Hardiknas 2020: Momentum Evaluasi Pendidikan era Pandemi

Masih banyak sekolah yang belum terbiasa menggunakan program pembelajaran daring yang sifatnya interaktif

Hardiknas 2020: Momentum Evaluasi Pendidikan era Pandemi
ilustrasi/Net

MONITORDAY. COM - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2020 harus dijadikan momen untuk mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air. Apalagi saat ini pendidikan dihadapkan oleh tantangan yang cukup serius, yakni pandemi Covid-19. Hal ini mengakibatkan pola penyelenggaraan pendidikan bergeser dari offline ke online dengan platform digital sebagai medianya.

Sejauh ini, kebijakan pembelajaran jarak jauh yang diterapkan Kemendikbud menyikapi pandemi Covid-19 terlaksana dengan baik meski tak sepenuhnya berjalan efektif. Hal ini tak bisa dipungkiri disebabkan beberapa faktor tertentu yang harus ditemukan solusinya.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan masih banyak sekolah yang belum terbiasa menggunakan program pembelajaran daring yang sifatnya interaktif.

Alih-alih menggunakan program tersebut, banyak sekolah yang hanya mengandalkan layanan pesan instan untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.

Namun, menurut Hamid permasalahan terbesar sebenarnya datang dari murid-murid yang berasal di daerah tertinggal, terdepan dan terluar. Keterbatasan akses internet atau bahkan listrik membuat mereka kesulitan untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh.

“Sekolah-sekolah yang terbiasa menggunakan program pembelajaran online seperti Ruang Belajar atau Ruang Guru tentunya tidak kesulitan. Tetapi masih banyak yang semi online karena tidak terbiasa, tugas-tugas masih dikirim lewat Whatsapp saja. Jadi, tidak interaktif,” katanya di Jakarta (2/5/2020).

Alhasil, satu-satunya cara yang dilakukan adalah melibatkan Radio Republik Indonesia (RRI) atau radio komunitas yang jangkauannya lebih luas dibandingkan dengan internet maupun televisi.

Apa yang dilakukan oleh Titis Kartikawati, seorang guru SD di Sanggau, Kalimantan Barat menjadi gambaran betapa sulitnya melakukan pembelajaran jarak jauh di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.

“Persoalan ini anak-anak yang tidak punya akses internet, listrik, atau televisi. Pembelajaran dilakukan secara manual dengan bantuan radio komunitas. Guru-guru menyesuaikan dengan kondisi masing-masing murid,” tuturnya.

Titik menyebutkan masih banyak blank spot atau daerah yang belum terjangkau jaringan telekomunikasi di Sanggau sehingga pembelajaran jarak jauh tidak bisa dilakukan secara daring.

Materi pembelajaran yang diberikan menurut Titis tidak mengikuti kurikulum. Para guru dipersilakan untuk memberikan materi yang sekiranya mereka kuasai dengan baik dan mudah dipahami oleh murid-murid.

“Pembelajaran daring tidak bisa dilaksanakan di sini. Kami berkolaborasi dengan RRI Sanggau, Komunitas Guru Belajar mengajar lewat siaran RRI selama satu jam setiap harinya dari Senin-Jumat secara bergantian,” katanya.

Lebih lanjut, pembelajaran jarak jauh secara daring juga tidak dipilih dengan pertimbangan kemampuan dari orang tua murid.

“Lewat RRI lebih terjangkau semuanya dan irit biaya. Di sini banyak oran tua yang bekerja sebagai buruh tani, pekerja perkebunan kelapa sawit, penjual sayuran, tentunya jika mengandalkan internet dengan biaya kuota (paket data) akan sangat memberatkan mereka,” paparnya