis Brent, lanjut Hidayat, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret meningkat, kini sudah mencapai USD65,51 per barel di New York Mercantile Exchange.

“Kami memprediksi pemerintah akan menaikan harga BBM bagi masyarakat jika tidak, program pemerintah dalam APBN akan terganggu,” tandasnya.

Hidayat kemudian mengingatkan, jika pemerintah Jokowi dalam menaikkan BBM di waktu tidak tepat, seperti saat inflasi tinggi dan nilai tukar melemah, maka dampak ekonominya akan sangat besar.

Daya beli masyarakat akan turun drastis dan masyarakat miskin yang paling menderita. Karena tidak sanggup membeli kebutuhan dasarnya. Subsidi langsung tunai, lanjut Hidayat, adalah pilihan. Namun keterbatasan dana APBN akan menyebabkan Jokowi dan tim ekonominya tidak dapat berbuat banyak.

“Kami minta pemerintah waspada terhadap kenaikan minyak ini, jika salah langkah atau terlambat menyikapinya, dampaknya akan luas secara ekonomi dan politik. Jangan sampai kenaikan minyak menyebabkan APBN untung tetapi masyarakat rugi karena harga BBM menggerus daya beli masyarakat,” pungkasnya. [Mrf]